Kata melahirkan duka
Kata lahir tersusun dalam darah
mengalir, mengikuti arus kegelapan
hati berdenyut, menembus bibir dan mulut
menuntut keadilan.
Dari tempat kelahiran yang ditinggalkan
kehadirannya semakin menjauh
tidak untuk pergi mengembara
dan mati di perantauan.
TKI, nasib hidupmu telah dipertaruhkan
yang penuh kemiskinan, bukan pilihannya
kepergiannya menjadi abu atau membatu.
Orang-orang berlalu lalang
kekuasaan datang dan pergi, silih berganti
meninggalkan duka nestapa.
Bumi pertiwi menyatu dengan air
membeku bersama kata-kata kemerdekaan
telah menjadi warisan persatuan
jiwa semangat yang menghubungkan
dengan mereka yang mati tanpa kuburan.
Ketika suasana bergetar hati gemetar
keberaniannya penuh pengorbanan
batin menjerit solidaritas kemana?
di masa kelam membias kepedihan
marilah menjalin makna kata keadilan.
Ah..bahasa manusia, yang terkumpul dalam katakata itu
membercak cahaya gelombang panjang kemunafikan,
turun-temurun kekuasaan anti rakyat diawetkan
melalui komunikasi aliran darah beracun
dibentuk dalam suasana kebisuan trauma.
Semua kumpulan kata manusia
disusun dalam kemelut kesunyian
tak ada intonasi kata kebenaran atas kematian
kasak kusuk politik di antara politisi berzinah
bahasa kebiadaban dirangkai menjadi bangsa kuli,
mulut berbicara tanpa menggerakkan bibir
tak peduli adalah kata kejahatan manusia.
MiRa - Amsterdam, 30 Nopember 2010
Hidangan Makan Malam
Setiap malam, ketika perempuan itu pulang,
kesedihannya keluar dari pintu biliknya,
mengenakan pakaian berwarna kelabu,
lalu menghampiri perempuan itu,
dengan raut wajah pucat pasi,
kemudian mengiringinya,
untuk berjalan bersama,
menelusuri jejak hidup,
yang dilaluinya.
Sampai larut malam,
mereka duduk bersanding,
bila perempuan itu menangis,
ia disampingnya, turut menangis,
dengan setia ia mendampingi perempuan itu,
yang berduka meratapi kematian anaknya,
tertimbun dalam himpitan bukit sampah,
yang ditemuinya sejak bulan lalu.
Pada saat kesedihannya masuk ke arah dapur,
perempuan itu menatapnya tanpa daya,
hidangan untuk makan malam itu,
menjadi impian kesedihannya,
karena kehilangan anaknya
sebagai tumpuan harapan,
menyambung hidupnya.
MiRa - Amsterdam, 12 Juli 2010
Peringatan
: Peristiwa Tragedi Kekerasan Militer
12 Mei 1998 - 12 Mei 2010
Peristiwa Tragedi Itu,
terjadi saat aparat kepolisian
dan
tentara menembakkan peluru tajam
ke arah
Kampus Trisakti di Grogol
DOR! DOR! DOR!
Mahasiswa terbunuh
Trisakti berkabung
Kenangan aksi damai,
melawan kekuasaan tirani Rejim Soeharto,
bukanlah suratan takdir,
nyawa warga sipil direnggut,
sang Pencipta Duniawi maupun Surgawi,
lalu siapa yang harus bertanggung jawab?
12 tahun telah dinanti,
terlalu lama merasakan nyeri,
pedih dan pilu,
sang Bunda kehilangan buah hati harapan masa depannya
Kekerasan militer
Aparat alat negara
Nyatanya kebal Hukum
MiRa - Amsterdam, 12 Mei 2010
Paradigma
paradigma, terdengar diam
sebelum paradoksal diketahui
perubahan tak bergerak
matahari pagi cerah
dari celah cahaya jendela tirai
bayangan burung muncul
jenjang kehidupan
dalam perjalanan sejenak
apakah masih ada masa depan?
hasrat keinginan
tidak dapat diputuskan
konsekuensi tak terhindarkan
jika pikiran tidak berwujud bacaan
realitas tak dapat dibaca kembali
lalu apa yang harus di percaya?
aku di sini terbungkus dalam keheningan
menyembunyikan diri dari kekosongan
kemiskinan diri tak diperkenalkan
yang tidak pernah mengenal dirinya
karena masih bisa bernapas
masa depan impian ilusi
MiRa - Amsterdam, 14 Februari 2010
Fatamorgana
hitungan waktu hanya sejenak
berkilauan di belakang pikiran
rangkaian hidup, dihimpit kelam
Ironi peralihan musim
hanyut, tirani ditampilkan
ambisi kuasa diperebutkan
jejak melangkah ke dalam diri
ritual dilema membias semu
melalui cermin, rindukan ilusi
burung camar menyapa fajar
air embun membeku kristal
tiram tua menghias fata morgana
MiRa - Amsterdam, 9 Februari 2010
I B U
Kata lahir
dalam darah
tumbuh di tubuh
dalam gelap
berdenyut
bergerak
Jauh dan dekat
tak kunjung tiba
dari yang berkeliaran
dari kesuburan menjadi batu
dari ayah mati
dan
dari yang bosan miskin
Kini kesedihan ada di jalan
orang-orang datang dan pergi
untuk menabur kata-kata derita
Udara yang menghubungkan kata
yang dikuburkan fajar
makhluk baru belum muncul
Masih suasana bergetar
dengan kata pertama
menghasilkan
panik
lalu
mengerang
Halilintar dari kegelapan
tanpa kehadiran
bergemuruh suara besi panas
dari kata pertama itu
kata yang diucapkan
hanya sebuah bisikan
seperti air musim hujan
berjenjang jatuh berjatuhan
Untuk mengisi arti kata
ibu sumber semua kata
dari kelahiran
dan
dari rangkaian kata
dipenuhi dengan kehidupan
Kata manusia, suku kata
tatapan cahaya panjang
turun-temurun
dari masa lalu
urutan piagam digilir
komunikasi dari darah
keheningan dibentuk
oleh seluruh kata manusia
di antara makhluk insani
untuk kematian
bahasa merajut keadilan
mulut bicara tanpa menggerakkan bibir
mata menjadi saksi kata-kata
denyut jantung mengungkap inti kata
kata hati bermakna cinta damai
bagi keadilan sosial
MiRa - Amsterdam, 3 Februari 2010
Di Persimpangan Jalan
Saat waktu ditentukan
harapan menuju keadilan
semakin sirna
dari satu kekuasaan
berganti pada
kekuasaan yang sama
rakyat tambah resah
di persimpangan jalan
langkah cepat, tanpa lokomotip
akankah kita semua,
bersama-sama,
melangkah lebih maju?
MiRa - Amsterdam, 3 Februari 2010
Percakapan
jejak langkah di tapal batas
diasingkan ke Digul sampai pulau Buru
ingatan musim dingin hatinya panas
saat *nasar berburu anak bangsa
anjing geladak mengonggong ganas
cahaya mencercah duka nestapa
percakapan di perbatasan
pesan menuai harapan
masa lalu menatap ke depan
Rakyat bersaksi
penjagal zalim dan koruptor
torpedo hancurkan jiwa perlawanan
wikalat dijadikan alat penguasa
dari jauh waktu bersaksi
sapi perahan berjubah politisi
sawah dan ladang kering kerontang
Hikayat Kebenaran
sungguh tragis dan ironis
sejarah pembebasan rakyat
kini amanat berlawan bertekuk lutut
MiRa - Amsterdam, 31 Januari 2010
Catatan:
* nasar: burung nasar (burung elang, gagak)
Lumpur Dusta
Ketika aku menutup buku
tetap kudengar
ratap tangismu
air mata deritamu mengalir
mengarungi lautan kepedihan
Di antara kepulauan
nelayan resah tanpa ikan
pada daratan ibu pertiwi
kaki dililit kawat berduri
bumi diperkosa berlumpur dusta
Malam hari
ombak di pantai menyapa rembulan
bernyanyi membangunkan fajar
gelombang laut berpesan
disambut badai angin
Tak ada buku yang mampu
mengancam dengan kematian
cerita berisi pembebasan diri
bersama citra anti penindasan
menapak jejak surgawi alam fana
Kau keluar dari buku itu
menggarap sawah yang bukan milikmu
pejabat pesta pora di atas derita rakyat
di tempat teduh, tanpa melakukan apa pun
mendendangkan lagu bersuara parau
Sementara aku dalam perjalanan
dengan debu di sepatuku
bebas dari mitologi
buku kususun kembali
cinta kasih telah ku pelajari
Aku belajar tentang kehidupan
dari pengalaman itu sendiri
turun ke jalanan
keberanian menjadi ujian
ketika bertarung melawan penguasa
MiRa - Amterdam, 29 Januari 2010
Opera Sabun Korupsi
yeice, ajegile!
korupsi bisa melintir kepala negara
menipu jadi kebiasaan
seperti ilmu babi ngepet
yeice, ajegile!
jejak pelakunya mabur
urusannya jadi kabur
opera sabun koruptor licin
yeice, ajegile!
Kapal bocor semua tau
tikus tikus melarikan diri
di depan mata segunung bukti
nilep uang negara
leher pejabat ikut kepelintir
tirani berbaju hijau lagi
ngegilir ngantri tumbal
untung rakyat otaknya sehat
hati hati jangan mau diperalat
masalahnya siapa menuduh siapa
pengadilan rakyat harus ditegakkan!
MiRa - Amsterdam, 27 Januari 2010
Nafsu dan Dosa
Ruang panas di musim dingin
Katak bernyanyi di musim hujan
Ke langit pikiran melayang
Tatapan mata diarahkan
Nafsu berkuasa, jiwa membusuk
Kematian seperti daun berguguran
Api unggun di luar gelisah
Kenangan kelam mimpinya malam
Mereka menyeberangi danau beku
Lihatlah ego dalam kekosongan
Di batas ujung waktu
Segelas anggur dan bayangan dosa
Tak ada rasa bersalah didirinya
Nyatanya di alam bawah sadar
Telah terbukti amisnya darah
MiRa - Amsterdam, 26 Januari 2010
Jejak Sepatu Lars
di sana, kosakata merajut puisi
seratus hari harapan dinanti
kerasnya spatu lars bersaksi
hanya sebuah kasus
seusia pohon kaktus
masa lalu mengusik dini hari
cermin diri keadilan
lanjutkan ilusi anak bangsa
berlawan belum selesai
MiRa - Amsterdam, 24 Januari 2010
Sumber: http://berita.liputan6.com/politik/201001/260443/Pansus.Temukan.Benang.Merah.Persoalan.Century
Burung Camar dan Mawar
Burung camar terbang bersliweran
Di atas danau puncak dahan
Menanti musim semi sampai kapan
Dari bak mandi bayi
Berubah kubang kematian
Omong kosong?
Di kampung halaman
Berdekatan dan bersentuhan
Di semak belukar durinya mawar
Arah berpaling masa lalu
Melihat keluar, ada ruang gerak di sana
Kau terdiam, mulut komat kamit
Menunggu! Waktu terhitung lamban
Mereka meremas-remas, tangannya beracun
Dan kakinya menginjak darah rakyat
Kau katak kurus, kau!
Jangan menghina, kami tidak menyerah!
Disembunyikan dimana keadilan
MiRa - Amsterdam, 23 Januari 2010
Catatan:
"...Sekumpulan burung camar yang terbang merupakan pertanda baik akan datang nya
keberhasilan, kemakmuran dan bahkan keharmonisan perkawinan. Arti keberuntungan
burung camar...", silahkan click sumber:
http://bookofchina300.blogspot.com/2009/07/arti-simbolisme-camar-china.html
"....Katak secara karikatural / parodi digambarkan sebagai berperilaku , ke atas
menjilat ( menangkap mangsanya), ke samping menyikut dan ke bawah menginjak...,
silahkan click sumber:
http://hdmessa.wordpress.com/2007/06/02/katak-machiavelli-di-dunia-kerja/
Bunga Asing
koran pagi
pertanda baik dan buruk
jejak langkahku lebih dari itu
mereka telah pergi
payung pantai terhempas kandas
pasirpun membeku, mengeras
melalui sidik jari
di balik jendela
langit biru berawan
ada kemelut menetes sukma
menatap sendu derita
genangan air menjadi keruh
Kemiskinan anak bangsa,
menumbuk padi di lumbung
bunga asing menghias taman istana
MiRa - Amsterdam, 22 Januari 2010
Kebisuan
terasing, dipengasingan
tertulis sebuah pesan
di atas papan nama
burung berbulu palsu
berteriak parau
mendung kelabu menderu
mata cerah memudar
bercermin di langit
tiba-tiba angin bernyanyi
setiap melangkah
ke arah yang berlawanan
pijakan kaki, retak
pesta pora memecah kebisuan
jiwa berlawan berbulan madu
dunia maya berduka cita
MiRa - Amsterdam, 20 Januari 2010
Ironi
Cahaya biru menggoda beku
Menghibur jeritan musim dingin
Dikala duka merindukan kehangatan
Gaun berkristal es
Serasa nyeri membelai luka
Ilusi menjadi khayalan ironis
Kekacauan dan dengki,
dianggap menyembuhkan rasa nyeri
Ada penyelamat menjual neraka
Jejak langkah menapak hening
Tanpa henti meniti tetesan darah
Merintih dibalik selimut putih
MiRa - Waterlooplein, 12 Januari 2010
Mentari di tahun baru
slamat datang mentari,
kau tlah menyapa hari
dengan senyum cahayamu
aku tahu ini awal baru
di tahun 2010, tantangan menanti
seperti di hari-hari yang lalu.
waktu terdahulu, tlah berlalu
ada ingatan menjadi kenangan
tapak kaki insani, mengukir harapan
ego dalam sunyi
bersinar di ujung waktu
kebenaran menapak maju
embun, beku mulai sirna
senja menanti malam
menyelinap jalan ke timur
Kemiskinan anak bangsa
tumbuh subur, menumbuk padi
dan menatap rembulan
harapan tak akan tunduk,
lalu membungkuk, dan merunduk
ibu pertiwi bergerak.
MiRa - Amsterdam, 01 Januari 2010
Lampu jalanan pesta tahun baru
di saát lampu jalanan pesta tahun baru,
menebar percikan bara api perubahan,
ada kisah pembantaian umat manusia,
dalam cerita detektip versi lubang buaya
kebohongan dan rekayasa merajalela,
fitnah dan racun seperti adegan filem horor
sementara itu,
Cahaya mentari musim dingin,
tetap bersinar binar harapan,
menembus cerah dari himpitan duka,
yang mengubah jiwa insani,
di kala lara menapak jejak berlawan,
bahkan,
ombak dan gelombang di samudra,
saling merajut jiwa semangat juang
demi menuntut sejarah kebenaran manusia
MiRa - Amsterdam, 27 Desember 2009
K e s a k s i a n
:Refleksi diri menyambut Tahun Baru 2010
Mimpi mentari membakar bulan
Lahan dan ladang merintih pilu
Luka pun teriris pisau kehidupan
Aku terjaga dari tidur lelap
Api pemanas menguak ingatan lama
Meronta dingin dari bekunya hujan salju
Masa lalu menjelma bias dalam sunyi
Kesalahan sejarah sengaja diciptakan
Kenangan kelam mengisi samudra
bersama fotoku terdahulu,
Kekacauan dibayar dengan darah
Ada yang ke hulu menjala mayat
2010, usia peristiwa berdarah 45 tahun
Rasa sakit dan pedih belumlah sirna
Padamu matahari, aku bertanya
Kapan Kebenaran Sejarah Bersaksi?
MiRa - Amsterdam, 25 Desember 2009
Rakyatmu Bersaksi
Dimana ada kekuasaan,
korupsi pun dikuasai
Pencurian dan penipuan,
di bumi ketidakadilan
dijadikan undang-undang negara
Ada yang mendahuluinya
Api disulut, terhasut
Kebenaran kelam berkabut
Mereka tak bisa melarikan diri,
dari tindakannya sendiri
atau bersembunyi dibalik istananya
Di setiap kejahatannya,
kesaksian ada dihadapannya
MiRa - Amsterdam, 12 Desember 2009
Pembebasan Diri
: Hari Anti Korupsi Internasional
Kalau tidak di lawan,
beban terasa lebih berat
benar dan seharusnya
berjuang untuk hidup
Ah... setiap insani memilikinya
menyadarinya
jiwa meledak
untuk
semua kesengsaraan
di
dunia ini
Mengapa harus menderita
rasa sakit
dan
kepedihan
Mengapa harus membenci
penindasan
dan
pemerasan
Kalau memang ada PenciptaNYA
mengapa dibiarkan terjadi?
apa pun di dunia ini
kita harus realistis
berkeyakinan
dan
terus melawan
Ada sa'atnya
dunia
berubah menjadi
alam surgawi
untuk jiwa-jiwa Merdeka!
MiRa - Amsterdam, 8 Desember 2009
Dosa Dusta
Sa'at terbangun dari mimpi
Matahari masih sembunyi
Kesaksian berkabut hitam
Yang tampak tak jelas berarti
Seperti hadir dan menanti
Keyakinan tinggalkan bayangan diri
Awan hitam melangkah maju
Menerobos langit kelabu
Membiarkan matahari berlalu
Membayar untuk Neraka
Bisikan suara, tak berdaya
Cahaya semakin meredup
Membiarkan suasana kegelapan
Tidak stabil bila tak pasti
Menetapkan arah langkah
Meninggalkan sarang tanpa permisi
Di keheningan ini
Terdengar irama air mengalir
Ada jiwa kebenaran terbeli
MiRa - Amsterdam, 6 Desember 2009
Sebuah Ingatan
Malam itu aku teringat,
bahwa aku percaya kau begitu cepat
Biasanya kau bertanya, .. ini nyata?
Banyak orang miskin
Dan mengobrol, perasaan merongrong
Saatnya menjadi suatu keharusan
Hidupku perlahan-lahan kembali,
Ingatan takut melupakan rasa sakit
Aku merasa kuat dan lebih kuat lagi
Tetap hanya tepat sasaran aman
Sekarang semuanya dipertanyakan
Perasaanku mulai terpikirkan
Apakah ini ilusi atau nyata?
Jiwa dan pikiran dalam pertempuran
Ingatan ilusi bermimpi kenyataan
Sebenarnya, khawatir lebih daripada yang diperlukan
Semua kebenaran tersedia
Aku berada di pikiran nyata
MiRa - Amsterdam, 3 Desember 2009
Ilusi Kebenaran
Sebuah cerita di matamu
Air mata mengalir dari jiwaku
Kebingungan dan rasa sakit terbungkus
Untuk memahami apa yang dirasakan
Kosa kata tampaknya tak nyata
Lebih dari sekadar kebohongan
Ataukah kau puas apa adanya?
Yang tidak pernah merasa cukup
Menggali lubang kuburannya sendiri
Pikiran menyusuri senja rembulan
Jalan yang gelap, badai dan belokan
Kebenaran ada di diri kita
MiRa - Amsterdam, 29 Nopember 2009
Percakapan akhir tujuan
Percakapan dengan Ibunda
Diselingi dengan kesementaraan
Jiwa insani diarahkan ke arah cahaya
Merah terbakar matahari cerah
Menjerat nafas di tenggorokan
Ada makna menapak jejak sampai akhir tujuan
Di antara pot bunga
Di antara pot bunga, udara fajar
Aroma manis dari semak mawar liar
Tempat di mana trotoar tak berakhir
Aku terus berjalan disepanjang trotoar
Yang diukur dan dihitung sampai sisa hidupku
Ada sebuah pandangan yang mengikutiku
Satu dari semua warna-warna cerah
Setelah badai-hujan menerpa bianglala
Dedaunan terkubur, subur bersama tanah
Menghitung hari
Menghitung hari,
Tubuh kurus tak mampu rapuh
Saátnya menanti saksi
Akankah kuat untuk bertahan hidup?
Ada anak-cucumu, mereka tahu ketegaranmu
Tongkat estafet menantang kebenaran
MiRa - Amsterdam, 25 Nopember 2009
Balada si miskin dan si kaya
Ada sang Pencipta
Dan aku merasa ada kehadiran anda
Ketika pikiranku pada semua
Surga duniawi tampak hadir disana
Namun buat mereka yang memilikinya
Berada dalam dunia terpisahkan
Masalahnya tidak mudah,
doa ditujukan kepada sang Pencipta
jika ada lapar dan ketakutan
Ada perasaan putus asa pada mereka
Rasa sakit pun terjepit duka-lara
Terdengar suara rintihan pilu si miskin
Lilitan dahaga mengekang
Tenggorokan seakan riuh merongrong
Rongga dada terbuka menantang
Saatnya inspirasi tiba waktunya
Ada keyakinan dalam mimpi kebebasan
Seperti burung terbang bebas, mengibas sayapnya
Yang tidak bisa terbang lalu bertanya,
Apakah kau sudah melihat ke sekitarmu?
Tendengar gema suara si kaya menyelamatkan dirinnya
MiRa - Amsterdam, 21 Nopember 2009
Prita
Prita namamu melejit di dunia maya
Bergemuruh gema di antara himpitan duka-lara
Kala pemilu berlomba kuasa,
Awal kisah Prita di dunia nyata
disangka demam berdarah
nyatanya sakit gondongan
Kini kasusmu merambah jiwa warga maya
Malapetaka 'tlah menjerat hak kebenaranmu
Muka keadilan nyatanya berkedok buaya murka
Aturan negara pun berjiwa makelar spekulan,
yang tenaga manusia diperdagangkan
Anak jalanan mengais sampah hutang negara
Apa artinya undang-undang negara,
kalau pasal pencemaran nama baik
menuai dosanya salah diagnosa
Apa artinya undang-undang Negara,
bila badan hukum berpihak pada penguasa
Pengadilan nyatanya anjang *war-kop kekuasaan
*war-kop: Warung Kopi
MiRa - Amsterdam, 19 Nopember 2009
Info terkait kasus Prita, silahkan click:
http://metro.vivanews.com/news/read/106759-prita_dituntut_enam_bulan_penjara
http://metro.vivanews.com/news/read/102590-trauma__prita_matikan_akun_emailnya
http://metro.vivanews.com/news/read/102462-prita_bersiap_serang_jaksa
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/07/03/bebas-dari-dakwaan-prita-gelar-syukuran
Dari sebuah Desa
Sebuah desa tak berbukit
Ada di bawah salju, suara air mengalir
Dalam mimpinya malam
Hujan turun terus, seirama ritmis
Tungku api di rumahku memanas
Sungai musim panas
Semut rajin lalu-lalang
Genangan air menguap ngenes
Ada di mana-mana kebingungan
Mata angin pun tiba-tiba berubah tahapan
Sekarang aku telah menemukan
yang kesepian tidak ada
Angin membelai dengan suara topan
Pancaran matahari bersinar di sana
Namun ada tirai hitam di balik awan
Sebuah pengingat istirahat berpikir
Proses waktu tetap enggan berhenti
Walau foto kenangan di lepas tangan
Ketenangan tercermin sangat jelas
Sa'at keheningan menanti kebenaran
Ada angsa terbang di atas,
bernyanyi dalam V-formasi
Beri taman di sana jiwa pembebasan diri
MiRa - Amsterdam, 13 Nopember 2009
Burung Gagak dan Lalat Hijau
Terik matahari menjerit melengking
Kelihatan haus menyuburkan tanaman
Aku merasa dengan mereka
Burung gagak terbang menghilang,
melambaikan sayapnya di matahari sore
Sebuah pohon, akanya membelah jalan aspal
Angin bertiup cukup keras di sini
Seperti ceria bersama pohon berdansa
Aku mendengar burung-burung bernyanyi
Malam, dan sekali lagi kelam
Sementara aku menunggu angin dingin
Berubah menjadi hujan
Sebuah kilat menerjang tirai hujan
Di antara pohon-pohon hutan
Nyanyi sunyi berirama tetesan air dahan
Sekelompok kerbau di sana,
mengais ladang padang rumput
Cepat rumput untuk merumput
Aku masih terjaga dari tidur
Ada lalat hijau di pukul
Silahkan, siapa menyusul?
MiRa - Amsterdam, 10 Nopember 2009
Ada apa dengan kelangsungan hidup?
Pada bulan Nopember kelabu
Aku ingin bertemu orangtuaku
ketika mereka belum melahirkanku
Di latar belakang
Bahasa yang terdengar berbeda
Ada anak bangsa menantang masa depan
Lahan garapan membentang bersemi
Di kebun menumpuk penuh dengan biji
Begitu banyak lumbung padi meronta keji
Alam mengajarkan kepada mereka
Rumput liar selalu berusaha mencari,
di antara krikil-krikil batu kali
Kumbang dengan kotoran-pelor,
terbang seperti helikopter
Sekarang ada masalah alat mesin negara
*Granaatappel persepsi
Indah di persembunyian
Dalam pikiran buaya
Bayangan cicak-cicak
Bersinar di bawah rembulan
Tercermin melawan awan
Banyak denda bunga uang
Menusuk kebanggaan kurus-kerontang
Anak jaman tak sama otaknya
Ada apa dengan kelangsungan hidup?
MiRa - Amsterdam, 7 Nopember 2009
Janji Keadilan
Kelepak kelelawar meneteskan air hujan
Gambar kuno menatap bola mata resah
Diam tapi tercekik perih
Kenangan masa-silam bercermin diri
Bulan purnama tampak diantara pohon-pohon
Malam menyala, lelang janji keadilan
Lihatlah ego dalam kekosongan kelam
Ada raut wajah geram menanti di ujung waktu
Angin bertiup bertanya kepada mereka
Ada pada pohon tak berdaun
mengatakan sebuah kata,
dan aku pun mengucapkan sepatah kata
Walau ada jembatan menuju jalan pembebasan
Bunga Matahari di grafiti, terbungkus kabut pagi
Terkesan mati suri,
Dan tidak ada sesuatu tersisa di dalamnya
Aku melemparkan ke dalam kegelapan,
dan merasakan di kedalaman malam
Ada harapan dalam lubuk hati insani,
adalah memperdalam ketegaran jiwa
Menagih janji keadilan
MiRa - Amsterdam, 04 Nopember 2009
Irama Senja Musim Gugur
Dalam kekosongan ini
Keheningan merajut kosa-kata cermin diri
Aku mendengar irama: 'impian senja musim gugur'
Terengah-engah nafas insani menembus sunyi
Di bawah pohon Cemara
Hanya puncaknya
Bergoyang mengikuti irama angin
Ramai hiruk-pikuk lalu-lalang di belantara hutan rimba
Dari mana orang datang dan pergi?
Impian Cermin Diri
Bayangan impian, terlintas sejenak di awal senja
Kemudian lebih lama daripada pengasingan cermin dirinya
Pertanian tua membentang di antara luas bidang
Dan bukan apa-apa tapi ada yang sama
Mentari terbenam menghimpit kelam di ufuk Timur
Tiada angin menerpa percikan bara api
Ada mata menatap ke kejauhan
Keheningan mengisi hampa jiwa nestapa
Itu sekilas isyarat waktu
Kepalaku merunduk sendu
Ada raut wajah menatap mentari senja
Sejauh ini satu tangan mengepal
Bersama kilau di matamu
MiRa - Amsterdam, 31 Oktober 2009
Refleksi Hari Sumpah Pemuda:
Untuk Bundaku Tercinta
Berjalan
Berjalan di kelembutan purnama
Lampu jalanan basah merana
Menapik resah bersama duka-lara
Selain berjalan
Bersepeda dalam dingin
Mendinginkan kepalaku perlahan-lahan
Membeku kaku, berlinang air mata
Satu-satunya cara
Nasib kami semua
Spiral hitam
Perempuan jiwa insani
Perempuan itu menyelam, menghilang
Tepat ke arahnya, sekali lagi, keluarkan
Burung gaok menyerang
Merasa kehilangan
Ketika aku melihat di matamu
Tak berdaya tapi berlawan
Mana jalan pencerahan?
Apakah ada pilihan baru?
Kabut hitam tak menutup mata...
Titisan kecil embun pagi
Jiwa insani menemui fajar
dan gairah segar kehidupan
Tiada akhir
Awal dari akhir,
Menapak makna kehidupan
Dan alasan pun tak kunjung hilang
Ada sebuah wajah tenang
Diambil dari rasa sakit
Pikiran jernih menepis ilusi
Padang rumput membentang bidang
Dimana jiwa-jiwa pengembara?
Keheningan dihitung...
MiRa - Amsterdam, 28 Oktober 2009
Aku dan napasku
Murni udara dingin aku bernapas
bahkan aku mendengarkan
napasku, aku menerima dan menghitung
Segalanya
Jika aku tahu segalanya,
apakah aku masih menginginkannya?
Jika aku telah melihat segalanya,
akankah aku menjadi buta?
Jika aku telah melakukan segala sesuatu,
aku pun mati tak sia-sia!
Alam keemasan
Alam memakai semua cokelat keemasan
menyongsong cahaya keemasan
warna pelangi ' tlah alam berikan
Daun Pohon
Daun pohon berguguran
di terpa badai angin
mereka pergi naik dan turun
Cabang Pohon
Cabang pohon membungkuk oleh putih
daun kuning-hijau disangka langka
diantara cahaya baru karpet merah
di usung sampai ke ufuk Timur
Padang Rumput
Aku berjalan menyusuri padang rumput kecil
jika "binatang" memanggilku boo...
maka kusambut dengan: "Hai sapi"
Hidup Kebenaran
Buatku hidup kebenaran seumur hidup
tidak mencegah untuk dinilai oleh sebuah kata
jejak langkahku menjadi keyakinan hidup
Kebangkitan
Kebangkitan bumi pertiwi
melahirkan tanah airku
panen sudah di depan mata
MiRa - Amsterdam, 25 Oktober 2009
Hening Waktu
putih hening gemilau
buatku kesabaran waktu
biarlah tinta hitam mengering
Percikan Api
percikan api bertebaran
menembus cahaya musin dingin
Mengharap bara api di sanubari
pikir dan rasa
Saya pikir saya merasa,
ini semua benar-benar nyata ...
atau itu hanya sebuah mimpi belaka
Peralihan langkah jejak
dalam tahap kehidupan
yang tidak tampak
menjadi kenyataan.
MiRa - Amsterdam, 24 Oktober 2009
Kekuasaan tanpa Rakyat
Kesepian bukanlah berarti tanpa arti kehidupan
pernahkah kau dalam hidupmu berpikir untuk dirimu sendiri?
sungguh disayangkan, kau punya kebebasan
tapi kebebasanmu bukan kupunya
kebutuhanmu bukan pula menjadi kebutuhanku
padahal cinta-kasih antar sesama 'tlah menjadi budaya kita
dan rupanya bukan lagi cerita baru seperti dulu
Karena hidup ini sudah tahu maunya apa
maka setiap kewajiban tak diperlukan lagi
tiada lagi rasa bersalah 'tuk kehidupan mendatang
bilamana semua kebutuhannya 'tlah terpenuhi
lalu, bagaimana nasib hidup generasi mendatang?
padahal orang tuamu selalu siap-siaga menolongmu
dan generasimu akan mengemban tanggung jawabnya
Karena pemerintahannya boros korupsi
bagaikan uang di atas meja langsung ditilep
seperti pencuri di tengah hari bolong
meninggalkan tapak sepatu tua di atas meja
dan mobil baru bermuatan tumpukan uang ikut ketilep
dijadikan laporan tahunan uang negara
lalu, siapa yang menjadi korban korupsi?
Derita kaum miskin-melarat menghias taman labirin istana negara
kepada siapa kita harus menceritakannya?
kesaksian rakyatmu nyatanya di anggap bohong
golongan menengahpun sibuk mengejar keuntungan dirinya
dan kekuasaan negara lejitim tanpa rakyat
karena keadilan sosial dianggap cerita lama
Rakyat telah kehilangan hak-hak demokrasinya
wakil rakyat nyatanya haus kekuasaan dan uang
dan parlemen dijadikan anjang permainan kekuasaan
antar pemerintah dan oposisi dijadikan pula anjang rebutan rezeki
sayangnya, setiap ada pemilu hanyalah menambah rasa pilu yang ngilu
proses demokratisasi rupanya hanya impian belaka
lalu, kapan rakyat bangkit menuntut revolusi?
Amsterdam, 10 Oktober 2009
In Memoriam GESTOK 1965 - 2009:
Sejarah di Taman Labirin
Sa'at dini hari tiba-tiba mencekam
dan angkasa kelabu menjadi murka
raga manusia bertebar di sela-sela ilalang merah
burung-burung gagak merubung lapar menyibak saksi
Tak ada papan nama mereka dimakam
pun penjara ladang ilegal membakar duka
belenggu rantai membangkitkan jiwa marah
benih ketegaran bertaburan di lahan tani kamp-konsentrasi
waktu berlalu di putaran kuasa kehidupan
roda penderitaan pun mengusung usia senja
kenangan masa lampau mengusik sejarah kebenaran
bagaikan di taman labirin penghias istana loba
MiRa - Amsterdam, 25 September 2009
Siapakah dirimu?
mungkin kau merasa bukan orang miskin
karena kau bisa memberi apa adanya
kau pun tersenyum tawa gembira
padahal kau bukan orang kiri
juga bukan orang kanan
tak pula mengepalkan tangan
mungkin kau merasa tak sendiri
atau kau tak punya sanak saudara
di taman kau bersama anjingmu
padahal tak seorangpun menyapamu
juga tetanggamu tak mengenalmu
tak ada pula yang mengucapkan selamat pagi
apalagi mengucapkan selamat malam
siapakah dirimu?
Refleksi Pemilu 2009
bila ku lihat mata hati menjadi saksi pemilu,
ukiran harapan tertumpu pada nasib merana dan pilu,
trus berputar bagaikan roda kehidupan sakral karma,
yang lalu-lalang menghimpit impian dalam khayalan sorga.
bila kulihat mata hati menjadi kenyataan,
reformasi basa-basi tlah menghias di taman labirin,
ruang arloji pun bermuatan jimat jeritan derita
hingga hasrat hati menepuk dada kemiskinan.
MiRa - 25 Juni 2009
No comments:
Post a Comment