ESAI

Karl Marx dan Krisis Kapitalisme


Pada 17 Agustus 2011Morgan Stanley menyatakan "Perekonomian dunia nyaris resesi..", dan para analis pasar saham London Edwards menyebutnya sebagai "Ice Age", bahkan perekonomian global menyebutnya "double dip" karena menurutnya "krisis finansial terjadi sejak tahun 2008, yang kini berlanjut menjadi krisis hutang..."

Padahal kontradiksi dalam sistim ekonomi kapitalisme sejak tahun 1973, nyatanya bukan disebabkan oleh krisis finansial yang kemudian berlanjut menjadi krisis hutang tapi karena adanya proses panjang krisis overproduksi. Krisis overproduksi yang terus menerus dalam sistim ekonomi kapitalisme, telah dinyatakan oleh Marx pada tahun 1850 dalam bukunya "Das Kapital.

Industrialisasi dalam produksi kapasitas akan terus meningkat dan mengglobal karena proses inovatip, persaingan bebas, mengejar keuntungan dan menghemat investasi tenaga kerja, maka daya beli terhadap produksi konsumsi mengalami penurunan karena peningkatan pengangguran dan penekanan/penurunan salary yang tak bisa lagi dihindari. Lalu, apakah kita semua telah tertipu dengan bermacam ragam penanganan krisis ekonomi kapitalisme?


Krisis over-produksi sejak tahun 1973

Tentunya kita masih ingat dan mengalaminya, tahun 1973 ekonomi kapitalis di Amerika dan Europa mengalami krisis overproduksi struktural akibat penemuan teknologi inovatip. Namun ketika itu penanganan krisis ekonomi seakan-akan slalu punya resep tangguh, seperti mampu memberi situasi kehidupan warga dunia "lebih baik dan mapan" dalam proses kehidupan sistim kapitalisme.

Kemudian tahun 80an ditemukan celah untuk menunda krisis, dengan dilanjutkannya restrukturisasi besar-besaran dalam sektor industri baja, pertambangan, industri kaca, tekstil dan pembuatan kapal. Maka proses produksi konsumsi terus meningkat secara artifisial tinggi sebagai komunitas global budaya konsumsi. Kebijakan presiden Reagan di AS dan Perdana Menteri Thatcher di Inggris ketika itu, terus melakukan serangan terhadap serikat buruh, dan memberi keringanan pajak tinggi bagi golongan orang kaya, sehingga mereka bisa mengeluarkan uang sebanyak-banyaknya dan deregulasi dalam skala dunia pasar finansial.

Kapital telah mencari jalan keluar dengan mengalirkan modalnya ke sektor finansial. Maka BNP (Bruto Nasional Produk) mencapai lima kali lebih besar, sedangkan hasil di sektor finansial lima belas kali lebih besar pada tingkat global. Dengan begitu spekulasi di sektor finansial kapital melonjak tinggi, sehingga krisis overproduksi melalui agenda peningkatan investasi di ekonomi riil tidak pula memberi keuntungan signifikan.

Sampai tahun 2000 masyarakat miskin di AS dipicu sebagai "peminjam uang" untuk menjadi konsumen bank tanpa mekanisme kontrol atas pendapatan salary mereka di sektor proprerti, lalu 6 juta pembeli rumah dinyatakan tidak memiliki persyaratan standar nilai kredit, dan 3 juta orang telah kehilangan rumah tinggalnya.

Sementara itu di tahun 80an, negara-negara di eropa barat mengalami pula "pertumbuhan ekonomi" secara eksponensial, pendapatan negara melalui pajak dan keuntungan modal mengalir deras seperti salju mencair dari gunung Es. Pada tahun 2008 bendungan krisis finansial menjebol dunia, arus efek domino mengalir deras sampai kini ke jurang krisis hutang pendapatan Negara di Amerika maupun di Eropa. Di Belgia, menurut ormas Solidair, tahun 2009 ada lima puluh perusahaan multinasional yang paling menguntungkan di Belgia tidak membayar pajak sejumlah 14,3 milyar euro.

Kas Anggaran Pendapatan di negara-negara Barat mengalami tingkatan minus akibat lambannya pertumbuhan ekonomi. Tercatat hutang AS naik, dari 62% dari BNP di tahun 2007 menjadi 101% pada tahun 2011. Di Eropa, Irlandia, sampai akhir 2010 tercatat defisit sebesar 32%, Yunani dan Portugal lebih dari 9%, Perancis 7,7%, Spanyol 5,7% dan 4,1% di Belgia. Maka krisis finansial 2008 berubah menjadi krisis Hutang pemerintah.


Banyak politisi dan ekonom menganalisis krisis dari tahun ke tahun dengan menggunakan "Das Kapital" karya Karl Marx yang dibencinya itu. Saat ada pertumbuhan ekonomi, Marx dicela, tapi dalam keadaan krisis ekonomi, ia terus keluar dari lemari: Karl Marx abad 19 adalah seorang filsuf, ekonom dan pionir gerakan komunis di Europa. Tahun 1989 penerbit Berlin mencetak ulang karya lengkap Marx dan Engels untuk pertama kalinya. Dan, sejak saat itu Ibaratnya Karl Marx kembali mengepung kota saat situasi ekonomi sedang krisis.

Seorang Ekonom Amerika yang bukan Marxist pun, Nouriel Roubini mengakuinya bahwa: "Marx benar", ia menyatakan "Kapitalisme menghancurkan dirinya sendiri. Pergeseran pendapatan dari tenaga kerja ke modal, mengakibatkan peningkatan produksi kapasitas dan penurunan permintaan terhadap produksi konsumsi. Pemangkasan jam kerja akan menurunkan pendapatan bagi kaum pekerja, hal inilah yang meningkatkan ketidaksetaraan serta mengurangi permintaan daya beli."


Krisis kapital
Karl Marx mengepung kota
Rakyat berlawan

MiRa - Amsterdam, 10 September 2011

***

SBY dan Kunjungan Barack Obama di Indonesia

Pada 10 november 2010 mendatang akan ada kunjungan presiden Obama ke Indonesia. Dijadwalkan pula ia melakukan peletakan karangan bunga di Taman Makam Pahlawan Kalibata, sedangkan isu pencalonan Suharto untuk diberi gelar pahlawan nasional masih menimbulkan reaksi pro dan kontra, mengingat peranan Suharto selama 32 tahun masa jabatannya sebagai presiden itu lebih dikenal sebagai jagal sekaligus tokoh koruptor terbesar dan pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan di Indonesia maupun di tanah bekas jajahannya, Timor Leste.

SBY sebagai kepala negara telah diuji sikap politik di dalam negerinya, misalnya dengan adanya peristiwa bencana alam di sepanjang bulan oktober 2010 ini, yang muncul secara beruntun di tiga tempat wilayah Indonesia, di Wasior, 4 Oktober, di kepulauan Mentawai, 25 Oktober dan gunung Merapi 26 Oktober.

Korban jiwa manusia dan kerugian harta benda di update di setiap detik oleh para pengamat dan pemerintah, dan korbannya masih terus bertambah, sampai hari ini belum semua teridentifikasi jumlah totalnya. Bencana alam ini tentunya harus ditangani secara manusiawi, secara gotong royong dalam semangat solidaritas bangsa, tapi malahan terdengar kabar bahwa gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno malahan berjalan-jalan plesiran ke Jerman.

Bencana Politik warisan rezim Suharto

Sementara itu mari kita menghitung banyaknya jumlah korban kematian dan pemenjaraan di masa rezim SBY, yang disebabkan oleh persoalan pelanggaran HAM di daerah konflik seperti di Aceh, Ambon, Poso dan Papua, contohnya dugaan penyiksaan yang dilakukan oleh satuan anti teror Polri, Densus 88, korbannya dengan tuduhan separatis di Maluku, juga beberapa korban penyiksaan aparat terhadap rakyat di daerah kabupaten Puncak Jaya, Papua, berita tersebut disebarluaskan melalui video Youtube, dan telah menjadi perhatian publik Internasional. Bencana politik warisan rezim Suharto sampai saat ini masih gelap karena digelapkan secara sengaja oleh penguasa sekarang.

Diberitakan pula oleh beberapa surat kabar di Indonesia, bahwa sejak tahun 2003 - 2009 Polri sudah menangkap lebih dari 500 orang yang dituduh dalam kasus terorisme, dan selama masa pemerintahan SBY diperkirakan sekitar 40 orang yang dituduh teroris telah dieksekusi dengan cara “extra judicial killing”.

Maka semakin jelaslah peranan SBY yang didukung oleh barisan kelompok loyalis rezim militer Soeharto dan simpatisannya, melalui Partai Golkar dan Partai Demokrat, menjalankan metode politik kekerasan dan KKN . Bahkan pembangunan politik dan ekonomi dalam negeri mewarisi budaya korupsi, misalnya, dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi, yang menurut Danang dari ICW: punya efek negatif, korupsi semakin marak di daerah dengan cara yang beragam, 73 persen perkara yang sekarang sedang ditangani KPK adalah korupsi di daerah.

Kenyataan banyak kasus korupsi yang terjadi di jajaran institusi negara di eksekutif, legislatif, dan sampai di yudikatif, seperti skandal Century, Markus, dan kasus rekening gendut yang melibatkan beberapa jenderal Polri maupun kasus-kasus korupsi lainya sampai di tingkat daerah itupun tidaklah pernah bisa ditangani secara transparansi dan tuntas. Sedangkan kenaikan harga sembako maupun harga bahan-bahan kebutuhan untuk hidup sehari-hari, seperti tarif listrik, air, gas, dan biaya pendidikan yang semakin melambung.

Pada tanggal 20 Oktober 2010 yang lalu, koran gratis di Belanda bernama Metro yang oplagnya setiap hari kerja sebanyak 1.945.000, telah memuat berita berjudul: "Demonstrerende Indonesiërs eisen aftreden Yudhoyono" (Demonstran menuntut pengunduran diri Yudhoyono). Isi beritanya mengabarkan bahwa polisi di Jakarta telah menembakkan gas air mata dan tembakan peringatan pistol dalam bentrokan dengan para demonstran dan mahasiswa, yang mengakibatkan seorang mahasiswa telah tertembak dan terluka kakinya.

Dikatakan pula bahwa aksi demonstrasi diatas adalah salah satu bentuk protes ketidak puasan selama setahun masa jabatan SBY sebagai Presiden jilid 2, dimana pada awal SBY menjabat Presiden enam tahun lalu (2004) telah berjanji untuk memberantas korupsi, menangani kasus pelanggaran hak asasi manusia dan untuk meningkatkan ekonomi, tapi menurut banyak orang Indonesia, SBY tidak memiliki peranan yang signifikan atas janji-janjinya. Popularitas SBY mengalami penurunan tajam sejak pemilu terakhir, dimana bulan Juli tahun lalu dia didukung oleh 63 persen dari jumlah penduduknya, dan sekarang hanya 38 persen yang masih percaya janji angin surganya SBY.

Politik Luar negeri rezim SBY dan urgensi kunjungan kenegaraan presiden Obama

Kunjungan kenegaraan Presiden Obama, direncanakan juga untuk mengunjungi Masjid Istiqlal, dimana tempat ibadah itu dikenal sebagai mesjid termegah dan terbesar di Indonesia, yang dijadikan simbol bagi penduduk Islam terbesar di dunia. Kehadiran Obama beserta rombongannya selama 2 hari kunjungan kenegaraan ini tentunya memiliki tujuan prioritas hubungan bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Menurut Teuku Faizasyah, Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional yang dimuat di indojunkers.com: "Obama ke Indonesia 9-10 November, dalam hubungan RI - AS yang hampir setengah dekade ini menunjukkan arah penguatan yang cukup signifikan, diwarnai antara lain dengan pengakuan AS terhadap demokratisasi yang telah berjalan sangat baik di Indonesia, proses reformasi, penghormatan atas pluralisme ini, dan keberhasilan Indonesia dalam memerangi terorisme".

Sambutan positif Faiza ini tak mengejutkan kita semua, lantaran pernyataan tersebut adalah standard bahasa diplomatik, yang mungkin enak terdengar di telinga publik umum tapi nyatanya sangat pahit untuk dirasakan oleh mayoritas rakyat Indonesia yang nasibnya miskin dan tak berdaya karena tidak memiliki keadilan, dan hak asasi manusia dalam kehidupan sehari-harinya.

Dikatakan pula di berita internet tersebut bahwa kemitraan komprehensif RI - AS, perdagangan dan investasi, sebagai salah satu isu penting untuk memperkuat dan meningkatkan hubungan serta kerjasama bilateral RI-AS bidang pembangunan politik dan ekonomi, mencakup aspek pembahasan soal demokrasi, pluralisme dan toleransi serta outreach ke negara negara Muslim. Hal pembahasan itu menyangkut pula pada persoalan penanganan anti terorisme, pelanggaran HAM dan korupsi di Indonesia yang sedang berkembang luas.

Bila kita menilik kembali pada hubungan bilateral antar Indonesia dan Belanda. Berkaitan dengan kunjungan kenegaraan SBY ke Belanda dan sikap politik luar negeri Indonesia akibat "pembatalan di menit menit terakhir" itu sempat menjadi isu spektakuler, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Isu tersebut yang dibangkitkan oleh media cetak dan internet, telah menimbulkan reaksi pro dan kontra yang semata-mata hanya retorika politik yang sedap didengar oleh para penggemar gosip politik.

Simaklah isi berita di situs koran De Telegraaf, tgl 5 oktober 2010, jam 13:59, berjudul "Hirsch Ballin gaf toelichting aan ambassadeur" (Hirsch Ballin telah memberi informasi ke Duta Besar). Menurut Menteri Kehakiman Belanda, Ernst Hirsch Ballin, mengatakan bahwa sebelumnya ia telah menelepon duta besar Indonesia F. Habibie dua kali berturut-turut, dimana ia menjelaskan bahwa akan ada tuntutan ke pengadilan dari warga negara Belanda melalui pengadilan di Den Haag, tuntutannya soal urusan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia, jika tuntutan itu berhasil dikabulkan oleh pengadilan, maka SBY bisa ditangkap sewaktu mendarat di lapangan terbang Schiphol. Itulah konsekwensi SBY di Eropa yang menghadapi gugatan hukum secara individu dari seorang warga negara Belanda.

Di koran yang sama telah memuat pula tanggapan salah satu pengamat politik Indonesia bernama Sumowigeno dari CINAPS, ia direktur kajian politik Center for Indonesia National Policy Studies, tulisannya berjudul "afzeggen bezoek toont zwakte Indonesië" (pembatalan kunjungan menunjukan kelemahan Indonesia). Ia mengatakan kalau memang benar ada ancaman proses hukum di Belanda selama SBY berkunjung, mestinya Presiden Yudhoyono "fight", sebagai pemimpin negara besar. "Tak ada diplomasi yang berjalan kalau masalah yang ada bukannya dihadapi tapi dihindari," katanya. Iapun percaya bahwa hubungan diplomatik Indonesia dengan Belanda hanya bisa maju bila mau "membereskan isu-isu separatis yang mengancam hak asasi manusia di Indonesia".

Dalam versi cerita di media cetak dan internet ada pendapat salah satu pengamat politik Indonesia rupanya dianggap "tidak tepat" peranan politik luar negerinya SBY itu, hal tersebut telah menggelitik keingintahuan lebih lanjut tentang apa sih sebenarnya latar belakang dari tujuan kunjungan kenegaraan SBY ke Belanda itu? Lalu, sampai sejauh mana hitungan untung dan rugi atas kepentingan ekonomi Indonesia dan Belanda bila dikaitkan dengan persoalan korupsi, pelanggaran HAM dan pembangunan politik dan ekonomi hanya untuk stabiltas dan keamanan?

Sehubungan dengan kunjungan kenegaraan tersebut, tujuan utama dan terpenting adalah untuk menandatangani kemitraan Comprehensive Partnership Agreement (BPA), yang mana sebelumnya sudah ada agenda kerangka kerjasama untuk peluang bisnis dalam hubungan perdagangan dan investasi, dan telah disusun serta disepakati dulu oleh Menteri Luar Negeri Wirajuda bersama wakil dari kabinet Balkenende.

Dalam agenda kerjasama BPA tersebut - menurut laporan catatan dari parlemen Belanda tahun lalu - pembahasannya mengarah pada hal isu-isu pembangunan politik dan ekonomi untuk stabilitas dan keamanan. Berkaitan dengan agenda sosial dan ekonomi, sosial, budaya dan konsuler, yang mengacu urusan internasional, antara lain dibahas mengenai peranan dukungan Belanda, mencakup upaya SBY untuk memperbaiki dan meningkatkan kehidupan sosial dan ekonomi di daerah konflik. Hal ini dinilai penting oleh pihak Belanda untuk mengurangi "ketegangan" sosial karena adanya persoalan pelanggaran HAM seperti di Aceh, Maluku, Poso dan Papua.

Termasuk juga pembahasan laporan catatan dari parlemen Belanda mengenai undang-undang otonomi khusus tahun 2001 dan masalah menangani persoalan HAM di Papua, memang ada tawaran dari pihak Papua ke alamat SBY agar ada mediasi internasional dari dua anggota Kongres Amerika Serikat, dan menurut pendapat pihak Belanda merupakan masalah internal Indonesia. Akan tetapi Belanda akan tetap siap mendukung upaya tersebut, bila dibutuhkan, misalnya membantu melalui proyek-proyek di bidang pembangunan proyek-proyek sosial, ekonomi dan pembangunan kapasitas kehidupan di Papua.

Kalau dilihat dari peluang bisnis dalam hubungan perdagangan antar kedua belah pihak, menurut data laporan keuangan departemen luar negeri Belanda untuk hubungan dagang dengan Indonesia sampai tahun 2006, Indonesia telah lama mendapat surplus dalam perdagangannya dengan Belanda. Total nilai impor Belanda sebesar hampir € 1,7 miliar, sedangkan ekspor Belanda ke Indonesia selama periode yang sama sekitar € 66.700.000. Ini berarti surplus sebesar € 1.217.000.000 telah mendukung perekonomian Indonesia. Impor Belanda dari Indonesia terdiri dari makanan, minyak hewan dan minyak nabati, batubara, mesin dan peralatan transportasi, mesin peralatan kantor dan pengolahan data otomatis, furnitur, pakaian dan sepatu. Belanda terutama mengekspor mesin dan peralatan transportasi, bahan kimia, logam dan logam bekas.

Jadi mengenai urusan bisnis dalam hubungan dagang antara Indonesia dan Belanda sepertinya tidak bermasalah, namun bila hal bisnis tersebut dikaitkan dengan persoalan korupsi dan pelanggaran HAM maka oleh pihak Indonesia dianggap merendahkan harga diri bangsa dan negara Indonesia. Misalnya, isu berita tuntutan ke pengadilan dari salah satu aktivis RMS kepada Pemerintah Belanda, untuk supaya melakukan "penangkapan Yudhoyono" di Belanda, telah menjadi kenyataan gugatan hukum pengadilan dengan mempersoalkan pelanggaran HAM di Indonesia. Namun alasan itu buat Fani Habibie dianggap tidak berarti, karena menurut Fani, kunjungan kenegaraan pada bulan Oktober presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda sangat diragukan seandainya Partainya Wilders yang dikenal "anti Islam" itu masuk ke dalam kabinet baru di Belanda". Sehingga sikap politik luar negeri rezim SBY, ibaratnya dipandang sebagai ungkapan "seperti anjing mencari tongkat pemukulnya.

Lalu bagaimana dengan agenda kunjungan Obama ke Indonesia berkenaan dengan
hal pembahasan penanganan anti terorisme?  

Menurut laporan International Crisis Group (ICG), berjudul "Jihadi Surprise in Aceh", yang dirilis bulan April 2010 y.l. di Brussel, serangan dan penangkapan kelompok yang menyebut dirinya al-Qaida di Aceh, di sebuah kamp pelatihan di Indonesia bagian barat itu, menjadi hal serius atas sinyal penanganan soal terorisme, yang harus dilakukan pihak pemerintah Indonesia. Dan, dalam laporan itu juga diulas masalah penanganan ancaman terorisme dihubungkan  dengan kasus korupsi. hal ini dipakai sebagai isu pembangunan politik-ekonomi untuk stabilitas dan keamanan negara.
Menurut peneliti senior International Crisis Group (ICG), Sidney Jones, "Indonesia tentunya bisa menangkap dan membunuh beberapa tokoh utama teroris baru gaya Al-Qaeda tersebut, akan tetapi persoalan korupsi tetap menjadi ancaman utama, karena koruptorlah yang jutru mengambil kredit keuntungan gerakan ekstrimis semakin tumbuh pesat di Indonesia.

Misalnya, dengan kematian pemimpinnya seperti Dulmatin dan Noordin Muhammed Top (Nurdin Top) tidak berarti ancaman semakin berkurang, para anggotanya masih tetap berkeliaran dimana-mana dengan menyandang pengetahuan baru metode teror jaringan regional Jemaah Islamiyah. Kelompok Jihad tidak hilang setelah gelombang penangkapan, mereka bahkan berkembang dan bermutasi melalui pembentukan kelompok baru. Pembunuhan seorang Nurdin Top atau Dulmatin tidak menghilangkan ideologi tentang jihad, bahkan dapat memberikan kehidupan baru yang dirasakan dari beberapa pemimpin lainnya dalam gerakan Jihad. Hal ini penting untuk dipahami lebih baik bagaimana, mengapa ideologi Jihad semakin berakar dan menyebar di Indonesia".

Mengenai peran pihak Indonesia yang dikatakan harus tetap kritis dan mampu menganalisa taktik pimpinan faksi Nurdin Top, dan perlu pula merenungkan serangkaian kegagalan terpapar dari "kegiatan terbaru para ekstremis" itu. Dikatakan pula oleh CGI itu bahwa Teroris juga menggunakan sindikat jaringan dengan menjalin jaringan ikatan kerja rahasia dengan pejabat Indonesia dari berbagai departemen pemerintah di daerah mapun di pusat.

Misalnya, Kelompok Teroris Aceh dengan menggunakan kontak polisi yang korup untuk membeli senjata yang seharusnya dimusnahkan. Belum lagi bagaimana korupsi menjadi minyak pelumas untuk menstimulasi kegiatan teroris. "Dulmatin, yang ahli bom dan salah satu dalang bom Bali tahun 2002 telah menewaskan lebih dari 200 orang, nyatanya tidak kesulitan mendapatkan kartu identitas palsu lokal dan paspor," katanya.

Di berita kompas.com, berjudul "Teror Diatur dari penjara", mengutip pernyataan Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri di Istana Negara, Jakarta: ”Hingga saat ini kami masih mengejar 12 orang lagi yang masuk dalam DPO (daftar pencarian orang). Namun menurut keterangan ICG, ke 12 anggota kelompok kriminal yang telah ditangkap dan dipenjara itu, nyatanya mendapat kebebasan untuk menerima kunjungan dari anggota ekstremis lainnya, juga diberi kebebasan menggunakan telepon seluler selama berada di penjara."

Dalam hal ini Indonesia masih dikenal memiliki sistem kerja intelijen buruk karena adanya kasus korupsi, sehingga, katanya, penanganan kasus pembrantasan terorisme  yang digunakannya melalui pendekatan lunak dan tidak menggunakan metode keras seperti yang dilakukan oleh gaya 'Internal Security Act' di Singapura.

MiRa - Amsterdam, 5 Nopember 2010

Sumber:
SBY supports Laskar Jihad,click:http://www.youtube.com/watch?v=5L-9HcTb1es&feature=relatedhttp://www.eu2004.nl/nl/Actueel/Kamerstukken/2009/11/Kamerbrief_inzake_Schriftelijke_antwoorden_naar_aanleiding_van_de_eerste_termijn_van_uw_Kamer_tijdens_de_begrotingsbehandeling_van_Buitenlandse_Zaken/Bijlage/Bijlagehttp://personen.inhetnieuws.nl/Susilo_Bambang_Yudhoyono
http://legalift.wordpress.com/2010/04/21/corruption-fuelling-terrorism-in-indonesia/
http://www.eu2004.nl/nl/Actueel/Toespraken/2007/12/Seizing_business_opportunities_towards_a_better_partnership_between_Indonesia_and_the_Netherlands
http://www.minbuza.nl/nl/Reizen_en_Landen/Landenoverzicht/I/Indonesi%C3%AB/Betrekkingen_met_Nederland
http://nasional.kompas.com/read/2010/03/18/03292079/Teror.Diatur.dari.Penjara
http://www.interpol.go.id/id/kejahatan-transnasional/terrorisme/69-teroris-di-indonesia-dan-usaha-usaha-yang-diambil-untuk-mengalahkan-masalah
http://batamku.info/298-orang-tewas-akibat-serangan-teroris
http://www.bisnis.com/umum/1id216332.html
http://us.detiknews.com/read/2010/09/13/140959/1439808/10/australia-selidiki-dugaan-penyiksaan-oleh-densus-88?nd992203605


***

Latar belakang konflik politik SBY vs RMS

Oleh MiRa

Sewaktu pemilu parlemen Belanda di tahun 2006, Partai Buruh (PvdA) telah kehilangan sejumlah kursi, pemilihnya ada yang bergeser ke Partai Sosialis (SP), pada pemilu tahun 2010 ini partai sayap kanan Kristen Demokrat (CDA) dan Partai Liberal (VVD) juga mengalami kehilangan kursi pindah ke Partai Geert Wilders yang bernama PVV.

Kini barisan massa beraliran ultra-kanan telah menyatu, karena kemenangan dari dukungan suara sebanyak 76 kursi dalam kabinet partai pemerintahan baru, yaitu CDA, VVD, PVV. Akhirnya menjadi jelaslah, bahwa proses pergeseran dan pergesekan antara ketiga kekuatan aliran tradisional itu, tercermin pula di kalangan golongan etnis di Belanda, dimana peranannya sebagai pendukung loyalis golongan Ultra Kanan.

Lalu, sampai sejauh manakah golongan etnis Maluku, Indo Belanda dan golongan “non-muslim tapi non-kulit putih” seperti golongan Veteran eks KNIL dan golongan etnis Suriname turut berperan sebagai pendukung kepentingan politik PVV Geert Wilders?

PVV dan RMS

Seperti kisah suksesnya populis Ultra kanan Pim Fortuyn (Driehuis, 19 februari 1948 - Hilversum 6 mei 2002), lalu kini sosok Geert Wilders telah berhasil juga untuk menempati peranan tokoh sentral populisme berhaluan ultra kanan di negeri Belanda, yang digambarkan sebagai figur fasis, rasis, “provinsial”, xenophobi dan “liberal berdarah murni”.

Pandangan dia, menurut salah satu ilmuwan politik, Meindert Fennema (UVA), benar-benar ekstrim, radikal kanan, dan anti Islam, yang sama dengan gerakan ultra kanan dari Jean Marie Le Pen (Front Nationale, Perancis), Filip de Winter (Vlaamse Belang, Belgia).

Bahkan kampanye politik Wilders dianggap ‘mengganggu’ kestabilan politik di Eropa, serta jauh melampaui batas hukum negaranya. Wilders sendiri menyebut dirinya baru-baru ini sebagai sosok “pejuang untuk kebebasan Belanda”, sebelum itu ia menggambarkan dirinya sebagai “demokrat sejati”.

Ada seorang pengamat internet yang selama masa pemilu 2010 berlangsung telah menyatakan bahwa PVV tampaknya menjadi populer di komunitas masyarakat Maluku. Dalam sebuah jejak pendapat di website ‘Buka Mulu.nl’, telah menunjukan lebih dari 50% pengunjung website tersebut memilih PVV, mungkin tidak sepenuhnya sebagai angka representatif tetapi dapat menjadi indikasi bahwa PVV didukung oleh mayoritas etnis Maluku di Belanda.

Pada bulan September 2009, koran Belanda NRC Handelsblad mempublikasikan hasil penelitian tentang profil pemilih PVV. a.l.:
1. di dalam pendukung PVV sendiri terjadi polarisasi dalam menanggapi isu-isu program agenda politiknya.
2. pemilih PVV banyak didapat dari suara-suara yang kecewa dengan pemerintahan koalisi di bawah pimpinan Balkenende saat ini.
3. PVV pemilih berpikir lebih negatif tentang imigran karena pengalaman buruknya dengan kelompok etnis non kulit putih.
Selain itu, PVV banyak mendapat dukungan dari kaum laki-laki, dari golongan berpendidikan rendah, dan kaum pengangguran. Para pemilih PVV ini juga dinilai lebih memiliki kesadaran politik bila dibandingkan dengan rata-rata penduduk di Belanda yang a-politis.

Sehubungan dengan sikap pemerintah kabinet Balkenende, peneliti Masyarakat Maluku di Belanda, Justus Veenman dan Trees Tunjanan, menyimpulkan bahwa banyak kekecewaan masyarakat Maluku ini terhadap kabinet Balkenende, terutama kebijakan dalam negerinya.

PVV juga menilai bila pemilihnya rata-rata berfikiran negatif dan anti orang Maroko, itu adalah merupakan kesempatan emas bagi Geert Wilders untuk memanfaatkan momentum ketegangan sosial antar golongan imigran, yang pernah terjadi di beberapa kota di Belanda.

Misalnya pertikaian antara golongan remaja Maroko dan Maluku, kemudian berlanjut ke konflik sosial sampai pada kasus pembakaran gereja Maluku di Hoogeveen dan di Nijverdal, tentunya menjadi kelanjutan berita spektakuler di media cetak, elektronik maupun televisi. Keresahan di kalangan masyarakat Maluku semakin meningkat, misalnya di Culemborg, tapi juga terjadi di Utrecht, Gouda dan Assen. Geert Wilders adalah satu satunya politikus yang turut aktip di Twitter dalam menanggapi kerusuhan antara remaja Maluku dan Maroko di awal tahun ini di Culemborg.

Kedua peneliti Belanda itu melihat status sosial ekonomi yang rendah dari golongan etnis Maluku sebagai penjelasan golongan paria di Belanda. Pemerintah dinilai berperan kurang baik dalam menangani persoalan proses integrasi masyarakat pendatang di Belanda. Kasus ini terbukti dari hasil penelitiannya, bahwa masyarakat Maluku tidak berprestasi tinggi dalam pendidikan Belanda, skor mereka di bawah kelompok-kelompok imigran lainnya. Peneliti Justus Veenman dan T. Tunjanan mencatat bahwa ada “stagnasi proses integrasi” dari generasi ke 3 di golongan masyarakat Maluku di Belanda.

Kedua peneliti itu juga menunjukan bahwa latar belakang lambatnya perkembangan etnis Maluku ini dimulai sejak kedatangan mereka di Belanda di awal tahun lima puluhan. semua itu akibat Undang-undang “Remigrasi” yang menstimulasi dan mengarahkan untuk kembali ke Tanah Airnya. Kenyataan ini mengejutkan banyak pihak di masyarakat umum di Belanda maupun golongan etnis Maluku sendiri. Para peneliti terkejut melihat sangat minimal perhatian pemerintah terhadap dampak dari pengaruh kebijakan “Integrasi”, yang sangat merugikan sehingga sekarang terlihatlah bukti keterbelakangan tingkat pendidikan golongan remaja etnis Maluku.

G.Wilders vs F. Habibie

Ditambah lagi kekecewaan golongan etnis Maluku terhadap kebijakan luar negeri Belanda di Indonesia dalam menangani persoalan pelanggaran HAM. Kekecewaan ini terutama ditujukan pada sikap politik Menteri Luar negeri Verhagen yang sehubungan dengan kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

Pernyataan dubes F. Habibie melalui koran Belanda menjadi bola panas di Den Haag, yang isinya antara lain: “Mungkin para pemilih partainya Wilders menderita Xenophobie”, rupanya berhasil memancing reaksi kemarahan Geert Wilders bersama massa pendukung loyalisnya. Segera figur populis ini yang sedang naik daun itu, memberi komando kepada Menlu Verhagen untuk menegur dubes Indonesia. Dalam hal ini pengujian kekuatan pengaruh politik Ultra Kanan Geert Wilders terbukti berhasil membangkitkan jiwa “patriotisme” di dalam negerinya.

Bagi pribadi Geert Wilders, panutan “Nasional Patriotisme” adalah obat mujarab untuk memperkuat front persatuan dan memelihara pengaruh lingkungan masyarakat di Belanda, dan menjaga nilai-nilai warisan budaya serta keyakinan sakral pada zaman kejayaan Kolonialisme Belanda. Panutan ini yang di terapkan dan di promosikan di dalam negerinya itu, dianggap layak menguak impian cita-cita “tanah air” West Papua, dimana pihak pemerintahan Belanda pernah menjanjikan akan dihibahkan kedaulatannya kepada golongan eks veteran KNIL dan Indo Belanda.

Impian cita-cita “Tanah Air” itu rupanya dilatarbelakangi pula oleh peristiwa sejarah kehidupan Kakek, Nenek bersama Ibunya Geert Wilders. Kakeknya yang bernama John Ording, di tahun 1933 menjabat sebagai wakil Inspektur untuk Pengawasan Keuangan di Surabaya, dan setahun kemudian ia dipecat secara “tidak Hormat”, lalu meninggal dunia pada tahun 1942 di Sukabumi. Sedangkan Neneknya bernama Johanna Ording adalah keturunan Yahudi-Belanda meninggal tahun 1946 di Kosentrasi Kamp Jepang. Selama bermukim di Hindia Belanda nasib hidup keluarga Ibunya diasingkan dan ditelantarkan oleh pemerintahan Kolonial Belanda. Maka tak mengherankan bila progam Wilders, nyatanya sangat berguna bagi orang-orang yang antara lain:
- Menginginkan pengembalian uang pajak cicilan rumah bagi para pemilik rumah
- Menginginkan peningkatan perawatan untuk orang tua
- Mengkampanyekan anti Islam
- Mengkampanyekan kebebasan berpendapat tanpa batas
- Menginginkan adanya peningkatan budaya, identitas dan tradisi Belanda
- Merealisasi peningkatan hidup bangsa Belanda asli sebagai bagian dari masyarakat bangsa Aria

Riwayat “haat en liefde relatie” alias hubungan cinta tapi benci antara Indonesia dan Belanda nampaknya terganggu lagi dalam kepentingan ekonominya. Padahal sejak lahirnya sistem Orde Baru, pemerintah Belanda selalu “menganak-emaskan” kepentingan Indonesia (Soeharto), dulu Belanda menjadi salah satu donornya melalui IGGI, Inter Governmental Group of Indonesia.

Banyak kasus-kasus pelanggaran HAM berat sejak peristiwa berdarah 1965/1966 sampai pada kasus pendudukan Militer Indonesia di Timor Timur mendapat perhatian besar dari masyarakat Belanda melalui LSM yang memperjuangkan Hak Asasi Manusia. Akan tetapi kekuatan LSM HAM Belanda tersebut tak mampu mematahkan kekuatan “Haat en Liefde relatie” antar bekas negara penjajah dan negara yang pernah di jajah itu. Mengingat peranan LSM HAM berfungsi untuk ‘menina bobokan’ kasus-kasus keresahan akibat tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak rejim Militer Diktator Indonesia, dibawah pimpinan Soeharto.

Pernyataan Dubes Indonesia itu, mungkin jadi godaan yang besar bagi Wilders si penebus dosa kakek-neneknya dari pihak Ibu. Atau mungkin hanya rasa dendam kesumat Wilders pribadi, dengan misi ekstrimnya itu karena akibat efek dari keterasingan identitasnya, tapi juga seperti berakar jiwa panutan dari kakeknya sebagai salah satu pengikut NSB (Nationaal Socialistische Beweging) di Indonesia.

NSB adalah organisasi massa yang dibentuk tahun 1931 di Belanda. Namun kemudian dalam perkembangannya, NSB membentuk dirinya sebagai partai dibawah kekuasaan rejim Fasis Hitler. Pada tahun 1937 NSB sebagai gerakan Fasis di Hindia Belanda mengalami jaman keemasannya, dengan jumlah sebanyak 5000 anggota. Seperti pula Wilders nyatakan dalam wawancaranya di NRC Handelsblad: “Sudah saatnya untuk menunjukkan kepemimpinan, kemudian mengoreksi kesalahan sejarah.”

Lalu apakah catatan perlawatan tahun 2008 Geert Wilders bersama delegasi Parlemen Belanda ke Israel dan Timur Tengah itu, dimana ia pada kunjungannya di Saudi Arabia menyimpulkan bahwa “kunjungan politik yang tak tepat ke negara Islam sebagai negara terbelakang, barbar dan fasis” , bisa dijadikan “koreksi kesalahan sejarah”, bila selama dalam perjalanannya diapun berulang kali mengajukan pertanyaan tentang “tindakan Indonesia” terhadap West Papua?

Mungkin cukup beralasan pula bagi duta besar F. Habibie, yang mengatakan dalam sebuah wawancara di koran Het Financieel Dagblad bahwa kunjungan kenegaraan pada bulan Oktober presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono ke Belanda sangat diragukan seandainya Partainya Wilders masuk ke dalam kabinet baru di Belanda.

Amsterdam, 10 Oktober 2010

***

Misteri Nyanyian Julio.P di Bali


Oleh MiRa

Sungguh tak menyangka ketika seorang penumpang pesawat sedang duduk santai menanti waktu transit seusai berlibur, tiba-tiba orang itu harus memperpanjang “masa liburannya” dalam sel penjara di Spanyol.

Dan sampai sa’at ini, orang yang bernama Julio Poch (J.P) itu masih menunggu keputusan badan hukum peradilan Internasional, lantaran ia dituduh terlibat melakukan kejahatan HAM masa lalu di Argentina, yang disebut Perang Kotor (”Vuile Oorlog”).

Banyak orang di Belanda mempertanyakannya tentang bagaimana Julio Poch bisa dituduh melakukan kejahatan HAM masa lalu di negara kelahirannya? Dan kenapa kasus J.P baru sekarang ini muncul kepermukaan? Tentunya mengingat hidup J.P yang telah puluhan tahun bermukim di Belanda selalu aman-aman saja. Bahkan ia bekerja pula sebagai pilot di maskapai penerbangan bernama Transavia dengan nyamannya, yang juga dalam waktu dekat ini ia pun akan menikmati masa pensiunnya.

Pada tanggal 22 September 2009 y.l Julio Poch alias Julio.P sedang melakukan perjalanan pulang dari berlibur. Pesawat yang ditumpanginya ketika itu transit di bandara Valencia, yang diperkirakan pukul 14.30 akan menuju ke Schiphol. Namun beberapa menit sebelum pesawatnya berangkat seketika pihak kepolisian Spanyol mendatangi J.P di pesawat dengan membawa surat permohonan peradilan Argentina untuk menangkap dirinya karena dituduh melakukan kejahatan HAM masa lalu di Argentina.

Menurut juru bicara dari kementerian luar negeri Belanda di Spanyol, J.P adalah karyawan pilot dari perusahaan penerbangan di Belanda, yang berwarga negara Argentina tapi memiliki pula paspor Belanda. Pihak Transavia pun menyebut penangkapan terhadap “salah satu karyawannya membuat pening kepala” karena mesti mencari pengganti penerbang lain.

Dari salah satu Koran di Belanda, tgl 25 september 2009 j.l. diberitakan bahwa pada tahun 2006 Kantor Kepolisian Nasional (Nationale Reserche) telah melakukan penelitian terhadap pilot J.P. untuk menyelidiki apakah mungkin ia telah melakukan kriminal.

Alasan dilakukan penyelidikan tahun 2006 tersebut karena mendapat pengaduan tentang tindakan kejahatan masa lalu J.P. namun menurut keterangan di koran, kemungkinan besar informasinya di dapat dari salah satu rekan sekerjanya yang menganggap cerita masa lalunya yang dikirim melalui E-Mail, digambarkan seperti filem horor yang menakutkan.

Dalam wawancara televisi di Belanda, beberapa rekan sekerjanya, menguraikan cerita pengalaman J.P yang dengan rasa bangganya membuang para tahanan politik dalam keadaan terbius ke laut dari pesawat garko.

Ketika itu tahun 2007 yang lalu J.P bersama rekan sekerjanya mendapat undangan berkunjung ke Bali. Pada suatu malam hari mereka makan di sebuah restoran Gado Gado. Dan sembari menikmati minuman beralkohol, lalu J.P menceritakan ke para rekannya, yang antara tahun 1976 dan 1983 bekerja sebagai pilot di Angkatan Udara Rezim militer Argentina.

Kemudian diceritakannya, yang lebih dari seribu orang tawanan lawan politiknya dilemparkan hidup-hidup ke laut. Khususnya, mereka dibius, ditelanjangi dan di buang ke Samudera Atlantik melalui pintu pesawat kargo ke laut. Ia mengatakan orang-orang yang dilempar dari pesawat dengan tujuan untuk mengeksekusi mereka.

***

Ada dilema yang dihadapi oleh persoalan penangkapan J.P selama ini, yang masih ngendon di sel penjara Spanyol. Karena J.P berwarga negara dan berpaspor Argentina sebenarnya ia bisa di ekstradisi ke Argentina. Akan tetapi ia juga memiliki paspor Belanda yang perlu mendapat dukungan dari surat perintah internasional untuk mengadili dan menghukum tindakan kejahatan HAM masa lalunya di Argentina.

Sejak tahun 1988 J.P bekerja di Maskapai Penerbangan Transavia di Belanda, di mana ia berhasil mengembangkan profesi kerjanya menjadi komandan, instruktur dan pemeriksa. Lalu kenapa sang Pilot J.P ini sampai puluhan tahun lamanya berhasil lolos dari pelacakan buronan kriminal, sedangkan ia sebenarnya salah satu yang tercantum dalam daftar nama pelaku penghilangan secara paksa terhadap
lawan-lawan politik rezim militer sejak di bawah pimpinan diktator Videla.

Menurut keterangan Badan Keamanan dan Intelijen Belanda, de Algemene Inlichtingen- en Veiligheidsdienst van Nederland (AIVD), bahwa semua orang yang bekerja di sektor penerbangan dan menggunakan fasiltas bandara Schiphol akan dikenakan peraturan tunduk pada pemeriksaan berkala. Dan bila mendapat hasil positif dalam pemeriksaan berkala tersebut maka orang itu di beri ijin untuk beroperasi di sektor penerbangan dalam bentuk Pernyataan Tidak Keberatan (Verklaring van Geen Bezwaar, VGB). Salah satu latar belakang penting, ialah dalam penyelidikan hukum, seseorang dapat dinyatakan bersalah di masa lalu dengan tidak di beri ijin untuk beroperasi di semua bandara Belanda dalam bentuk VGB. Untuk itu, pihak Kepolisian Nasional Belanda ingin pula mengetahui bagaimana J.P. selama bertahun-tahun bekerja sebagai pilot dengan melalui pemeriksaan berkala dari AIVD tersebut.

Menurut berita di koran, seorang juru bicara dari Jaksa Penuntut Umum (het Openbaar Ministerie, OM) menyatakan bahwa pada tahun 2008 status J.P telah berubah menjadi investigasi kriminal yang terlibat kasus kejahatan di Argentina.

Menurut berita koran Het Parool, tanggal 24 september 2009 y.l., Jaksa Agung Belanda telah pula melakukan penggeledahan di rumah J.P di di Zuidschermer. Selama pencariannya ternyata ditemukan senjata sewaktu J.P bertugas sebagai pilot Angkatan Laut di Argentina. Dan tentunya senjata api yang ditemukannya itu di sita, lantaran di Belanda ada peraturan pelarangan pemilikan senjata api.

Dan pada akhir tahun 2009 pihak Argentina mengajukan permohonan ekstradisi J.P pada pihak Belanda, bahkan Hakim Penyelidik Argentina bernama Pablo Yaradola sudah menegaskan pula melalui telepon dari Buenos Aires, bahwa ia telah menemukan arsip dokumen, dengan nama lengkap Julio Alberto Poch sebagai letnan dan pilot di Sekolah Angkatan Laut ESMA terlibat pelaku pelanggaran HAM. Escuela de Mecánica de la Armada, ESMA adalah salah satu tempat pusat penyiksaan terbesar dan tempat operasi terkenal, yang diperkirakan seribu lawan-lawan politik itu dibuang hidup-hidup ke laut.

Dengan total korbannya sampai 10.000 siswa, anggota serikat buruh dan aktivis telah hilang tanpa jejak selama masa kediktatoran rezim militer di Argentina. Namun menurut keterangan juru bicara dari Jaksa Penuntut Umum di Belanda bahwa orang-orang dengan paspor Belanda tidak bisa di ekstradisi biarpun peraturan untuk seorang ‘biasa’ memang ada perjanjian ekstradisi.

Sebagai alasan lainnya dari pihak Belanda mengatakan bahwa antara negara Belanda dan Argentina belum ada kesepakatan perjanjian Wet Overdracht Tenuitvoerlegging Strafvonnissen (WOTS), yang menyatakan warga Belanda bisa di adili dan di vonis di negara asing.

***

Sudah lebih dari seperempat abad J.Poch dicari-cari karena berkaitan dengan penyelidikan empat macam tuduhan kriminal, yang sehubungan dengan kasus penyiksaan dan penghilangan yang dilakukan oleh “Doden vliegen” (Operasi Pembunuhan).

Lalu kenapa Argentina tetap sibuk melakukan penyelidikan dan pengusutan kasus kejahatan HAM masa lalunya sampai sa’at ini? Dan bagaimana tindakan pemerintah Argentina selanjutnya menangani persoalan kejahatan HAM, yang berkaitan dengan kasus pengungkapan kebenaran kejahatan masa lalu pada diri J.P?

Peristiwa Berdarah di Ezeiza diakhiri dengan kematian Juan Peron, yang kemudian pada tahun 1974 istrinya bernama Isabel Martinez menggantikan posisi almarhum suaminya menjadi presiden. Pengangkatannya menjadi presiden tentunya mendapat tekanan politik dari kekuatan militer dan polisi, dengan melalui negosiasi agenda politiknya untuk “menghancurkan” kekuatan gerakan oposisi kiri di Argentina.

Peristiwa kudeta 1976 telah berhasil menyingkirkan Isabel Martinez sebagai presiden, dan sejak sa’at itu Argentina di bawah kekuasaan Rezim Militer Diktator sampai tahun 1983. Pimpinan Junta Militer Videla, Roberto Viola dan Leopoldo Galtieri inilah yang bertanggung jawab atas penangkapan ilegal, penyiksaan, pembunuhan atau penghilangan paksa ribuan orang (sebagian besar anggota serikat buruh, mahasiswa dan aktivis lainnya)

Pada akhir tahun 1983 proses pemulihan sistim Demokrasi diberlakukan, dalam pemilu dimenangkan oleh Raúl Alfonsín sebagai presiden Argentina. Lalu kemudian dibentuklah Komisi Nasional Untuk Orang Hilang (The National Commission on the Disappeared, CONADEP) dengan dipimpin oleh penulis Ernesto Sabato. Tugas utama komisi tersebut ialah mengumpulkan data-data bukti tentang kejahatan yang dilakukan selama “Perang Kotor” (Vuile Oorlog).

Menurut laporan Komisi Nasional Untuk Orang Hilang (The National Commission on the Disappeared,CONADEP) tahun 1984, mendata jumlah orang yang dihilangkan antara tahun 1976 dan 1983 9.000 orang.

Sedangkan menurut laporan yang dibuat oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia dari tingkat lokal menyatakan jumlahnya mencapai 30.000. Juga CONADEP melaporkan sejumlah 458 kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Aliansi Anti-Komunis Argentina dan sekitar 600 orang hilang selama periode demokratis tahun 1973 sampai 1976.

Menurut data yang sehubungan dengan operasi Condor, yaitu operasi kerjasama antar rejim Diktator Militer Amerika Selatan, dengan melalui aparat keamanan rejim Militer Diktator Argentina, telah pula membunuh politik eksil berasal dari Chile dan Uruguai di Argentina. Antara lain korban yang dibunuh pada tahun 1974 di Buenos Aires adalah Jenderal Carlos Prats dari Chili.

Dokumen CIA yang dirilis pada tahun 2002 menunjukkan bahwa kekerasan politik rezim Argentina memang direstui dan didukung oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, yang dipimpin oleh Henry Kissinger di bawah pemerintahan presiden Gerald Ford. Terjalinnya hubungan keakraban dan kerjasama antar U.S.A. dengan militer Argentina tentunya untuk mendukung represi dan mengeliminasi lawan-lawan politik rezim militer di Argentina.

Tahun 2005 undang-undang amnesti diputuskan untuk di cabut oleh Mahkamah Agung Argentina. Dan dengan pencabutan Undang-Undang Amnesti tersebut, berarti membuka peluang untuk adanya tuntutan mengadili mantan junta Militer Videla karena tertuduh terlibat kasus penyiksaan, pembunuhan dan penghilangan paksa terhadap lawan-lawan politiknya.

Pada akhir tahun 2005 Jaksa Agung Argentina menuntut penangkapan 295 polisi dan tentara sebagai tersangka pelaku kejahatan HAM, terhadap penahanan, penyiksaan, dan penghilangan, termasuk semua orang yang terlibat sebagai pelaku kejahatan dalam ESMA selama masa kekuasaan pemerintahan rejim junta Militer. Juga, tuduhan keterlibatan mereka atas hilangnya 614 mantan tahanan sedang diselidiki oleh Mahkamah Agung Argentina.

ESMA, adalah mantan sekolah militer di Buenos Aires, yang selama masa diktator di kenal sebagai tempat penahanan, penyiksaan, pembunuhan dan penghilangan paksa. Di tempat tersebut pada tahun 1976 sampai 1979 diperkirakan 5000 lawan politik dari rezim Videla dipenjarakan, mayoritas dari mereka tidak pernah terlihat lagi. Tubuh tawanan ini dilemparkan ke dalam laut lewat udara atau ke tempat tersembunyi lainnya yang tidak dapat diakses.

ESMA sampai hari ini, atas permintaan Presiden Néstor Kirchner, dijadikan Monumen Nasional dan selalu dipakai sebagai tempat pusat upacara peringatan peristiwa Kejahatan HAM di Argentina.

***

Kalau kita meniti perkembangan di Belanda dan mengintip sejenak ke dalam kehidupan keluarga Kerajaan Belanda, yang Ayah mertua calon Raja Belanda itu begitu bebasnya seperti burung-burung gagak terbang hinggap di Belanda sembari menikmati kehidupan bahagia bersama putri dan cucu-cucunya dalam keluarga kerajaan Belanda.

Tahun 2008 y.l. mantan pimpinan junda Militer Videla di adili untuk ke dua kalinya atas perbuatan kejahatannya, dan kali ini berkaitan dengan penculikan dan pembunuhan anak-anak dari ibu-ibu, yang melibatkan peranan ayah mertua calon Raja Belanda bernama Jorge Zorreguieta itu, ia adalah salah satu yang berfungsi sebagai Menteri Pertanian selama zaman kediktatoran rezim Militer di Argentina.

Pengarang Miguel Bonasso pernah menulis sebuah buku tentang pengalaman Jaime Dri yang berhasil melarikan diri dari ESMA. Kebetulan dialah yang menanggapi beberapa dokumen rahasia yang dikeluarkan tahun 2001, yang ketika itu Jorge Zorreguieta berperan pula sebagai penasehat partisipasi junta.

Walaupun Zorreguieta mempunyai tanggung jawab lainnya, tapi sebenarnya ia harus menyadarinya bahwasanya selama masa jabatannya, telah mengetahui semua tindakan pelanggaran HAM berat. Mengingat pula ia adalah bagian dari anggota pimpinan rezim junta, yang turut serta bertanggung jawab dalam proses perencanaan operasi penyiksaan, pembunuhan dan penghilangan paksa.

Sebagai bukti kasus tempat bermasalah di satu daerah pinggiran Buenos Aires Castelar ditemukan bangunan bernama INTA, Institut Teknologi Nasional Pertanian dan Peternakan, yang sejak masa rezim militer tak berkuasa telah menjadi simbol dari peran Jorge Zorreguieta sebagai salah satu penanggung jawab atas pelanggaran HAM di sekitar bangunan dari 70 kantor Departemen Pertanian.

Dalam wawancaranya di salah satu koran di Belanda, Jorge Zorreguieta menunjukan sebuah koran artikel, yang memuat gambar foto tank-tank tentara daerah sekitar bangunan dalam INTA, dan mengatakan: “Sekretariat Kementerian Pertanian ketika itu tidak menyadarinya atas adanya penindasan yang terjadi ketika itu, dan kami pun terpaksa menyerahkan daftar nama pekerja pertanian dan peternakan.” Setelah penyerahan daftar nama tersebut diberikan, tak lama kemudian beberapa pekerjanya kemudian menghilang tanpa jejak.

Ada tiga puluh ribu orang hilang selama periode 7 tahun kekuasaan rezim militer diktator di Argentina, namun ayah mertua Putra Mahkota Willem-Alexander tersebut, nyatanya selalu disambut hangat kedatangannya berkunjung ke Belanda untuk mengunjungi putrinya dan cucu-cucunya.

Menurut publik opini di Belanda, sebenarnya Zorreguieta bisa tampil di televisi Belanda dengan mengungkapkan penyesalannya atas apa yang terjadi selama masa jabatannya sebagai Menteri Pertanian di zaman kediktatoran rezim militer di Argentina, biarpun putrinya yang bernama Máxima tak akan mau menyalahkan ayahnya sendiri, tapi juga tidak ada satu pun dari politikus Belanda yang berani “membakar jari-jari tangan ayahnya”, yang hanya karena pengaruh kekuasaan keluarga Kerajaan masih tetap dipandang suci dan halal di Belanda.

The International Court of Justice (ICJ) sampai saat ini masih terus melawan “Perang Junta”, lalu sampai sejauh mana ayah dari Maxima bebas dari tuntutan persoalan kasus kejahatan HAM masa lalunya?

Juga, apakah dengan “Kekebalan Hukum” sang ayah mertua ini merupakan suatu tanda keajaiban bahwasanya Argentina telah bebas dari tanggung jawab persoalan kejahatan masa lalunya? Biarpun nyatanya dengan munculnya kasus kejahatan Julio Alberto P dengan proses penanganannya sampai saat ini akan terus diperjuangkan.

Demi meneruskan tuntutan keadilan Rakyat Argentina, pada khususnya buat semua anggota keluarga yang ayahnya, Ibunya atau anak-anaknya telah dibunuh dan dihilangkan secara paksa, maka rekan sekerja Julio. P di Belanda tetap mendukung dan menunggu saatnya ia di hadapkan ke Mahkamah Pidana Internasional, yang berkedudukan di Den Haag.

Amsterdam, 18 Januari 2010

Sumber:
http://www.trouw.nl/nieuws/nederland/article2871283.ece/Piloot_kan_zware_straf_verwachten.html
http://www.telegraaf.nl/binnenland/5478691/__Poch_schreef_ex-collega_s__.html?cid=rss
http://www.staatsbezoekargentinie.nl/download/reisgids_argentinie.pdf
http://msn.vi.nl/Achtergronden/Columns-overzicht-1/Johan-Derksen/170795/De-vermoorde-onschuld-van-opa-Jorge.htm?msn=true
http://www.trouw.nl/krantenarchief/2007/10/29/2315467 _Martelcentrum_Argentinie_moet_geen_museum_zijn_.html
http://www.nu.nl/algemeen/2089251/politie-onderzocht-julio-p-al-in-2006.html
http://frontpage.fok.nl/nieuws/251558/1/1/50/argentijnse-dodenpiloot-trots-op-dodenvluchten.html
http://www.nu.nl/algemeen/2094472/spong-staat-piloot-julio-p-bij.html
http://nl.wikipedia.org/wiki/Vuile_Oorlog_(Argentini%C3%AB)
http://www.nu.nl/buitenland/2159780/dochter-julio-p-vraagt-maxima-hulp.html
http://www.nu.nl/binnenland/2153656/spaanse-rechtbank-buigt-zich-julio-p.html

***
Nasib Gelandangan Menggelandang di Belanda


Oleh MiRa

Mengalami musim dingin 2009 di Belanda kuanggap dinginnya tak berbeda dengan rasa dingin 25 tahun yang lalu. Buatku rasa dinginnya meyengit sampe ke tulang sum-sum.

Dari sisi nilai estetika hujan salju di musim dingin, memang memberi suasana di luar rumah kelihatan indah dan cantik untuk dinikmati. Di waktu malam hari pun di taman-taman masih memancarkan cermin keelokannya, pohon-pohon bagaikan terhias indah gemerlapan di sepanjang bentangan gaun sutra putih bertabur butiran mutiara.
Hampr semua warga penduduk di Belanda menyempatkan waktu bersama keluarga untuk jalan-jalan ke taman sembari bermain-main dengan salju.

Pesta natal dan malam tahun baru 2010 bagi sebagian besar penduduknya serasa lebih lengkap bila dirayakan bersama anggota keluarga, karena suasananya menjadi lebih menyenangkan untuk bisa mengalaminya.

Lalu bagaimana nasib orang-orang yang bertahun-tahun hidup menggelandang karena tidak punya rumah atau tidak punya tempat tinggal tetap, bahkan tanpa punya hubungan kekeluargaan? Udara dingin dan bekunya musim dingin dengan suhu udara sampai 15 derajat di bawah nul selsius buat kaum gelandangan dimana saja memang benar-benar sengsara dan merana.

***
Untuk mengetahui jumlah kaum gelandangan di Belanda secara hitungan eksak memang tak pernah diketahui. Tapi kalau kita pergi keluar rumah untuk belanja ke supermarket terdekat, maka di depan pintu masuk supermarket sudah ada satu orang yang menawarkan majalah gelandangan "Z- Magazine".

Sang penjual majalah itulah salah satun dari sekitar 50 ribu orang gelandangan yang sering kita ketemui di hampir setiap supermarket di kota-kota besar di Belanda, seperti misalnya di Amsterdam, Den Haag, Rotterdam dan Utrecht.

Menurut sumber informasi tentang berita kemiskinan dari hasil laporan penelitian tahun 2007, dinyatakan bahwa tahun 2005 ada 660.000 dari 6,7 juta rumah tangga yang berpendapatan sebulannya dengan standart gaji minimal.

Dengan kondisi rumah tangga hidup dibawah garis kemiskinan itu, dianggap tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari selama sebulan. Dirasakan tekanan hidupnya semakin terjepit dengan setiap bulannya berhutang 100 euro pada banknya.

Dengan begitu sekitar 200.000 rumah tangga, yang terutama berasal dari berpendapatan terendah itu hidupnya di himpit hutang yang semakin membengkak karena bunga hutangnya. Pada tahun 2006 korban hutang dengan bank meningkat sampai 377.000 rumah tangga.

Akibatnya kategori berpendapatan rendah ini tak mampu lagi membayar sewa rumah, biaya pemakaian air,listrik dan gas, juga setiap hari tidak bisa makan sehat yang bergizi, biarpun ada inisiatip penyediaan sembako gratis di 110 tempat buat kaum miskin itu. Nyatanya penyediaan sembako gratis tersebut hanya mampu menolong 15 ribu keluarga.

Banyak anggota keluarga mengalami persoalan krisis perkembangan sosial-emosional maupun kesehatan fisik dan psykhisnya yang semakin memburuk. Dengan mengalami persoalan psykhis berat, berarti mereka tak mampu lagi mengatur cara hidup teratur.

Terutama golongan yang berkategori miskin, antara lain disebabkan oleh berpendidikan rendah, pecandu alkohol, heroin dan sejenisnya. Juga faktor diskriminasi terhadap golongan penduduk asing berperan dominan dalam masyarakat Belanda, maka banyak pula golongan minoritas mengalami hidup miskin.

***

Persoalan kemiskinan di perkotaan banyak di kecam oleh masyarakat umum, lantaran dianggap menganggu keamanan dan kenyamanan hidup bermasyarakat.

Pemandangan gelandangan yang menggelandang di jalan-jalan telah mengiasi kehidupan di perkotaan negara maju ini, katanya tidak lagi menghalalkan tradisi sistim masyarakat welfare state untuk peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keadilan sosial.

Kalau kita membaca berita di beberapa surat kabar di Belanda sejak tahun 1996, pada umumnya isinya selalu mengabarkan tentang ribuan orang di paksa keluar dari rumah tempat tinggalnya.

Dan sampai antara tahun 2007 dan 2008 diberitakan kaum miskin kota di paksa keluar dari rumah sewanya berjumlah antara 7.500 sampai 8.100 orang. Akan tetapi jumlah data tersebut masih dianggap sebagai berita hisapan jempol belaka karena tak pernah ada data yang jelas mengenai penghitungan total jumlah keluarga yang kehilangan rumah sewa atau rumah hypotik.

Juga menurut koran lokal dari kota Rotterdam, pernah diberitakan bahwa pada tahun 2006 ada 15 orang gelandangan menggelandang tanpa tempat penginapan, namun pihak Lembaga sosial mengeluh dan memprotes karena masih ada 346 orang yang tidak tertampung di tempat penampungan gelandangan.

Belum lagi di hitung dengan jumlah angka peningkatan kemiskinan akibat krisis kapital yang telah menggelobal di tahun 2009. Banyak pula mengorbankan kaum golongan menengah karena kehilangan perkerjaannya.

Hal ini mengakibatkan proses peningkatan perceraian dalam hubungan suami-istri. Sehingga golongan keluarga menengah ini kehilangan rumah huninya karena tidak mampu membayar hypotik pada banknya. Dan terpaksalah mereka mencari rumah sewa atau menggelandang lalu malamnya tidur di tempat-tempat penampungan.

Dengan adanya peningkatan pengangguran golongan menengah ini tentunya akan menambah jumlah gelandangan di perkotaan maupun di pedesaan. Padahal persoalan penampungan ribuan keluarga pertahunnya yang terus mengalir deras, dan tak pernah tertangani secara tuntas.

Tindakan pemerintah dalam menangani proses pengentasan kemiskinan, dengan melalui kebijakannya seakan-akan seperti "menambal-sulam" tumpukan kain lusuh. Misalnya pihak Lembaga sosial Kristen "Het Leger des Heils" memprotes keras dengan adanya penurunan 30% pada penyediaan fasilitas tempat tinggal buat gelandangan, yaitu dari 21 ribu sampai 14 ribu tempat penampungan di Belanda.

Kalau pun mereka bisa tertampung, hanya di ijinkan masuk ke rumah penampungan dari jam 16.00 sampai keesokan harinya sampai jam 10.00 pagi, dengan biaya menginap permalam 5 euro sampai 10 euro.

Ironisnya, sejak tahun 1996 tunjangan sosial khusus buat gelandangan oleh pemerintah di turunkan sampai 200 Euro per bulan, lantaran mereka ini dianggap tak lagi membayar sewa rumah dan biaya air, listrik dan gas per bulannya.

Hanya dengan uang tunjangan sosial sejumlah 400 euro per bulan, dianggap tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup selama sebulan sebagai gelandangan, yang menggelandang di pusat kota-kota besar. Apalagi dengan cara hidupnya sebagai pecandu alkolol, heroin dan sejenisnya, yang hanya untuk membeli kebutuhan makan sehari saja telah menghabisi biaya sekitar 50 euro perharinya.

***

Peningkatan kaum miskin di perkotaan tak hanya menjerat nasib golongan dewasa atau orang tua, tapi juga banyak mengorbankan golongan remaja berusia antara usia 14 - 25 tahun.

Tak pernah pula ada kejelasan tentang jumlah total gelandangan berkategori golongan remaja ini, walaupun pernah diberitakan di surat kabar bahwa ada 8000 remaja yang tidak tertampung di tempat-tempat penampungan penginapan.

Belum lagi kalau kita menghitung total jumlah golongan remaja ini yang mendapat penampungan tetap atau penampungan sementara, seperti penginapan per malam di berbagai tempat penampungan.

Golongan remaja yang menggelandang di 4 kota besar ini, cepat atau lambat terbawa akan terbawa arus dalam kehidupan non-formal yang disebut "Onder Wereld". Kehidupan non-formal tersebut dikuasai oleh jaringan sindikat kejahatan kriminal dan perampokan atau jaringan sindikat penjualan heroin atau sabu-sabu.

Sehingga peningkatan kejahatan kriminal dan pembunuhan semakin merambah kehidupan di masyarakat perkotaan maupun di pedesaan. Misalnya kasus korban pencopetan atau pemerasan dengan ancaman pistol atau senjata tajam mengakibatkan luka berat atau meninggal dunia. Juga kasus korban penjarahan di rumah-rumah tinggal, kantor-kantor bank dan pertokoan sampai tahun 2009 menunjukan peningkatan jumlah korban kematian.

***

Banyak macam cara dilakukan oleh pemerintahan Belanda untuk menanggulangi soal krisis hidup rakyatnya yang dibawah garis kemiskinan. Terutama kebijakan penanggulangannya di prioritaskan pada golongan remaja berkategori usia 14 sampai 25 tahun, yang nyatanya telah terbiasa hidup sebagai gelandangan, dengan profesi kerja ilegal sebagai kriminal dan merampok.

Dengan biaya uang negara sejumlah 170 juta euro, pihak Pemerintah lokal bekerjasama dengan berbagai Lembaga Sosial terkait untuk melakukan penanganan pendampingan secara individual pada golongan remaja tersebut. Dan tahun 2013 persoalan gelandangan golongan remaja harus dikembalikan sampai ke titik nul. Lalu apakah ambisi harapan pihak pemerintah Belanda yang bekerjasama dengan pemerintah lokal dan lembaga-lembaga sosial bisa di realisasi sampai target waktu 2013?

Biasanya anak-anak remaja yang ditangani, mendapat tempat tinggal sendiri, lengkap dengan penyediaan kebutuhan hidup minimal dan mendapat tunjangan sosial.

Akan tetapi yang menjadi dilema buat mereka ini, harus pula menghadapi beban persoalan hutang-hutang dari masa lalunya, yang jumlah hutangnya tidak sedikit nilai uangnya, misalnya uang denda dari vonis delik kejahatan di masa lalunya, harus pula di bayar lunas. Biasanya tagihan sudah langsung memenuhi kotak pos alamat rumah tinggal barunya.

Juga, kenyataan sehari-hari persoalan anak-anak remaja yang menjadi anak jalanan ini, awalnya terutama disebabkan adanya penyakit trauma berat dan menjadi agresip lantaran kasus kekerasan dalam rumah tangganya. Golongan anak-anak jalanan ini, tanpa diketahui oleh orang tuanya telah menjadi pecandu alkohol, heroin dan sejenisnya maupun terlibat kegiatan akltivitas kejahatan kriminal, misalnya menggarong tempat-tempat pom bensin yang tersebar di seluruh Belanda.

Bila anak-anak jalanan yang termotivasi ingin menjadi orang baik, tapi sebenarnya telah pula terbiasa dengan cara hidup menggelandang sampai menjadi kriminal atau penjahat lainnya, maka banyak anak-anak remaja yang sudah membaik itu, akhirnya kembali ke alam dunia gelandangan yang menggelandang.

Sehingga bekas anak-anak jalanan ini kemudian meninggalkan tempat tinggalnya sendiri, untuk merealisasi kehidupan bebasnya dengan berpindah-pindah tempat tinggal, supaya identitas mereka-mereka ini tidak dilacak oleh pihak kepolisian.

Sementara itu, orang tuanya pun, seperti merasa tak berwenang mengontrol kehidupan anak-anaknya, lantaran hidup anak-anaknya itu dianggap sudah mandiri dan punya rumah tinggal. Banyak orang tuanya kemudian menyibukan diri hanya dengan bekerja dan mencari uang demi memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dengan membeli mobil, rumah dan minimal 2 kali pertahun berlibur keluar negeri.

Atau, banyak pula orang tua yang mengalami stres berat karena mendapat tekanan psykhis dan phisiknya karena situasi dalam pekerjaannya. Kemudian terjerumus pada persoalan pecandu alkohol dan perceraian. Disisi lain para orang tua tersebut secara sadar pula mengakumulasi hutang-hutangnya melalui bank karena kebutuhan "kemewahan" nya itu berasal dari pinjaman uang kredit dari bank.

Tentunya langgam hidup yang telah dibangunnya sebagai penjahat kriminal maupun perampokan tak bisa berlangsung lama lantaran cara hidupnya yang tidak teratur dan tidak aman buat menyelamatkan dirinya, pada akhirnya terlacak juga oleh badan keamanan negara.

Dengan situasi kehidupan anak-remaja yang keluar-masuk penjara, makan yang tidak teratur dan pula menjadi pecandu alkohol, heroin dan sejenisnya semakin parah. Maka biaya uang negara yang berjumlah 170 juta euro itu, seperti sia-sia digunakan sebagai proses penyembuhan dan pemulihan golongan remaja. Dengan begitu tujuan untuk supaya bisa hidup normal kembali, dihadapi proses vicius circle bagaikan menyemai bibit-bibit unggul moral kejahatan di taman labirin.

Nyatanya hasilnya sampai tahun 2010 jumlah kejahatan kriminal dan perampokan di Belanda semakin meningkat, dengan jumlah korban kejahatan terhitung sejak tahun 2003 adalah 3 orang per 100.000 penduduk menjadi 10 orang per 100.000 penduduk.

Kemiskinan dianggap menjadi persoalan struktural, ini terbukti adanya kegagalan sistim kapitalisme dengan mengandalkan pada kebijakan politik-ekonomi neo liberalisme di Europa Barat. Belanda merupakan contoh yang dikenal sebagai negara kecil, berpenduduk padat dengan jumlah pengangguran relatip lebih rendah bila dibanding dengan Jerman dan Perancis.

Amsterdam, 10 Januari 2010

Sumber:

CV's van het zwerven liegen er niet om ..., click: http://www.maaszicht.nl/nieuws/bericht/cv%27s_van_het_zwerven_liegen_er_niet_om_.../
Akkoord aanpak daklozen, click: http://mijn.pvda.nl/renderer.do/menuId/200006403/clearState/false/returnPage/200006621/pageId/200006423/instanceId/37907/itemId/220044348/dossierId/200023657/
Het Nederlands Instituut voor Zorg en Welzijn / NIZW bestaat vanaf 1 januari 2007 niet meer, click: www.nizw.nl
Opvang dakloze gezinnen in de knel -den haag, click: http://www.dvhn.nl/nieuws/nederland/article5194908.ece/Opvang+dakloze+gezinnen+in+de+knel
Amsterdamse dakloze wordt niet oud, click: http://www.binnenlandsbestuur.nl/nieuws/2009/12/amsterdamse-dakloze-wordt-niet-oud.140982.lynkx
zwervers oorlog, click: http://www.gebladerte.nl/10154l09.htm
http://home.deds.nl/~dakloos/artadfrank.htm
http://www.opvang.nl/leo/kranteditie/raadplegen.asp?Atoom=3960&AtoomSrt=22
http://www.depers.nl/binnenland/257928/Meer-daklozen-door-regels.html

***Hari perempuan Internasional dan Clara Zetkin

Hari perempuan Internasional setiap tahunnya, tanggal 8 maret telah di kenal sebagai hari-aksi bagi gerakan perempuan. Bahkan sejak tahun 1978 Internasional Organisasi “United Nations” (PBB) mengakui serta memberlakukan 8 Maret sebagai hari Perempuan Internasional. Jadi di setiap tanggal 8 Maret inilah berkesempatan bagi semua umat manusia di manca negara memiliki rasa solidaritas terhadap perjuangan kaum perempuan, yang sampai saát ini posisi kaum perempuan, baik di negara maju maupun di berbagai negara sedang berkembang masih menyentuh pada banyak persoalan ketidak adilan dalam posisinya di kehidupan sosial-ekonomi, misalnya menghadapi kasus diskriminasi dan kekerasan kaum prempuan di sektor kerja. Juga, posisi perempuan banyak mengalami persoalan kekerasan dan pemerkosaan di kehidupan berkeluarga. Bahkan di banyak negara berkembang, kaum perempuan tetap menghadapi kondisi kehidupan paling terberat karena faktor kemiskinan.

Lalu bagaimana asal-muasalnya 8 Maret dijadikan Hari perempuan Internasional? Dan, kenapa ini dipakai oleh masyarakat di eropa sebagai acuan hari aksi bagi gerakan perempuan? Banyak orang beranggapan bahwa pengakuan hari perempuan internasional ini asal-muasalnya dari pencerminan aksi massal kaum perempuan Amerika di tekstil/pakaian industri tanggal 8 Maret tahun 1908.

Clara Zetkin (1857 – 1933) pada tahun 1889 sebagai wakil perempuan sosialis - Berlin telah memulai memperjuangkan hak-hak pekerja perempuan dan pekerja anak-anak di pertemuan Kongres internasional ke II di Paris. Dalam Kongres tersebut, Clara Zetkin mengajukan persoalan pekerja perempuan dan pekerja anak-anak, untuk dimasukan dalam program perjuangan gerakan buruh. Di pertemuan kongres tersebut, Clara berhasil memasukkan program tuntutan, antara lain tentang pelarangan mempekerjakan anak-anak dibawah usia 14 tahun, membolehkan anak-anak bekerja max 6 jam per-hari pada antara usia 14-18 tahun, menuntut penghapusan dinas malam bagi pekerja perempuan dan anak-anak di bawah usia 18 tahun. Di dalam kongres tersebut ia juga menolak agenda tuntutan, yang di serukan kaum sosialiste lainnya, untuk penghapusan undang-undang pekerja perempuan, dengan alasan bahwa perempuan berhak menuntut persamaan hak dalam posisi sosial-ekonomi.

Clara Zetkin, lahir tanggal 5 juli 1857, berasal dari keluarga guru di lingkungan kampung konservatip-Saksen di Jerman. Selama menjalani pendidikan guru di kota Leipzig, ia bernama lengkapnya Clara Eissner, banyak berkenalan serta melakukan kontak sosialnya dengan para pendatang dari Rusia. Dalam lingkungan barunya inilah, Clara Zetkin berkenalan serta mendalami pula ide-ide sosialis. Yang kemudian ia banyak bergaul dengan kaum marxist, antara lain seorang revolusioner bernama Ossip Zetkin. Tahun 1880 Clara terpaksa hijra ke Austria, Zürich dan Parijs, hidup menjadi pelarian politik dan bekerja sebagai guru. Selama hidupnya sebagai aktivis perempuan dan sebagai nomaden di pengasingan itulah ia menikah dengan Ossip Zetkin kemudian dikaruniai 2 anak.

Clara Zetkin selalu ingin mendekatkan antar gerakan perempuan solialis dari berbagai negara, melalui seperti yang dilakukan oleh keberhasilan pertemuan konferensi Internasional pertama. Untuk bisa mencapai tujuannya demi memperjuangkan kesamaan hak dan keadilan sosial kaum perempuan, maka dalam kesempatan pertemuan konferensi Internasional ke 2 tahun 1907, Clara berhasil mendapat dukungan mayoritas untuk dapat meneruskan pertemuan Internasional, dengan mengadakan konferensi Internasional Perempuan Sosialis di stuttgart pada tanggal 17 Agustus 1907. Dalam pertemuan tersebut, dihasilkan kesepakatan bersama dalam bentuk resolusi dengan tuntutan hak memilih dan hak untuk dipilih bagi kaum perempuan dewasa.

Setahun kemudian, di kota New York pada tanggal 8 Maret 1908 ribuan pekerja perempuan dari tekstil/pakaian industri mengadakan demonstrasi dengan tuntutan menentang kerja seharian penuh, salary rendah dan kondisi kerja buruk.

Pada tahun 1910 Clara Zetkin berinisiatip untuk ke dua kalinya mengadakan konferensi Internasional kaum perempuan di kopenhagen. Dalam konferensi tersebut, dihadiri oleh 100 kaum lelaki maupun kaum perempuan wakil dari 17 negara, khususnya membahas tema aksi massal kaum perempuan Amerika di tekstil/ pakaian industri tahun 1908. Pada pertemuannya dicapai kesepakatan bersama untuk tercapainya tuntutan pemberlakuan Undang-Undang standart 8 jam kerja per hari, perbaikan kondisi kerja dan tuntutan hak untuk memilih/dipilih bagi kaum perempuan. Juga, dicapai kesepakatan bersama untuk setiap tahunnya melakukan protes aksi atau demonstrasi massal di setiap negara masing-masing demi tercapainya tuntutan-tuntutan hak keadilan bagi kaum perempuan.

Pada tahun 1911 untuk pertama kali peringatan Hari Perempuan Internasional mulai dilakukan di Jerman, Denmark, Zwiserland dan di Amerika sebagai hari aksi dengan melakukan demonstrasi massal kaum pekerja perempuan.

Dan, sejak saat itu tradisi kebangkitan kaum perempuan semakin marak di berbagai kota daratan Eropa dan Amerika dalam perjuangannya melaui protes aksi atau demonstrasi massal, seperti misalnya:
Hari Perempuan Internasional pertama kali di Belanda dilakukan pada tanggal 12 Mei 1912. Tahun 1914 puluhan ribu massal berdemonstrasi di jerman untuk anti perang dan menuntut pembebasan arestasi Rosa Luxemburg.
Pada tanggal 8 maret tahun 1917 di St. Petersburg, Alexandra Kollontai memimpin pemogokan massal di tekstilpabrik dengan tuntutan untuk perbaikan kondisi kerja, Juga, semakin massal kaum perempuan melakukan demonstrasi dan pemogokan di berbagai sektor pabrik untuk anti perang dan kekurangan pangan, yang dalam prosenya sampai berhasil mengadakan nasional aksi pemogokan.
Keberhasilan aksi tersebut telah menjadi catatan sejarah sebagai model suksesi dari proses pergerakan feminisme sampai pada periode berakhirnya perang dunia ke I, dalam tuntutan hak2 kerja kaum perempuan, hak memilih/dipilih perempuan di pemilu dan hak keadilan sosial.
Tentunya ini semua melalui proses sejarah perjuangan pergerakan perempuan di dalam negerinya, yang tidaklah lepas dari cerminan nyata kondisi pergolakan sosial politik yang terjadi di masyarakatnya.

Tahun 1921, Sekretariat Perempuan Internasional dari kongres komintern ke 3 dalam pertemuannya untuk peringatan peristiwa tahun 1917 di st. Petersburg, menetapkan tanggal 8 Maret sebagai hari Perempuan Internasional.

Sejak tahun 1922 sampai sebelum perang dunia ke 2, Hari Perempuan Internasional tetap diperingati sebagai hari aksi bagi kaum perempuan sosialis/komunis di daratan europa.

Setelah perang dunia ke 2 sampai tahun 70an, organisasi kaum perempuan sosialis/komunis berhasil merangkul golongan tengah maupun golongan kanan untuk turut memarakan hari perempuan Internasional sebagai hari aksi.

Sejarah pergerakan Perempuan se Dunia ini, pada akhirnya mendapat pengakuan dari PBB pada tahun 1978.


Amsterdam, 8 Maret 2009

Sumber:
http://www.iiav.nl/nl/databases/dossiers/dossiers_8maart.html
http://www.vrouwendag.nl/VDNL/Waarom_Vrouwendag/
http://nl.wikipedia.org/wiki/Clara_Zetkin
http://redactie-tng.opzij.nl/opzij/show/id=19801

***
Krisis finansial dan perempuan


Oleh MiRa

Persoalan krisis finansial akibat kredit krisis dan hypotheek krisis di Amerika membuat kehidupan sosial-ekonomi warga dunia menjadi porak-poranda. Konsekuensinya daya beli masyarakat di pasar bebas menurun secara drastis dan warga dunia mengalami bencana kemanusiaan.

Banyak Usaha Penunjang Pertumbuhan Ekonomi Kapitalisme di negara maju maupun negara berkembang yang mengalami proses kebangkrutan. Celakanya lagi pihak pemerintahannya pun kehilangan akal-budinya untuk menanggulangi krisis ekonomi dalam negerinya.

Dalam waktu singkat di berbagai negara mengalami peningkatan kemiskinan, pengangguran massal lantaran pemutusan hubungan kerja dan penurunan sarana lapangan kerja. Serangan mendadak krisis ekonomi di USA, dan menggglobal itu tiba-tiba berubah menjadi persoalan malapetaka kemanusiaan.

Namun ironisnya, kebanyakan orang menganggap krisis finansial ini bukanlah hanya disebabkan oleh hukum ekonomi sistim kapitalisme. Juga, beberapa ahli ekonomi sibuk mengamati soal krisis finansial dikaitkan dengan pengaruh dominasi sistim masyarakat budaya patriarkhi dalam sosial posisi, pada pembedaan peranan kerja antar gender.

Ada yang menyatakan bahwa kaum laki-laki sangat dominan menduduki fungsi-fungsi strategis di sektor finansial, sehingga sikap "machoism" para top manajer di anggap sebagai sumber malapetaka krisis ekonomi. Ada pula yang mengatakan, kalau kaum perempuan turut andil berperan sejajar dominanasinya dengan kaum lelaki, dalam posisinya di top fungsi dunia finansial, bakalan krisis ini bisa dihindari. Lalu, versi pernyataan yang manakah yang bisa kita percayai?

Kalau kita menyimak dari sisi relasi antar perbedaan gender dan karakter individu menurut tata-krama pergaulan sosial dalam sektor kerja. Kemudian perhatian kita akan terpaku pada penilaian dan tugas peranan sosial posisinya antar gender, yang dikaitkan pada pengaruh lingkungan dan gejala sosial masyarakatnya.

Menurut pandangan umum, peranan kaum perempuan dikenal memiliki sifat lebih sosial, cenderung lebih berhati-hati dan kurang aggresip dalam melakukan tugas-tugas kewajiban pekerjaannya. Sedangkan kaum laki-laki dikenal memiliki sifat kebalikannya dengan sifat perempuan. Sehingga kaum laki-laki dianggap lebih wajar dan tepat untuk menduduki singgasana kekuasaan di sektor politik maupun di sektor ekonomi.

Penilaian atas perbedaan sifat dan prilaku antar gender di publik sektor pun seakan-akan sudah menjadi suatu kewajaran di kehidupan keseharian kita. Bahkan pembedaan antar gender, yang mengacu pada peran sosial sudah sejak awal kita kenal. Sejarah perbedaan gender yang terjadi pun telah melalui proses sangat panjang. Dalam proses perkembangannya, banyak hal yang mempengaruhi terbentuknya perbedaan-perbedaan gender, yang kemudian pemahaman budaya patriarkhi dibentuk, yang di sosialisasi lalu diperkuat, serta dikonstruksi melalui panutan prinsip-prinsip neo-liberal pada sistim ekonomi kapitalisme, yang tentunya mengacu pada prinsip hak-hak kebebasan individu dan individualism.

Lalu, bagaimana nasib kehidupan ekonomi sistim kapitalis ini, kalau kita hidup dalam struktur pengertian sosial masyarakat Matriarkhi?

Menurut seorang pengamat antropology, Peggy Reeves Sanday, yang pernah melakukan penelitiannya tentang Masyarakat Minangkabau, menyatakan bahwa kaum perempuan dalam masyarakat Minangkabau memiliki peranan dominan dan berpengaruh peranan status sosialnya di kehidupan masyarakatnya.

Dari hasil penelitian melalui wawancara Peggy Reeve di Padang, digambarkan pula bagaimana sifat dan prilaku kaum perempuan, yang memiliki pula kekuasaan penuh dalam mengambil keputusan fungsi strategis dunia finansial, akibatnya di anggap menambah kerugian pada posisi kaum lelaki dalam status sosial masyarakatnya.

Pengaruh karakter individu kaum perempuan tersebut, juga dilihat oleh Peggy Reeve ada kaitannya pada gejala sosial masyarakatnya. Bahwasanya peranan sosial antar perbedaan gender menunjukan adanya pengaruh struktur budaya Matriarkhi, biar pun mayoritas penduduknya beragama Islam.

Masalahnya, warga dunia masih hidup dalam masyarakat kapitalisme, yang menghalalkan pada peranan sosial, yang bersandar pada perbedaan antar kelas penguasa dan kelas yang dikuasainya. Persoalan gender yang bermakna pada sifat atau ciri peran tertentu, dikonstruksi secara sosial, budaya, agama, politis, ekonomis dalam waktu dan konteks tertentu untuk kepentingan tertentu.

Jadi, struktur pandangan umum tersebut buat kita semua bukan merupakan rahasia umum lagi. Bahwasanya pengaruh karakter individu yang mengacu pada prinsip neo-liberal tersebut, tidak lah lepas dari sistim sosial masyarakat kapitalisme, yang bersandar pada struktur sosial-budaya masyarakat Patriarkhi, nyatanya dalam kehidupan kesehariannya kaum perempuan selalu berhadapan pada persoalan kasus-kasus yang diskriminatip dan ketidak-adilan.

Dengan begitu, sang perempuan atau sang lelaki yang memiliki fungsi strategis sejajar di dunia finansial, yang hidup dalam struktur pengertian sosial masyarakat Matriarkhi, akan pula dihadapi kasus persoalan yang sama, yaitu peranan dominan atas kepentingan kekuasaan golongan tertentu demi kelanggengan sistim ekonomi kapitalisme.

Amsterdam, 8 Juli 2009

Sumber:

Women at the Center Door Peggy Reeves Sanday, Mita Choudhury
http://books.google.nl/books?id=yeG9UGz4_08C&dq=peggy+reeves+sanday&printsec=frontcover&source=bl&ots=vqN3PdDLl4&sig=R6f_PYN3BsuljAJ-qoDjgPotYj0&hl=nl&ei=hA5TSr3xForH-Qa14629CA&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=4
http://beleggen.blog.nl/amerika/2009/04/20/mannen-grootste-slachtoffer-van-crisis
http://www.ad.nl/economie/2736684/Macho_medeoorzaak_kredietcrisis.html
http://managementscope.nl/nieuws/1-bedrijven/deloitte-onderzoek-nederlandse-bedrijven
http://www.grenzeloos.org/artikel/viewartikel.php/id/1462.html
http://www.nrc.nl/nieuwsthema/kredietcrisis/article2027978.ece

***
Marilyn French dan pembebasan kaumnya
: In memoriam Marilyn French 21 Nopember 1929 - 5 Mei 2009


Oleh MiRa

Tragedi "Black Thursday" di bulan Oktober 1929 telah menjadi awal lembaran hitam buat kehidupan rakyat di Amerika. Ketika itu bursa "Wall Street" - New Yorks mengalami kolaps, yang sekarang ini sering disebut sebagai persoalan "Kredit krisis". Yaitu krisis finansial yang melanda kehidupan dengan mengorbankan banyak orang, misalnya kehilangan pekerjaannya ato sumber hidupnya, meluap massal pengangguran di Amerika bagaikan gelombang arus mengalir lumpur panas "Lapindo".

Kasus Tragedi "Black Thursday" telah menjadi sejarah kenyataan situasi over-produksi dari "massa konsumsi", yang mengakibatkan stagnasi pada sistim ekonomi "pasar bebas" di USA. Kebijakan sistim Bank Negaranya pun kehilangan keseimbangan akibat krisis permintaan dan penawaran barang-barang produksi dalam sistim ekonomi pasar bebasnya.

Juga, kenyataan kondisi sosial-ekonomi kehidupan ketika itu di Amerika, telah mengalami ekstrem jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Dalam situasi tersebut, mengakibatkan penurunan drastis daya beli masyarakatnya. Sehingga ketidak berdayaan posisi kaum miskinnya di sektor lapangan kerja sangat dirasakan dalam krisis kehidupan kesehariannya. Walhasil proses alamiah sistim kaptalisme melahirkan bencana sosial paling terburuk pada peristiwa Tragedi "Black Thursday".

Gelombang tragedi kredit krisis di Amerika sendiri rupanya tak bisa di bendung bahkan berimbas cepat melanda arus kehidupan masyarakat di Europa dan manca negara lainnya.
Proses domino efek ekonomi krisis yang mengglobal itu, akhirnya antara lain membuahkan nasib paling terburuk bagi kaum perempuan, yang posisinya sudah tertindas semakin terjepit ganda pula dalam hubungan antar gender di sektor privat maupun sektor publik.

Di tengah-tengah kehidupan rakyat miskinnya yang semakin terpuruk, lahirlah seorang bayi perempuan mungil bernama Marilyn di kota New Yorks. Marilyn yang dilahirkan pada tanggal 21 nopember 1929 pun terpaksa mengalami nasib sama dengan lingkungan masyarakat sosial ekonominya di Brooklyn.

Faktor kemiskinan akibat pengangguran massal dan kehilangan pekerjaan kaum menengahnya telah memunculkan persoalan di kehidupan rumah tangga, seperti frustrasi, agresi, kekerasan dan pemerkosaan. Bahkan, kehidupan di sektor publik sangat pula dirasakan kondisi krisis sosialnya, yang rakyatnya menghadapi persoalan kekerasan dan kriminalitas akibat diskriminasi antar ras dan antar gender di lapangan kerja.

Persoalan-persoalan yang terjadi di sektor privat maupun di sektor publik tersebut tidaklah lepas dari pengaruh perkembangan hidup keseharian Marilyn. Misalnya pengalamannya di kehidupan dalam rumahnya, Marilyn tidak pernah mendapat sentuhan kasih sayang dari Ayahnya bernama Charles Edwards. Bahkan di rumahnya Marilyn harus mengalami pengalaman pahit-getirnya kehidupan kekerasan bersama Ibunda, Isabel. Untungnya sang Ibunda masih memiliki ketegaran dan keberaniannya melawan dominasi kekerasan dari watak feodal-patriarki bapaknya.

Pada tahun 1950, di usia 21 tahun, Marilyn menikah dengan seorang advokat bernama Robert French serta di karuniai 2 anak. Setahun kemudian Marilyn menyelesaikan S1jurusan sastra Inggris di Universitas Hofstra. Marilyn mengalami perceraian setelah menjalani hidup berkeluarga selama 17 tahun. Kemudian ia meneruskan S2 jurusan literatur di universitas Harvard.

Selama masa perkawinannya, rupanya hidup berkeluarga buat Marilyn tidak membuat dirinya bahagia. Dirasakannya hidup berkeluarga bersama suaminya tidak memiliki kebersamaan rasa tanggung jawab dalam menangani urusan rumah tangganya. Misalnya pekerjaan yang sehubungan dengan penanganan kebutuhan hidup keseharian dalam rumahnya, mengurus dan membesarkan anak-anaknya dibebankan padanya. Dianggapnya hak atas pembagian kerja dalam rumah-tangganya tidak mendapat perlakuan secara adil, yang seakan-akan suaminya mengabaikan hal-ihwal beban tanggungjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh Marilyn di sektor privat.

Kasus perceraian yang dialaminya tahun 1967 membuat diri Marilyn tak merasa patah arang menghadapi nasib hidupnya. Bahkan ia tetap melangkah maju dengan penuh semangat untuk merubah nasib dirinya dalam perjalanannya menuju ke kemandirian, melawan penindasan serta berjuang melepaskan ketergantungannya dengan cara membangun kehidupan sosial-ekonominya. Melalui pengembangan daya intelektualitasnya, Marilyn berhasil membangun fungsi sosialnya dengan melalui karirnya sebagai penulis buku roman. Dalam kumpulan karya tulisannya, ia selalu mencerminkan pada pengalamannya sendiri, termasuk bersama putrinya, bernama Jim yang menjadi korban pemerkosaan.

Buku romannya berjudul "The Women's Room" telah dikenal sebagai buku best-seller, mencapai sampai 20 juta eksemplar terjual. Buku roman yang diterbitkan pada tahun 1977 itu merupakan bagian dari pengalaman kehidupannya, yang ternyata dianggap sangat mempengaruhi kaum perempuan dalam inspirasi pembebasan dirinya dari posisi ketertindasan kaumnya sebagai Ibu rumah tangga. Ketika itu Marilyn berusia 48 tahun, dan dinilai karya romannya membawa misi "Keadilan dalam hubungan gender", yang tentunya misi tersebut oleh publik pembacanya dianggap mendobrak Hegemoni Patriarkhi di dunia privat maupun di sektor publik. Seperti pula yang dinyatakan Marilyn sendiri dalam wawancara dari majalah Feminist "Florence Howe": " hanya kaum perempuanlah yang bisa menyetop ketertindasannya, kaum perempuan musti berjuang dan melawan dirinya dari ketertindasannya."

Bukunya yang diterjemahkan sampai 20 bahasa itu memang dianggap spektakuler dalam menggambarkan wacana perubahan evolusi sosok figur perempuan bernama Mira Ward. Dalam perkawinannya di tahun 50an Mira mengalami penindasan serta diperlakukan sangat tidak adil oleh suaminya. Pada tahun 60an Mira bercerai dengan suaminya, serta berniat untuk merubah nasibnya dengan cara meneruskan studinya di Harvard. Dalam lingkungan di universitas Mira baru menyadarinya betapa pentingnya membangun proses perkawanan yang senasib dan sejiwa. Dan, bersama teman-teman kuliahnyalah Mira melakukan evaluasi diri tentang sejarah pengalaman kehidupannya, dan kemudian mendifinisikan kembali arti serta makna pembedaan antar gender dalam proses perubahan sosial menuju pembebasan kaum perempuan dari mekanisme ketertindasannya di privat sektor maupun di sektor publik.

Marilyn, menganggap dirinya sebagai radikale feminist setelah mengalami "Ketidak bahagiaannya dalam perkawinan", membaca buku karya Kate Milet's Sexual Politics dan " Le deuxième sexe" karya Simone de Beauvoir. Juga, baru diketahuinya bahwa putrinya bernama jami, yang ketika itu berusia 18 tahun mengalami pemerkosaan di tahun 1971. Dari pengalaman hidupnya dan membaca buku-buku feminism membuat dirinya termotivasi untuk meningkatkan daya intelektualnya guna memahami sejarah kenyataan hidupnya di privat sektor maupun di publik sektor.

Seperti yang dinyatakan dalam karya tulisan tahun 1992, yang bukunya berjudul "The War Against Women". Antara lain Marilyn menyatakan bahwa lahir dan meluasnyanya patriarki bagaikan perang melawan perempuan. Bahwa peperangan melawan kaum perempuan bertujuan untuk menguasai tubuh perempuan, dalam hal kapasitas hubungan seksual dan reproduksi.

Perubahan sosial dilukiskan oleh Marilyn sebagai evolusi alamiah yang merupakan respon terhadap ketidak-adilan antar fungsi sosial dengan struktur peran-peran sosial. Misalnya dalam hal reproduksi, bila kaum lelaki melihat bayi yang baru lahir akan segera mereaksi kepanikan dan kebingungannya biar pun hatinya merasa bahagia. Sedangkan kaum perempuan, yang memiliki naluri rasa keibuan tentunya selain merasa bahagia juga akan langsung mengerti prioritas tanggung-jawab kelahiran sang bayi itu buat kesehatan dan kesejahteraan kemasyarakatannya.

Menurut Marlilyn, momen kelahiran sang bayi itu sudah sewajarnya menjadi pilihan tanggung jawab setiap umat manusia, dan bukan atas pilihan basis sistim program yang diatur oleh gen-gen dalam pembedaan gender. Jadi, sudah merupakan suatu kebutuhan urgent, bagi umat manusia untuk mengerti dan memahaminya adanya kebutuhan prioritas dalam mengurus, membesarkan dan mendidik bayinya itu sampai dewasa. Akan tetapi dengan adanya proses industrialisasi, hak kebebasan dan persamaan berpikir serta kemajuan teknologi, sekan-akan kelahiran sang bayi oleh kaum lelaki diserahkan tanggung-jawabnya secara penuh kepada kaum perempuannya.

Sejak masa kecil sampai remajanya Marilyn telah mengalami berbagai macam dan ragam pengalaman hidupnya. Pengalaman keseharian Marilyn sejogyanya dialami atas jasa perlindungan Ibunya terhadap keselamatan dirinya dan adiknya dari siksaan bapaknya, yang rupanya buat Marilyn menjadi kesan ingatan "Lembaran Hitam" dalam kehidupan kekerasan di dalam rumahnya. Pengalaman hidupnya sejak masa kecilnya, sampai di masa akhir hidupnya di usia 79 tahun, nyatanya rekaman ingatannya menjadi bekal ilmu pembelajarannya sebagai seorang feminist dan penulis karya buku romans cukup berpengaruh di lingkungan kaum perempuan.

Kumpulan bukunya yang dikenal oleh kaum feminist di daratan Europa misalnya 'Beyond Power: On Women, Man and Morals' (1985), 'The War against Women' (1992), 'Women's History of the World' (2000) dan 'From Eve to Dawn' (2002). Pada tahun 2006 karya bukunya yang berjudul 'In the Name of Friendship' untuk pertama kalinya diterbitkan di Belanda, kemudian buku tersebut mencapai bestseller di Belanda dan negara Eropa Barat lainnya sampai ke daratan Amerika.

Namun banyak pula kaum kritisi yang menyebut sang penulisnya sebagai "kemarahan dan pembenci kaum lelaki" Namun, Marilyn menolak tuduhannya itu dalam wawancaranya di London Times beberapa tahun yang lalu, serta menyatakan : "Telah menjadi suatu kenyataan kaum lelaki selalu bersikap superior terhadap kaum perempuan. Semua laki-laki itu pemerkosa, dan tidak lebih dari itu. Mereka memperkosa kita dengan matanya, dengan undang-undangnya dan dengan peraturannya".

Marilyn French telah tiada akibat sakit serangan jantung pada tanggal 5 Mei 2009. Namun jasa beliau untuk memberikan inspirasi baru bagi perbaikan nasib kaum perempuan melalui gerakan feminist fase "gelombang ke 2" tak bisa dilupakan.


Amsterdam, 9 Juni 2009

***Henk Sneevliet: “Berani Karena Benar” (Dapper zijn omdat het goed is)

Oleh MiRa

Henk Sneevliet, adalah sebuah nama yang sebenarnya tak asing lagi bagi para penumpang snel-tram, misalnya antara stasiun Gein-Isolatorweg di kota Amsterdam. Mungkin jasa beliau sebagai salah satu tokoh sosialis-revolusioner dalam sejarah modern Belanda, tidaklah lagi terekam dalam ingatan generasi muda di Belanda. Akan tetapi Henk Sneevliet, yang di kenal dengan nama Maring, juga disebut dalam bahasa Tionghoa "Ma Lin" masih tetap menjadi kenangan indah dalam sejarah “Perjuangan Pembebasan” Rakyat China. Bahkan di History museum kota Shanghai Henk Sneevliet digambarkan sebagai sosok sejajar pemimpin besar Revolusi Mao Zedong, Chen Duxiu, Li Da, Zhang Guotao, karena kehadirannya waktu itu sebagai wakil utusan dari Komintern untuk pendirian Partai Komunis China (1921).

Henk Sneevliet lahir pada tanggal 13 Mei 1883 di kota buruh pelabuhan Rotterdam. Ayahnya berasal dari keluarga miskin-papa, bekerja sebagai pembuat Cerutu. Sedangkan Ibunya yang berasal dari keluarga kaya di Den Haag, pernikahannya dengan ayahnya.tidak disetujui oleh orang tua dari pihak Ibunya Ketika Henk Sneevliet berusia 3 tahun, ibunya meninggal dunia akibat penyakit tuberkulose. Lalu ayahnya pindah ke kota Roermond, bekerja sebagai penjaga penjara. Tak lama kemudian ayahnya menikah lagi dan dengan begitu, Henk bersama adik perempuanya dititipkan pada neneknya di kota 's-Hertogenbosch. Sa'at itu kondisi kehidupan keluarga dari pihak ayahnya pun sangat miskin papa.

Pada tahun 1900, Henk Sneevliet menyelesaikan sekolah HBS (Hogere Burgerschool). Di usia 17 tahun itulah ia di terima sebagai pegawai negeri di Perusahaan Negara Kereta-api di kota Zutphen. Bersamaan dengan itu, ia juga menjadi aktivis-politik di Socialistisch Democratisch Arbeiders Partij, SDAP (Partai Buruh Sosialis Demokrat). Tahun 1904, ia menyelesaikan pendidikan akademinya dan kemudian ditugaskan ke kantor Cabang Perusahaan Negara Stasion Kereta Api di kota Zwolle. Di kota inilah Henk Sneevliet mulai berperan aktip sebagai politikus SDAP dan juga sekaligus menjadi aktivis Serikat Buruh. Tahun 1906, Henk Sneevliet diangkat sebagai salah satu pengurus Cabang Organisasi Serikat Buruh Kereta-Api dan Tram bernama Nederlandse Verenigging van Spoor- en Trampersoneel (NVV) di Zwolle.

Sehubungan dengan kegiatan politiknya, Henk Sneevliet memiliki peranan penting di berbagai partai, serta di pilih dan berfungsi sebagai wakil partai dalam sistim Pemerintahan di negerinya, antara lain sebagai Ketua SDAP Cabang kota Zwolle pada tahun 1907 – 1909 , sebagai wakil SDAP di Dewan Perwakilan Rakyat Kota Praja Zwolle di tahun1907 – 1909, anggota Sociaal-Democratische Partij (SDP)di tahun 1912 – 1913, anggota Pimpinan Pusat Sociaal Democratische Arbeid Partij (SDAP) di tahun 1913-1916, anggota SDP/Comunistische Partij Nederland di tahun 1916-1927, anggota Pengurus Comunistiche Partij Nederlands (CPN) di tahun 1925-1927, sebagai salah satu pendiri Revolutionair Arbeiders Comité (RAC) di tahun 1925, pendiri dan ketua Revolutionair Socialistische Verbond (RSV) di tahun 1928, Pendiri dan ketua Revolutionair Socialistische Partij (RSP) di tahun 1929-1935, menjabat sebagai wakil RSP di Parlemen Belanda di tahun 1933-1937, menjabat Secretaris dan Ketua Revolutionair Socialistische Arbeidspartij (RSAP) di tahun 1935-1942, sebagai wakil RSAP di Dewan Perwakilan Rakyat Provinciale Staten Noord-Holland di tahun 1935-1939, sebagai wakil RSAP di Dewan Perwakilan Rakyat Kota Praja di kota Amsterdam pada tahun 1939-1940. Pada periode pendudukan Jerman di Belanda tahun 1940, ia menjadi salah satu anggota Pimpinan Front Marx-Lenin-Luxemburg yang berpusat di Jerman, dan kemudian meneruskan perjuangan ilegal melawan kekuasaan Hitler-Fasis sampai akhir hidupnya, ketika ia di eksekusi di kamp Amersfoort pada tanggal 13 April 1942.

Sejak menjabat Ketua SDAP cabang Zwolle (1909), nama Henk Sneevliet pun semakin menjadi dikenal di kalangan intelektual socialis progresip, di mana ia kemudian menjalin hubungan perkawanannya dengan antara lain Henriëtte Roland Holst (1869 - 1952). Sejak saát itu, Henk Sneevliet semakin menunjukan sikap politik radikalnya dan mulai menjalin hubungan kerjasama serta perkawanannya di arena Internasional, misalnya, dengan aktivis revolusioner Rosa Luxemburg, Lenin dan Trotski.

Tahun 1911, ia dipilih sebagai ketua NVV, Nederlandse Verenigging van Spoor- en Trampersoneel Cabang Zwolle. Juga ia di minta untuk menjadi anggota NAS (Het Nationaal Arbeids-Secretariaat). Saat itu NAS, yang dibentuk sejak tahun 1893 di Amsterdam dikenal sebagai Serikat Buruh radikal. Setahun kemudian, Henk Sneevliet bersama kawan-kawannya mengorganisir protes aksi solidaritas di berbagai kota besar Belanda, untuk mendukung aksi pemogokan pelaut internasional di Inggris. Ketika itu, peraturan di Belanda hanya membolehkan aksi untuk perbaikan nasib kaum pekerja di tingkat Perusahaan Negara. Akibatnya, ia dianggap melanggar peraturan pemerintah Belanda, sehingga kemudian di pecat sebagai pegawai negeri di Perusahaan Negara Stasion Kereta Api. Bahkan namanya pun dimasukan dalam daftar hitam Badan Intelijen Belanda.

Henk Sneevliet dan Indonesia
Berkat pengetahuannya membaca buku karya Max Havelaar, maka berangkatlah Henk Sneevliet ke Indonesia. Pertengahan Februari 1913, ia tiba di Pulau Jawa dan bekerja di sebuah surat kabar, Soerabaiasch Handelsblad. Tak lama kemudian, melalui kontak kawan sosialisnya bernama D.M.G. Koch, ia mendapat pekerjaan baru di Semarang sebagai sekretaris dari Handelsvereeniging (Serikat Dagang Hindia Belanda). Di tempat kerja barunya inilah Henk Sneevliet banyak mendapat inspirasi untuk menekuni kembali ke dalam kegiatan perjuangan politik di serikat buruh. Segera ia menjadi anggota VSTP, Vereeniging van Spoor- en Tramwegpersoneel (Serikat Buruh Kereta Api dan Trem). Kehadiran Henk Sneevliet sebagai aktivis di VSTP dinilai sebagai pembawa pembaharuan dalam membangun organisasi modern gerakan serikat buruh, misalnya dalam hal merespons persoalan upah orang Belanda maupun pegawai rendahan pribuminya. Padahal ketika itu VSTP masih dianggap oleh Henk sebagai organ moderat, yang program tuntutannya berhaluan lunak serta masih dipengaruhi oleh kebijakan politik-ethiek kolonial Hindia Belanda.

Berkat pengalamannya sebagai pemimpin gerakan buruh di Belanda, serta pula memiliki kepintaran menulis dan berpidato, kemudian ia diangkat sebagai pemimpin pengurus serikat buruh VSTP. Dalam kesempatan ini, Henk Sneevliet berhasil mendominasi karya opini politiknya dikalangan massa luas melalui tulisan-tulisannya, yang dimuat di majalah bulanan VSTP bernama De Volharding. Dalam hal ini, pembahasan masalah Nasional (Hindia Belanda), misalnya soal ketidak-adilan daripada undang-undang dan peraturan kebijakan pemerintahan Kolonial Belanda, menjadi isu perdebatan politik yang dikaitkan dengan soal monopoli produksi milik pengusaha asing. Tak lama kemudian, VSTP menerbitkan majalah bernama Si Tetap , yang sampai mencapai 15.000 eksemplar, dan memperkenalkan ajaran ilmu pengetahuan tentang sosialisme.

ISDV dan gerakan buruh
Pada tahun 1914, Henk Sneevliet bersama kawan-kawannya mendirikan organisasi independen bernama ISDV (Indische Sociaal Demokratische Vereniging). Tujuan pendirian organisasi ini adalah untuk menjadi basis gerakan massa secara luas demi pembebasan nasion Indonesia dari kekuasaan Imperialisme-Belanda. Dalam menanggapi pendirian ISDV ini, koran harian Kaoem Moeda menyatakan bahwa pendirian ISDV pada tanggal 9 Mei 1914 tidak hanya mengurusi kepentingan kaum buruh Europa, akan tetapi juga untuk memperjuangkan kepentingan kaum buruh Hindia Belanda. Dan dinyatakan pula di koran harian itu bahwa Sarekat Islam disebut sebagai bapaknya kaum kuli, serta menafsirkan pembentukan ISDV sebagai dorongan untuk secara aktif mengusahakan perbaikan upah buruh di Hindia belanda.

Dikalangan kaum buruh, Sneevliet bersama anggota ISDV lainnya memulai dengan pembangunan organisasi serikat-serikat buruh, yang kemudian tumbuh cepat bagaikan jamur dimusim hujan. Dalam hal ini, ISDV telah menunjukan keunggulannya dalam memberikan kepemimpinannya terhadap pembangunan gerakan serikat buruh, dan juga dalam pembentukannya sebagai organ serikat buruh di berbagai tempat. Misalnya, pada tahun 1916, pegawai-pegawai Indonesia dari Jawatan Pegadaian Negeri mendirikan Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputra (PPPB) yang berpusat di Yogyakarta. Kaum buruh BOW (Burgerlijke Openbare Werken – Pekerjaan Umum) mendirikan VIPBOW (Vereniging Inheemse Personeel BOW – Persatuan Personil Pribumi BOW) berpusat di Mojokerto. Para guru sekolah mendirikan PGHB (Perserikatan Guru Hindia Belanda), PGB (Perhimpunan Guru Bantu) dan PGAS (Perserikatan Guru Ambachtschool). Kaum Buruh Jawatan Candu mendirikan Opium Regio Bond van Nederlands-Indië (1915) dan de Opium Regio Bond Luar Jawa-Madura (1917). Buruh Duane dengan Perhimpunan Buruh Putra Pabean.

Dalam melakukan kegiatan organisasi massa di sektor tani, ISDV berhasil merespons persoalan–persoalan politik aktual, seperti misalnya menentang politik Indië Weerbaar, yaitu kebijakan politik Pemerintah Kolonial Belanda,yang mewajibkan rakyat, terutama kaum tani, membentuk kekuatan milisi untuk mempertahankan tanah jajahan kepentingan kekuasaan rezim kolonial. Juga, menuntut penurunan harga beras, menentang cara-cara pemilihan yang tidak demokratis dari dewan-dewan kota dan volksraad (Dewan Rakyat), menentang politik pembelian padi pemerintah yang merugikan kaum tani, menentang pajak-pajak yang sangat memberatkan penghidupan rakyat dll.

Proses perkembangan gerakan massa di kalangan kaum buruh dan tani ini mungkin dapat diartikan sebagai akibat eksploitasi dari hasil hubungan produksi sistim kapitalisme di Hindia Belanda. Pada waktu itu, kondisi kerja mereka sangat dirasakan kesengsaraannya, misalnya, banyak petani musiman yang terpaksa menjadi kuli-kontrak untuk pembuatan jalan-jalan kereta api, proyek perluasan sarana pelabuhan sebagai pusat ekspor/import perdagangan, perluasan perkebunan dan industri gula serta karet, pemasangan jaringan telekomunikasi, dan lain-lain.

Maka lahir dan berkembanglah golongan pekerja di Hindia Belanda. Akan tetapi kelahiran kelas pekerja di Hindia Belanda tidaklah seperti di Inggris, Perancis atau negara europa lainnya, yang sejak awal abad ke 20 telah memiliki proses pemapanan industrialisasi. Indonesia di masa abad yang sama, posisinya berada dibawah kekuasaan rezim kolonial Belanda, yang hanyalah memfungsikan Kekayaan Alam Tanah Jajahan sebagai wadah tempat “industri-pembantu” buat pengolahan bahan-bahan mentah untuk di ekspor ke Europa guna memenuhi kebutuhan pengembangan Industrialisasi di sana. Dan industri-pembantu ini pun dikuasai dan di monopoli pula oleh golongan pengusaha Asing-Europa. Golongan pengusaha, yang disebut Kapitalis Asing itu tentunya didukung kebijakan politik Kolonial Belanda, yang tujuannya hanyalah untuk memajukan dan memakmurkan industri negeri kapitalisnya sendiri di Europa.

Lalu bagaimana nasib perusahaan-perusahaan Hindia Belanda yang dikelola, misalnya, oleh kaum pengusaha pribumi? Kaum pengusaha pribumi ini, maksudnya yang diwakili antara lain oleh kaum pedagang pribumi “Sarikat Islam”, dan pengusaha non-pribumi (Europa, Indo-europa, Arab, Tionghoa), tentunya secara umum kemampuan modalnya masih sangat terbatas dan tidak di dukung ataupun tidak di stimulasi oleh pinjaman kredit Pemerintah Kolonial Belanda. Sehingga mereka tidak mampu bersaing dengan para kapitalis asing, seperti misalnya untuk membangun dan memiliki industri modern secara mandiri. Juga, perusahaan pribumi nyatanya harus pula menghadapi persaingan dengan para pengusaha non-pribumi di sektor produksi lokal, misalnya, pada usaha menganyam topi, keranjang, batik dan rokok kretek. Ini mengakibatkan konflik antara kepentingan pengusaha pribumi dan non-pribumi, padahal ke dua macam pengusaha tersebut nyatanya tidak mendapat dukungan dari pihak pemerintah kolonial Belanda. Sehingga kedua pengusaha tersebut masing-masing tak akan mampu mengembangkan usaha mandirinya dan menempatkan posisinya sebagai kelompok Nasional Borjuasi di Hindia Belanda. Faktor-faktor penghabat inilah menjadikan ISDV semakin populer dikalangan bangsa Indonesia, yang ingin melepaskan diri dari penjajahan Belanda.

ISDP dan Sosialisme
Dengan adanya tuntutan rasional di awal abad ke 20, perjalanan sejarah perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia dianggap telah menemukan kesatuan idee, yaitu persatuan bangsa Nasion dengan wadah satu bahasa, kesatuan wilayah, kesatuan kehidupan ekonomi dan susunan kejiwaan Nasionalisme dalam satu kebudayaan Indonesia. Dalam hal ini pertumbuhan “Gerakan Nasional” berawal dari proses partisipasi golongan menengah kaum pribumi di jawa. Misalnya, pembentukan Budi Utomo tahun 1908 merupakan salah satu wadah organisasi modern pertama yang bergulat dengan isu politik Hindia Belanda untuk menuntut persamaan hak atas pendidikan dan kemajuan kebudayaan bumi putra. Sarekat Dagang Islam 1911, yang kemudian menjadi Sarekat Islam di tahun 1912, adalah wadah organisasi pedagang pribumi. Sementara kaum intelektual-radikal lainnya, yang ketika itu menjadi nasionalis-kiri, berhasil mendirikan Indische Partij 1912, dengan semboyan politiknya: “Lepas dari Nederland” (Los van Holland). Semboyan politik yang berkonotasi anti-kolonialis ini merupakan reaksi terhadap praktek-praktek anti demokrasi dari kebijakan politiek-ethiek pemerintah Kolonial Belanda. Kendati pada sa'at itu, Indische Partij oleh Henk Sneevliet masih dianggap memiliki kelemahan dalam kemampuannya mengorganisir maupun memobilisasi massa. Namun keberanian dan sikap radikal para kaum intelektual ini tetap menjadi perhatian khusus Henk Sneevliet dalam perluasan hubungan kontaknya di lingkungan moderat Indonesia. Bahkan kerjasama dengan Indische Partij tidak dapat dilupakan, biarpun partai tersebut “dilarang” dan sesudahnya, tiga kawannya yang menjadi pemimpinnya, yaitu Dr. Tjipto Mangunkusumo, Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningkat ditangkap dan diasingkan ke negeri Belanda pada tahun 1913. Keberadaan ketiga Organisasi-politik tersebut nyatanya telah menjadi catatan ingatan sejarah gerakan nasional, yang di pimpin oleh kaum intelektual-radikal, yang menjadi kaum Nasionalis-kiri. Dan kelahiran para nasionalis-kiri ini pun bukanlah pula dianggap sebagai hasil produk “politiek-ethiek”, yang diharapkan mengabdi pada kepentingan pemerintah Kolonial Belanda.

Pada tahun 1914, Henk Sneevliet ikut mendirikan ISDV (Indische Sociaal Demokratische Vereniging) atau disebut PSDH (Perhimpunan Sosial Demokrasi Hindia). Kemudian pada bulan september 1917 menjadi partai bernama ISDP (Indische Sociaal Demokratische Partij).
ISDP yang keanggotanya mencakup orang-orang Belanda dan Indonesia ini, dianggap telah berhasil memajukan program-program kelahiran nasion Indonesia. Terutama dalam perjuangannya untuk Kemerdekaan Indonesia, atas dasar penyatuan kekuatan antara pergerakan nasionalis dengan pergerakan buruh. ISDV yang kemudian menjadi ISDP ini dikenal sebagai organisasi politik pertama dalam pergerakan buruh Indonesia di masa pemerintahan Kolonial Belanda. Tentunya partai ini memprioritaskan tujuannya untuk mengorganisasi rakyat Hindia Belanda, terutama dari kaum buruh dan kaum tani dalam kepimpinan suatu partai yang berdiri sendiri.

Selama periode perang dunia I (1914 – 1918), Europa mengalami krisis ekonomi. Belanda sebagai salah satu negara-negara penjajah mengalami pula krisis politik-ekonominya. Kondisi kehidupan ekonomi yang semakin terpuruk ini berdampak pula pada kebijakan politik-ekonomi di negara jajahannya, yang dinilai sangat merugikan kehidupan rakyat Hindia Belanda. Sementara itu, Perang Dunia I dan Revolusi Rusia 1917 telah membawa pengaruh besar pada peningkatan semangat dan kesadaran politik rakyat Hindia Belanda. Pengaruh terhadap gerakan revolusioner pada umumnya juga mengalami pasang naiknya. Situasi pada masa itu dianggap oleh Henk Sneevliet sangat menguntungkan untuk propaganda Marxisme yang dilakukan ISDV, melalui perlawanannya dengan kalangan aktivis Sarekat Islam (S.I.), yang oleh Henk Sneevliet hubungan kerjasamanya bisa dilakukan dengan lebih intensip dan kongkrit. S.I. dianggap sebagai organisasi modern yang memiliki basis kekuatan massa kerakyatan dan pula, ia memiliki program rasional dalam tuntutan soal sewa tanah, upah dan harga. Melalui perkawanannya dengan Semaoen, yang kemudian menjabat sebagai ketua Sarekat Islam Cabang Semarang, ia akhirnya berhasil membuat opini politiknya dominan dalam S.I, di kalangan pedagang pribumi, buruh dan tani. ISDV melakukan kegiatan propaganda Marxisme dikalangan massa S.I. yang berjumlah ratusan ribu orang. Massa kaum pekerja dengan cepat pula terdidik oleh penetrapan ajaran Marxisme guna memajukan perjuangannya melawan penindasan pemerintahan Kolonial Belanda. Sehingga dalam prosesnya, terbentuklah sayap radikal, yang berhasil pula merevolusionerkan massa S.I. di beberapa daerah. Gerakan politik radikal S.I. yang berpusat di Semarang ini, menjadi sangat terkenal dengan program tuntutannya untuk pembebasan nasion, anti-kapitalisme dan untuk sosialisme. Tentunya pengaruh radikalisme Sneevliet sebagai salah satu pendiri ISDV lalu kemudian menjadi ISDP, dengan mudah pula mendapat dukungan solidaritas dari tentara Belanda dan khususnya dari para pelaut Belanda.

“Zegepraal” dan Persona Non Grata
Dalam penulisan artikel Henk Sneevliet yang berjudul “Zegepraal”, ia menyerukan agar rakyat Indonesia berjuang melawan kekuasaan Imperialisme Belanda dan keterbelakangan feodalisme. Dinyatakan pula bahwa tugas perjuangan itu berat dan membutuhkan keberanian, keuletan kerja serta keyakinan yang optimis untuk menuju kemenangan kemerdekaan Indonesia. Karena isi seruan dalam artikel “Zegepraal” tersebut, ISDV menjadi terkenal sebagai suara dan organisasi Marxis pertama di Hindia Belanda. Namun lain halnya dengan pihak pemerintah Hindia Belanda, yang menilai Sneevliet sebagai orang yang berbahaya dan ancaman bagi stabilitas kepentingan pemerintahan Hindia Belanda. Dalam proses pengadilan Negeri Nederlands Indié di Semarang tanggal 20 - 23 November 1917, Sneevliet mendapat vonis hukuman persona non grata karena penulisan artikel karyanya yang berjudul “Zegepraal”. Dan melalui proses hukum pengadilan negeri Kolonial Hindia Belanda itulah, akhirnya Henk Sneevliet dikenal pula sebagai orang Belanda pertama yang di usir dari tanah jajahan Belanda. Dalam proses pengadilan, Henk Sneevliet menulis pleidooi, yang kemudian dibukukan setebal 368 halaman berjudul Het Proces Sneevliet. Buku tersebut menjadi bahan perbendaharaan sejarah berharga, baik untuk gerakan Marxis khususnya, maupun untuk gerakan kemerdekaan nasional pada umumnya. Sneevliet meninggalkan Indonesia pada tanggal 5 Desember 1918.

Di masa paska Sneevliet, ISDP tetap berhasil mengembangkan organisasinya di sektor tani, misalnya, pada tahun 1918 dengan pembentukan PKBT (Perhimpunan Kaum Buruh dan Tani), yang di pimpin oleh Suharjo. Organisasi kaum pegawai dan buruh telah pula mendorong kaum buruh partikulir untuk membangun serikat-buruhnya masing-masing, antara lain PFB (Personeel Fabrieks Bond) di tahun 1919. Kebanyakan organisasi buruh tersebut memiliki majalah sendiri. Misalnya, PFB menerbitkan Suara Bumiputra dan majalah mingguan bernama Buruh Bergerak.

Menjelang akhir hidupnya di Belanda, Henk Sneevliet tetap memiliki jiwa keberaniannya dengan melakukan gerakan bawah tanah melawan pendudukan Rezim Fasis - Hitler. Dan pada tanggal 13 April 1942, Henk Sneevliet ditangkap serta di eksekusi bersama 6 kawannya. Setiap tahun peringatan untuk Henk Sneevliet dan kawan-kawannya sebagai pahlawan Perjuangan Revolusioner Kaum Buruh di Belanda, selalu diadakan di monumen Pemakamannya di kota Velsen. Beliau telah meninggalkan seorang anak perempuan bernama Sima Sneevliet. Sima lahir di Moskow pada tahun 1923, dan baru pada tahun 1998 mendapat pengakuan secara hukum pemerintah Belanda sebagai anak keturunan Henk Sneevliet. Ibunya bernama Sima Zolkovki berasal dari Ukraine – seorang Yahudi yang mrnjadi aktivis bolsjeviki, sekaligus sebagai pekerja di sebuah pabrik di Moskow.

Semasa hidupnya, Henk Sneevliet (1883 - 1942) dikenal memiliki keunikan tersendiri dalam peranannya sebagai politikus, jurnalis, aktivis gerakan buruh dan juga sebagai salah satu pejuang anti Fasisme di negerinya, maupun dalam peranannya di arena Internasional. Perjalanan kegiatan politiknya, yang di awali dengan aliran politik Sosial - Demokrat melalui partai SDAP, lalu aktip di CPH/CPN, yang kemudian bergabung diberbagai kelompok Trotsky, adalah merupakan resiko mahal baginya. Sikap politiknya yang non-kompromis dalam membela nasib kaum buruh abad 20, membuat dirinya pun tak jera tekena jeratan politik isolasi pada zamannya. Sampai akhir hidupnya di usia 59 tahun, Henk Sneevliet tetap tetap berkeyakinan bahwa “Berani karena Benar” (Dapper zijn omdat het goed is), adalah falsafah hidupnya demi memperjuangkan sosialisme, dengan memiliki pula jiwa Internasionalisme dalam melawan kekuasaan Imperialisme.

Amsterdam, 13 April 2008


Sumber:
Imam Soedjono, Yang Berlawan, Resist Book, Januari 2006.
Jan Pluvier , Indonesië: Kolonialisme, Onafhankelijkheid, Neo-Kolonialisme, Penerbit SUN, Nijmegen 1978.
Hendricus josephus Franciscus Marie, “SNEEVLIET”, diambil dari:
http://www.iisg.nl/bwsa/bios/sneevliet.html
http://www.inghist.nl/Onderzoek/Projecten/BWN/lemmata/bwn3/sneevliet
http://www.iisg.nl/archives/en/files/s/10765415full.php
http://www.grenzeloos.org/artikel/viewartikel.php/id/235.html
http://www.nrc.nl/W2/Columns/Etty/991224.html
http://www.groene.nl/2001/28/Interview_met_Sima_Sneevliet
http://www.groene.nl/index.php?show=article&source=issue&arti

No comments:

Post a Comment