Tuesday, October 1, 2013

Kejinya Sarwo Edhie mertua SBY

Awan kelabu
Buta-tuli EsBeYe
Rakyat melawan

Tak terbayangkan kebiadaban mengerikan si komandan pembunuh berdarah dingin Sarwo Edhie mertua SBY, silahkan click dibawah ini... Memang sudah sepantasnya SBY Inkar janji, yang menjelang pemilu 2004&2009, SBY menjanjikan selama masa jabatan presiden akan menuntaskan kasus peristiwa Tragedi Nasional 1965/66, yang masih gelap persoalan Pembunuhan Massalnya. Janji-janji SBY itu memang menguntungkan bagi dirinya supaya bisa 2 x terpilih sebagai presiden, tentunya juga mendapat suara pemilu lebih dari 20 juta orang, dukungan anggota keluarga korban 65/66 yang masih bernasib malang-melintang. Rayuan SBY ke keluarga Korban Pembunuhan Massal 1965/66 hanya merupakan janji ilusi masturbasi.

Korban paska G30S 1965-Soeharto yang dibunuh dibawah komando Sarwo Edhie total berjumlah 3 juta orang. Bagi anggota keluarga korban yang hilang&dibunuh itu, juga ditambah jumlah korban yang dipenjarakan tanpa proses pengadilan, sampai hari ini nasib hidupnya tetap sengsara dalam ratapan tangis-sedih dan pilu tak menentu, menanti kapan Ayahnya, Ibunya, Neneknya, Kakeknya, Adiknya, Kakaknya atau anak2nya yang dibunuh atau hilang bisa ditemukan kembali. Bahkan anggota keluarga mereka semua itu yang masih hidup, beban hidupnya tetap terisolasi dalam kehidupan masyarakat sistim Pemerintahan "ORBA&REFORMASI ORBA"

Hai kawan!
janganlah berilusi
pada para pembantai umat insani
serta ke anggota keluarga keturunannya.

Pelaku pembantaian kemanusiaan
adalah keji,biadab dan kejam.

Selama 32 tahun Rezim Orde Baru
sadar akan sikap dan tindakannya
sebagai pelaku pembantaian massal.

Pencucian otak terhadap 200 juta umat 
melalui alat media cetak, filem dan pendidikan
telah melahirkan generasi penerus Reformasi-ORBA.


MiRa - Amsterdam, 1 Oktober 2013


Sarwo Edhie: Jangan berikan leher kalian gratis pada PKI

Reporter : Ramadhian Fadillah                          Selasa, 1 Oktober 2013 03:02:00
RPKAD. ©buku sejarah tni
199


Setelah menumpas G30S di Jakarta, Pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) bergerak ke Jawa Tengah. Salah satu kota sasaran RPKAD adalah Solo yang saat itu menjadi salah satu basis PKI.

RPKAD mulai memasuki Solo sekitar akhir Oktober 1965. Kedatangan komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo dan pasukannya disambut aksi mogok kerja Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) di Stasiun Solo Balapan.

Mereka hanya duduk-duduk di pinggir rel. Kereta dari Yogyakarta, Semarang, Madiun dan tujuan lain tertahan di Solo.

Kolonel Sarwo pun berdialog dengan para buruh tersebut. Wartawan Senior Hendro Subroto melukiskan peristiwa itu dalam buku 'Perjalanan Seorang Wartawan Perang' yang diterbitkan Pustaka Sinar Harapan.

Sarwo yang berkaca mata hitam berteriak. "Siapa yang mau mogok, berkumpul di sebelah kiri saya."

Hening. Tak ada yang bergerak. Sarwo berteriak lagi. "Siapa yang tidak mau mogok supaya berkumpul di sebelah kanan saya. Saya beri waktu lima menit!"

Ternyata semua pekerja itu berkumpul di sebelah kanan Sarwo. Tak ada satu pun yang berdiri di kiri. "Lho ternyata tidak ada yang mau mogok. Kalau begitu jalankan kereta api," kata Sarwo.

Para pekerja itu bergerak ke pos masing-masing. Mogok kerja berakhir, kereta pun berjalan kembali.

Di Jawa Tengah, pasukan ini juga kerap melakukan show of force. Mereka konvoi keliling kota dengan panser dan puluhan truk pasukan RPKAD. Para prajurit melambai-lambaikan tangan dengan ramah pada masyarakat yang semula takut. Strategi itu berhasil, rakyat menyambut sementara para pendukung G30S mulai ciut.

Sekain konvoi, Sarwo juga berorasi di rapat umum yang dihadiri ribuan massa. Sarwo mencoba menggerakan rakyat agar berani melawan PKI.

"Siapa yang bersedia dipotong lehernya dibayar seribu rupiah?" teriak Sarwo. Massa terdiam.

"Sepuluh ribu rupiah?" Massa masih diam.

"Seratus ribu? Sejuta? Sepuluh juta?" lanjut Sarwo pada massa yang terdiam.

"Jika dibayar Rp 10 juta saja kalian tidak mau dipotong lehernya, jangan berikan leher kalian secara gratis pada PKI. Kalian lawan PKI. Jika kalian takut, ABRI berada di belakang kalian. Jika kalian merasa tidak mampu, ABRI bersedia melatih," kata Sarwo disambut sorak sorai massa.

Ucapan Sarwo Edhie benar-benar dilakukan. RPKAD melatih pemuda-pemuda maupun aktivis ormas antikomunis. Rakyat ikut bangkit melawan PKI.

Merekalah yang kelak menjadi jagal bagi para anggota PKI, atau simpatisan, atau orang yang dituding sebagai PKI. Sejarah kemudian mencatat pembantaian massal terjadi di Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur. Sarwo Edhie mencatat korban tewas tak kurang dari 3 juta orang.

Sumber:  http://www.merdeka.com/peristiwa/sarwo-edhie-jangan-berikan-leher-kalian-gratis-pada-pki.html