In de zomertijd
De volle maan wordt gezweet
Bij Loveparade?
MiRa - Amsterdam, 26 Juli 2010
[Haiku] Festival Musim Panas
Di musim panas
Bulan purnama berkeringat
Ketika Loveparade?
MiRa - Amsterdam, 26 Juli 2010
Monday, July 26, 2010
[Haiku] Kabinet formatie
Na verkiezingsfeest
Het klok draaiende zonder eind
Op het toneelspel
MiRa - Amsterdam, 26 Juli 2010
[Haiku] Kabinet Formasi
Setelah pemilihan partai
Arah putaran jam tanpa henti
Di permainan teater
MiRa - Amsterdam, 26 Juli 2010
Het klok draaiende zonder eind
Op het toneelspel
MiRa - Amsterdam, 26 Juli 2010
[Haiku] Kabinet Formasi
Setelah pemilihan partai
Arah putaran jam tanpa henti
Di permainan teater
MiRa - Amsterdam, 26 Juli 2010
Sunday, July 25, 2010
[Haibun] Absurditas
Di atas pohon
Burung camar melayang
Hati gelisah
Aku berdiri di sini, pada titik pandang yang tinggi di bawah langit biru, terbayang ingatan bencana kehidupan akibat hempasan gelombang korupsi, bagaikan besarnya gelombang laut menggulung daratan bumi pertiwi, yang membumi hangus sumber daya manusia, mengerikan peristiwa musibah itu, seakan-akan seperti penguasa jagat alam sedang murka, ataukah berduka pada alam ciptanya dalam kehidupan tanpa daya?
Peradabannya
Kehidupan sosial
Kaya dan miskin
Ada satu hal
Pertaruhan hidupnya
Tidak bermakna
Ah..pandangan dunia tentang jiwa nasionalisme dan patriotisme telah dianggap usang, ataukah menyerah pada paradigma perubahan? Ada yang mengingatkan bahwa ketinggian dimensi kesadaran manusia telah dieliminasi.
Di sepanjang garis rencana,
antara penghubung sumbu penyulut api,
menunjukkan bagaimana rentannya luka lama,
jejak semangat kemerdekaan dan berdikari,
tak lagi seperti hamparan padang ilalang,
yang tanpa mengenal lelah melambai dengan,
beraneka warna bunga yang tumbuh, serta
tak pernah mengenal kegersangan, ketegaran
menuai nilai bibit ketabahan melawan cobaan hidup.
Ingatan masa lalu, mencatat sisi lipatan,
mengikuti sepanjang barisan kumpulan kata,
yang bernada irama nafas sehamparan ilalang,
betapa kuatnya nilai kebersamaan,
menggapai asa dan manfaat bersama,
Di saat ini,
kepastian hidupnya
Rakus materi
Hidup tanpa kemudi
Dirinya dinistakan
MiRa - Amsterdam, 24 Juli 2010
Burung camar melayang
Hati gelisah
Aku berdiri di sini, pada titik pandang yang tinggi di bawah langit biru, terbayang ingatan bencana kehidupan akibat hempasan gelombang korupsi, bagaikan besarnya gelombang laut menggulung daratan bumi pertiwi, yang membumi hangus sumber daya manusia, mengerikan peristiwa musibah itu, seakan-akan seperti penguasa jagat alam sedang murka, ataukah berduka pada alam ciptanya dalam kehidupan tanpa daya?
Peradabannya
Kehidupan sosial
Kaya dan miskin
Ada satu hal
Pertaruhan hidupnya
Tidak bermakna
Ah..pandangan dunia tentang jiwa nasionalisme dan patriotisme telah dianggap usang, ataukah menyerah pada paradigma perubahan? Ada yang mengingatkan bahwa ketinggian dimensi kesadaran manusia telah dieliminasi.
Di sepanjang garis rencana,
antara penghubung sumbu penyulut api,
menunjukkan bagaimana rentannya luka lama,
jejak semangat kemerdekaan dan berdikari,
tak lagi seperti hamparan padang ilalang,
yang tanpa mengenal lelah melambai dengan,
beraneka warna bunga yang tumbuh, serta
tak pernah mengenal kegersangan, ketegaran
menuai nilai bibit ketabahan melawan cobaan hidup.
Ingatan masa lalu, mencatat sisi lipatan,
mengikuti sepanjang barisan kumpulan kata,
yang bernada irama nafas sehamparan ilalang,
betapa kuatnya nilai kebersamaan,
menggapai asa dan manfaat bersama,
Di saat ini,
kepastian hidupnya
Rakus materi
Hidup tanpa kemudi
Dirinya dinistakan
MiRa - Amsterdam, 24 Juli 2010
Thursday, July 22, 2010
[Haiku] Paradoksal
Monday, July 19, 2010
[Tanka] Harapan
Sebutir pasir
Dihempas ombak, jauh
Sampai pesisir
Yang telah dilalui
Akan terbawa serta
Di hulu sungai
Pernah mengalir jernih
Tetesan air
Ada harapan baru
Di seberang lautan
Kumpulan bintang
Membentang sinar binar
Di langit gelap
Tak mungkin tergapai
Mimpi mentari cerah
MiRa - Amsterdam, 19 Juli 2010
Dihempas ombak, jauh
Sampai pesisir
Yang telah dilalui
Akan terbawa serta
Di hulu sungai
Pernah mengalir jernih
Tetesan air
Ada harapan baru
Di seberang lautan
Kumpulan bintang
Membentang sinar binar
Di langit gelap
Tak mungkin tergapai
Mimpi mentari cerah
MiRa - Amsterdam, 19 Juli 2010
Friday, July 16, 2010
[Haibun] Pesan Terakhir
Di kekosongan
Masuk akal pikiran
Bersarat makna
Putih sabar menunggu
Biarkan tinta kering
Saling memandang
Mata berbinar jalang
Kesengsaraan
Genggamlah tanganmu, bersama
dalam aliran darah kita,
untuk menggugat keberanian,
membebaskan penderitaan,
keadilan harus ditegakkan.
Walaupun angin topan,
menembus rasa duka lara,
jiwa semangatmu tak akan punah.
Ah..ku pikir, kau merasa,
Semuanya benar-benar nyata.
Ataukah hanya mimpi,
yang dihimpit cermin diri,
dari masa lalunya
Dalam hidupnya
Yang tidak tampak
Menjadi fakta
Di bumi pertiwi,
kekayaan alammu,
terkuras habis,
air jernih,
menjadi,
keruh.
Langit memerah
Matahari merona
Berbunga api
Pesan terakhir
Mengarah jejak langkah
Untuk mendatang
Musim silih berganti
Anak zaman menantang
MiRa - Amsterdam, 15 Juli 2010
Masuk akal pikiran
Bersarat makna
Putih sabar menunggu
Biarkan tinta kering
Saling memandang
Mata berbinar jalang
Kesengsaraan
Genggamlah tanganmu, bersama
dalam aliran darah kita,
untuk menggugat keberanian,
membebaskan penderitaan,
keadilan harus ditegakkan.
Walaupun angin topan,
menembus rasa duka lara,
jiwa semangatmu tak akan punah.
Ah..ku pikir, kau merasa,
Semuanya benar-benar nyata.
Ataukah hanya mimpi,
yang dihimpit cermin diri,
dari masa lalunya
Dalam hidupnya
Yang tidak tampak
Menjadi fakta
Di bumi pertiwi,
kekayaan alammu,
terkuras habis,
air jernih,
menjadi,
keruh.
Langit memerah
Matahari merona
Berbunga api
Pesan terakhir
Mengarah jejak langkah
Untuk mendatang
Musim silih berganti
Anak zaman menantang
MiRa - Amsterdam, 15 Juli 2010
Sunday, July 11, 2010
[Haibun] Warga Negara
Bangkit, lihatlah
Kekayaan alammu
Berlimpah ruah
Sumber aneka ragam
Berlumur limbah nista
Engkau, yang mulia,
penentu arah jalan air sungai mengalir,
penjelajah sumber air jernih,
yang kemudian menjamah sumber daya alam,
sebagai kekayaan bangsamu,
namun tangan-tangan kotormu,
menodai kesuburan alam fana,
dizinah dan dijarah isi perut bumi pertiwi,
tanpa jiwa prikemanusiaan.
Di tempat ini,
tanah airmu tak lagi punya belantara,
laut melepas pantai, erosi
jiwa kehidupan rakyatmu,
mengering, kurus kerontang,
Ingatkah kau, yang mulia,
Sejarah kemerdekaan,
diperjuangkan untuk semua,
bangsa dan negara dibangun,
dengan darah juang rakyatmu,
membangkitkan berlawan,
berpijak anti penindasan
Kini hak-hak keadilan dikhianati,
baja bergolak dalam arena rebut kuasa,
di bawah ancaman moncong senjatamu,
Konstitusi dibuat,
tidak menegaskan tentang hak sipil,
dirintis dalam kumpulan individu,
memimpikan tanah garapan,
menjadi lahan korupsi,
demi menjamin kesejahteraan koruptor.
Lintasan pegunungan yang menjulang megah,
sumber daya alam berkubang nista dosa,
penguasa daya guna mencincang lumat jiwa dan raga wargamu,
susunan kata-kata terukir selama 45 tahun,
bertinta lumuran darah, yang
mencatat cerita dusta niscaya,
nyatanya rakyatmu terkubur,
dalam timbunan waktu usia uzur,
rentan tenaga kerjanya, lalu
menjadi korban perdagangan orang,
demi penikmat jiwa durjana.
Ah..bukankah Negara ini bagaikan sebuah taman bunga,
kita semua bunga yang berbeda warna, dan
memiliki kekuatan jati dirinya,
untuk merintis kehidupan mandiri,
yang setara, adil dan makmur.
Warga negara
Berdamai dengan alam
Sepanjang musim
Biarlah bunga mekar
Indah merekah harum
MiRa - Amsterdam, 10 Juli 2010
Kekayaan alammu
Berlimpah ruah
Sumber aneka ragam
Berlumur limbah nista
Engkau, yang mulia,
penentu arah jalan air sungai mengalir,
penjelajah sumber air jernih,
yang kemudian menjamah sumber daya alam,
sebagai kekayaan bangsamu,
namun tangan-tangan kotormu,
menodai kesuburan alam fana,
dizinah dan dijarah isi perut bumi pertiwi,
tanpa jiwa prikemanusiaan.
Di tempat ini,
tanah airmu tak lagi punya belantara,
laut melepas pantai, erosi
jiwa kehidupan rakyatmu,
mengering, kurus kerontang,
Ingatkah kau, yang mulia,
Sejarah kemerdekaan,
diperjuangkan untuk semua,
bangsa dan negara dibangun,
dengan darah juang rakyatmu,
membangkitkan berlawan,
berpijak anti penindasan
Kini hak-hak keadilan dikhianati,
baja bergolak dalam arena rebut kuasa,
di bawah ancaman moncong senjatamu,
Konstitusi dibuat,
tidak menegaskan tentang hak sipil,
dirintis dalam kumpulan individu,
memimpikan tanah garapan,
menjadi lahan korupsi,
demi menjamin kesejahteraan koruptor.
Lintasan pegunungan yang menjulang megah,
sumber daya alam berkubang nista dosa,
penguasa daya guna mencincang lumat jiwa dan raga wargamu,
susunan kata-kata terukir selama 45 tahun,
bertinta lumuran darah, yang
mencatat cerita dusta niscaya,
nyatanya rakyatmu terkubur,
dalam timbunan waktu usia uzur,
rentan tenaga kerjanya, lalu
menjadi korban perdagangan orang,
demi penikmat jiwa durjana.
Ah..bukankah Negara ini bagaikan sebuah taman bunga,
kita semua bunga yang berbeda warna, dan
memiliki kekuatan jati dirinya,
untuk merintis kehidupan mandiri,
yang setara, adil dan makmur.
Warga negara
Berdamai dengan alam
Sepanjang musim
Biarlah bunga mekar
Indah merekah harum
MiRa - Amsterdam, 10 Juli 2010
Thursday, July 8, 2010
[Haiku] Pencerahan
(1)
Langit membiru
Mata masih terjaga
Burung berkicau
(2)
Berbagi payung
Samping kantor polisi
Pesta prasmanan
(3)
Di teras kaca
Hening bersama Bunda
Angin semilir
(4)
Menuju rumah
Di simpang jalan rawa
Kodok menyapa
(5)
Di atas metro
Sepanjang kabel listrik
Burung berbaris
MiRa - Amsterdam, 27 Juni 2010
Langit membiru
Mata masih terjaga
Burung berkicau
(2)
Berbagi payung
Samping kantor polisi
Pesta prasmanan
(3)
Di teras kaca
Hening bersama Bunda
Angin semilir
(4)
Menuju rumah
Di simpang jalan rawa
Kodok menyapa
(5)
Di atas metro
Sepanjang kabel listrik
Burung berbaris
MiRa - Amsterdam, 27 Juni 2010
Monday, July 5, 2010
[Haibun] Di Pasar Bebas
Pintu pasar bebas sistim ekonomi kapitalisme semakin terbuka lebar, arus badai produk import mengalir deras, meluber tak tertanggulangi di Ibu pertiwi, bagaikan air bah yang meluap liar, menerjang garang dan mengganas melibas produk lahan sektor dalam negeri.
Di pasar bebas
Ekonomi liberal
Buruh di pecat
Sumber alam dikuras
Tergantung barang impor
Aah...kehidupan sosial ekonomi liberalisasi, nyatanya di dukung dan ditunjang oleh sistim pemerintah paska Orde Baru, peran individu dan mekanisme pasar telah mendominasi kekuatan penawaran dan permintaan barang konsumsi impor, dengan harga dijajakan lebih murah dari pada barang barang produk dalam negeri, memproses kehancuran usaha sektor industri padat karya.
Kalah bersaing
Yang dari pengusaha
Jadi pedagang
Diperdagangkan
Semuanya dijarah
Broker politik
Pemecatan kerja, pengangguran yang kehilangan sumber mata pencahariannya, telah merubah nasib rakyat semakin terjerumus dalam jurang kemiskinan dan ketidakberdayaan, bahkan harga kebutuhan bahan pokok, menghimpit roda kehidupan masyarakat pengangguran dan miskin, lalu sampai kapankah berakhir?
Mulia dan megah,
Hidup pengabdi uang
Membungkuk damai
Eksploitasi
Dari barat ke timur
Dikhianati
Bebaskan jiwa budak!
Kemenangan direbut
MiRa - Amsterdam, 5 Juli 2010
Di pasar bebas
Ekonomi liberal
Buruh di pecat
Sumber alam dikuras
Tergantung barang impor
Aah...kehidupan sosial ekonomi liberalisasi, nyatanya di dukung dan ditunjang oleh sistim pemerintah paska Orde Baru, peran individu dan mekanisme pasar telah mendominasi kekuatan penawaran dan permintaan barang konsumsi impor, dengan harga dijajakan lebih murah dari pada barang barang produk dalam negeri, memproses kehancuran usaha sektor industri padat karya.
Kalah bersaing
Yang dari pengusaha
Jadi pedagang
Diperdagangkan
Semuanya dijarah
Broker politik
Pemecatan kerja, pengangguran yang kehilangan sumber mata pencahariannya, telah merubah nasib rakyat semakin terjerumus dalam jurang kemiskinan dan ketidakberdayaan, bahkan harga kebutuhan bahan pokok, menghimpit roda kehidupan masyarakat pengangguran dan miskin, lalu sampai kapankah berakhir?
Mulia dan megah,
Hidup pengabdi uang
Membungkuk damai
Eksploitasi
Dari barat ke timur
Dikhianati
Bebaskan jiwa budak!
Kemenangan direbut
MiRa - Amsterdam, 5 Juli 2010
Saturday, July 3, 2010
[Haibun] Imigrasi

Di balik cadar
Mulutnya komat-kamit
Begitu pucat
Hidangan makan malam
Berisi kepedihan
Ah.. kisah pahit
Tak ada yang peduli
Dan dilupakan
Beranjak dari duduk
Dia terhuyung-huyung.
Di hari kerja
Menuai kebencian
Terjerat krisis
Kemiskinan membukit
Kesenjangan sosial
Kelahiran imigran diperbudak!
Uang dan kekuasaan menjadi bencana kejahatan manusia
Keindahan sayap kupu-kupu dicukur,
terkubur dalam usia kepompong.
Orang kaya tidak membayar tenaga kerja kita
Bunga uangpun hasil rampasan kekayaan alam,
yang dimiliki nenek moyang kita.
Kelaparan waktu tak pernah mati
Awan kelabu
Menyelimuti bulan
Di kegelapan
Tenang, menyapa aneh
: "Jangan berdiri di angin!"
Hatinya surut
Memori matahari,
Mengalir kering
Keheningan membisu
Waktu mengalahkan kita.
Keberuntungan,
sistim kapitalisme
Jiwa apatis
Lintasan kehidupan
Menggali kuburannya
Bercermin diri
Kecemasan menggumpal
Miskin dan hina
Musim silih berganti
Ada saat melawan!
MiRa - Amsterdam, 20 Juni 2010
Haibun buat Mawie Ananta Jonie

Kita berkumpul
Suasana bersama
Di Hari ini
Kehangatan musim semi di Almere, tercipta rangkaian bunga kehidupan, menjalin citra kenangan perjalanan panjang sampai usia kini, perputaran jarum jam, berdetak tanpa henti, dari pondok Melati menebar bibit jiwa kemanusiaan, bersemi menyambut kuncup bunga bermekaran, takjub, memberi lebih kaya warna pada dimensi kehidupan baru, meniti generasi anak dan cucu.
Dari kampung halaman
Kehadirannya
Telah dilaluinya
Menukik tapak jejak
Semangat perjuangan
Perjalanannya
Proses alamiahnya
Silih berganti
Ingatan masa lalu
Mengusik cita rasa
Bersama puisi, bercermin pada makna hidupnya, merintis sampai tunas kecil, tumbuh dan subur di taman rumah penyair Mawi Ananta Jonie, selamat Ulang tahun ke 70!
MiRa - Amsterdam, 5 Juni 2010
Catatan:
Puisi ini adalah salah satu karya, dibacakan pada acara pesta Ulang tahun Penyair Mawie Ananta Jonie ke 70 tahun, di Almere, tgl 5 Juni 2010
[Haibun] Amnesia Lumpur Beracun
Berkontradiksi
Perubahan ilusi
Nihil logika
Struktur ribet
Bencana lumpur panas
Tanpa solusi
Aah..akibat jalur berpikir dipersimpangan jalan, dirintis arus komunikasi error, maka sistim perubahan menapak pada jejak keputusan berpihak, mengatas namakan untuk kebenaran, keadilan dan hak Azasi Manusia, nyatanya politik elit menjadi wadah anjang rebutan rezeki penjualan kesengsaraan rakyatnya.
Tipu muslihat
Persepsi anomali
Berkedok bisnis
Saling berkepentingan
Buta mata hatinya
Melawan penindasan, menepis daya ingatan budaya kesadaran kolektif, kebangkitan semangat persatuan dan kesatuan demi mempertahankan kemerdekaan jati diri bangsa, untuk perjuangan keadilan sosial seperti mengalami amnesia bernuansa hampa udara, dirasakan hanyalah saling menyakiti dan melukai antar saudara setanah air.
Penetrasi kapital
Gas bumi murka
Dosanya penguasa
Integrasi korupsi
Budaya kebatilan
Kaya dan miskin
Ketidaksetaraan
Diperjuangkan
Pergolakan sosial
Cermin kemandirian
MiRa - Amsterdam, 2 Juni 2010
Perubahan ilusi
Nihil logika
Struktur ribet
Bencana lumpur panas
Tanpa solusi
Aah..akibat jalur berpikir dipersimpangan jalan, dirintis arus komunikasi error, maka sistim perubahan menapak pada jejak keputusan berpihak, mengatas namakan untuk kebenaran, keadilan dan hak Azasi Manusia, nyatanya politik elit menjadi wadah anjang rebutan rezeki penjualan kesengsaraan rakyatnya.
Tipu muslihat
Persepsi anomali
Berkedok bisnis
Saling berkepentingan
Buta mata hatinya
Melawan penindasan, menepis daya ingatan budaya kesadaran kolektif, kebangkitan semangat persatuan dan kesatuan demi mempertahankan kemerdekaan jati diri bangsa, untuk perjuangan keadilan sosial seperti mengalami amnesia bernuansa hampa udara, dirasakan hanyalah saling menyakiti dan melukai antar saudara setanah air.
Penetrasi kapital
Gas bumi murka
Dosanya penguasa
Integrasi korupsi
Budaya kebatilan
Kaya dan miskin
Ketidaksetaraan
Diperjuangkan
Pergolakan sosial
Cermin kemandirian
MiRa - Amsterdam, 2 Juni 2010
[Haibun] Lumpur Lapindo
Lumpur Lapindo
Di seberang lautan
Panas mengganas
Semburan gas beracun
Hancur meluluh lantak
Aah... Letusan liar lumpur panas itu, meluap ganas tanpa henti, mengalir deras, menggelegar murka, membrangus hangus, ludes desa kampung halaman bersama lahan pertanian, tatanan kehidupan umat manusia porakporanda.
Pemboran sumur gas bumi, nyatanya gagal total, akibat eksplorasi dan ekploitasi di Porong - Sidoarjo, jiwa tamak pemodal bermoral lintah darat, demi mengeruk keuntungan sistim kapitalisme.
Bisnis pemodal
Konspirasi korupsi
Dan politisi
Akibat ulah kafir
Tragedi manusia
Gelombang awan hitam pekat di kaki langit, kelam mencekam menyertai
nestapa duka lara, pedih dan nyeri kehilangan sanak keluarga yang dikasihi.
Dari rumahnya
Diungsikan, terlantar
Dipaksa pergi
Rakyat penduduk
Dijarah dan ditipu
Hak Keadilan?
Rawan bencana
Anak jaman melawan!
Ibu Pertiwi
MiRa - Amsterdam, 29 Mei 2010
Di seberang lautan
Panas mengganas
Semburan gas beracun
Hancur meluluh lantak
Aah... Letusan liar lumpur panas itu, meluap ganas tanpa henti, mengalir deras, menggelegar murka, membrangus hangus, ludes desa kampung halaman bersama lahan pertanian, tatanan kehidupan umat manusia porakporanda.
Pemboran sumur gas bumi, nyatanya gagal total, akibat eksplorasi dan ekploitasi di Porong - Sidoarjo, jiwa tamak pemodal bermoral lintah darat, demi mengeruk keuntungan sistim kapitalisme.
Bisnis pemodal
Konspirasi korupsi
Dan politisi
Akibat ulah kafir
Tragedi manusia
Gelombang awan hitam pekat di kaki langit, kelam mencekam menyertai
nestapa duka lara, pedih dan nyeri kehilangan sanak keluarga yang dikasihi.
Dari rumahnya
Diungsikan, terlantar
Dipaksa pergi
Rakyat penduduk
Dijarah dan ditipu
Hak Keadilan?
Rawan bencana
Anak jaman melawan!
Ibu Pertiwi
MiRa - Amsterdam, 29 Mei 2010
[Haibun] Misteri
Setiap perjalanan, ingatan direbut kembali, kemudian dimasukkan dalam kuil kenangan, diawali dengan kelahiran, kematian dan reinkarnasi tak mungkin bisa dibatalkan.
Misteri kehidupan
Terbungkus kusut
Tanpa pegangan
Matahari terbit
Mawar dipangkas
Pandangan dikaburkan
Ada keanehan membuat ruang di hati, kali ini dalam tindakan, dihilangkan dari kehidupan, lalu melemparkannya ke rumput liar.
Menghambat rasa
Implikasi tercipta
Kenyamanannya
Di seberang jalanan
Kegelapan memudar
Depan jendela
Dari tempat dudukku
Burung berkicau
Waktu dan percakapan
Tak ada kejelasan
MiRa - Amsterdam, 24 Mei 2010
[Haibun] Kisah anak Serdadu
Sebuah film dokumenter, berjudul "Mijnheer de vader" (Tuan papa) mengulas tentang sejarah kolonial Hindia Belanda, di mana narasi serdadu Belanda pada tahun 1950, meninggalkan sekitar 8000 anak-anaknya di ufuk timur.
Pohon di puncak
Menggelinding ke bawah
Tangkai berembun
Jauh dari lautan
Angin mendesis tenang
Cermin dari cerita curahan hati, mengulas refleksi sketsa lukisan bertinta merah, mengukir goresan kisah suratan takdir dirinya, tanpa pengakuan hukum legalitas sebagai anak kandung "Tuan Papa"nya, telah mengusik ingatan riwayat hidupnya, meniti nasib anak bangsa, yang kelahirannya menjadi korban cinta dalam agresi perang kolonial.
Menabur debu
Angin dari utara
Masuk kubangan
Anak korban serdadu
Polisionil aksi
Selama perang kolonial 1946-1949, peristiwa penyerangan kolonialis, mengerahkan 130 ribu serdadu Belanda, menjadikan kota Surabaya lautan api, jiwa terbakar mengusung semangat kaum pemuda, berjuang demi mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia yang selama 350 tahun telah terjajah.
Serdadu Londo
Menebar keresahan
Perang dan cinta
Diterlantarkan
Kehilangan ayahnya
Tabu dan rindu
Darah merangkak
Pergi lebih kreatip
Biar mengalir?
MiRa - Amsterdam, 2 Juli 2010
Sumber: http://player.omroep.nl/?aflID=11120021&tt888=true
Pohon di puncak
Menggelinding ke bawah
Tangkai berembun
Jauh dari lautan
Angin mendesis tenang
Cermin dari cerita curahan hati, mengulas refleksi sketsa lukisan bertinta merah, mengukir goresan kisah suratan takdir dirinya, tanpa pengakuan hukum legalitas sebagai anak kandung "Tuan Papa"nya, telah mengusik ingatan riwayat hidupnya, meniti nasib anak bangsa, yang kelahirannya menjadi korban cinta dalam agresi perang kolonial.
Menabur debu
Angin dari utara
Masuk kubangan
Anak korban serdadu
Polisionil aksi
Selama perang kolonial 1946-1949, peristiwa penyerangan kolonialis, mengerahkan 130 ribu serdadu Belanda, menjadikan kota Surabaya lautan api, jiwa terbakar mengusung semangat kaum pemuda, berjuang demi mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia yang selama 350 tahun telah terjajah.
Serdadu Londo
Menebar keresahan
Perang dan cinta
Diterlantarkan
Kehilangan ayahnya
Tabu dan rindu
Darah merangkak
Pergi lebih kreatip
Biar mengalir?
MiRa - Amsterdam, 2 Juli 2010
Sumber: http://player.omroep.nl/?aflID=11120021&tt888=true
[HAIBUN]: Musim Bunga
Daun bersemi
Hijau menghias kota
Bunga merekah
Ingatan malam hari
Sinar bulan membayang
Aaah...terik matahari melayukan bunga dan daun-daunan, hingga tunduk tanpa daya. Hukum alam telah mengajarkan pada kita semua, bahwa hidup manusia dihitung dalam batasan waktu menuju kuburan, sekali pergi tak mungkin kembali lagi.
Mengenang masa
Usia melebur duka
Berbina jasa
Megah merah, berdarah
Hayat dikandung badan
Kuingat pesan akhirmu, Ayah, bahwa kehormatan, kemasyuran dan nama harum bukanlah titik akhir idaman hidupmu, walaupun hidup, mati, hina dan mulia adalah pemberian alam.
Kilatan petir
Di antara mega hitam
Awan menggumpal
Cermin berbalut luka
Kalah berlapis dendam
Waktu menjejak hening, raga terlentang di tempatnya, menyatu dalam gundukan tanah subur, bunga-bunga mungil menghias cantik di atas pusaramu. Ketika roch termenung dihadapan makam tak berpapan nama, perjalanan hidupnyapun tak berteduh.
Menuju pulang
Merambah jalan bebas
Tiada buntu
Menanti akhir hidup
Maut belum menjemput
Perahu laju
Menyisir sungai
Tekadku menggelora
Walau tongkat estafet
Rapuh dimakan waktu
MiRa - Amsterdam, 25 April 2010
Keterangan foto:
Laburnum anagyroides
Golden Chain Tree
Amstel Kade, berlatar belakang Rumah di atas Air dan taman Bunga - April 2010
Subscribe to:
Posts (Atom)