Monday, May 5, 2014

Pejuang Indonesia Melawan Fasisme Jerman di Belanda


Tanggal 5 Mei adalah hari peringatan Pembebasan Rakyat Belanda dari pendudukan rezim Fasis Hitler. 5 tahun lamanya (1940-1945) rakyat Belanda mengalami penderitaan, kesengsaraan dan kelaparan sehingga mengakibatkan banyak korban kematian. Bahkan mereka menyebutnya sebagai masa perang melawan fasisme Jerman, karena hampir semua lapisan masyarakat, termasuk warga Indonesia di Belanda, ketika itu turut berjuang melawan pendudukan rezim fasis Hitler.

Kekuasaan rezim Fasis Hitler di Jerman sejak tahun 1933 sampai 1945 dikenal sangat kejam dan sadis terhadap suku etnis Yahudi maupun terhadap lawan-lawan politiknya di Europa. Dan, tak terkecuali di Belanda telah memakan korban kematian terbesar di sepanjang abad 20, walau banyak pula yang menunjukan keberpihakannya pada kekuasaan pemerintah rezim Fasis Hitler. Total korban kematian di Belanda berjumlah 102 000 orang dari jumlah penduduknya sekitar  9 juta orang.

Antara tahun 1940 sampai 1945 rezim Fasis Jerman menduduki Belanda. Pada masa itu, banyak pula warga Indonesia turut serta dalam perjuangannya melawan Fasisme Jerman di Belanda, a.l. dari kalangan akademisi, mahasiswa, wartawan, kaum pekerja di pabrik dan awak kapal, bahkan kaum pekerja perempuan rumah tangga pun turut serta andil dalam perjuangannya, yang terhimpun dalam berbagai organisasi, seperti Perhimpunan Indonesia (PI),  "Roepi" dan "Soerapati" dibawah pimpinan Irawan Soejono.  Kegiatan aktivisme kelompok orang-orang Indonesia ada di berbagai kota di Belanda, dan terpusat di Amsterdam dan Leiden.


Jalan Irawan Soejono  - OSDORP, Amsterdam Oud Zuid  
Nama jalan sebagai penghargaan tanda jasa beliau aktif berjuang
melawan pendudukan rejim Fasis Hitler    
di Belanda '40 - '45 




Beberapa kegiatan jurnalistik yang aktip di media bawah tanah,mereka pun membantu dalam penyebaran publikasi maupun pendistribusian media jurnal Indonesia, bernama majalah  "Feiten" (Fakta). Juga, di beberapa  Majalah ( = jurnal ) Belanda, a.l. di De Vrije Pers, De Vrijheid, Vrij Nederland. Ada pula yang bekerjasama dengan beberapa media journal dari beberapa partai eksis di Belanda, seperti majalah De Waarheid (CPN), Parool (Partai Buruh) dan Trouw (Partai Kristen Demokrat) . Melalui majalah tersebut mereka mencoba untuk membangkitkan semangat perlawanan di Belanda melawan fasisme.

Adapun orang-orang Indonesia yang mengambil bagian dalam gerakan bawah tanah (perjuangan fisik ) dilakukan bersama para pejuang Belanda melawan fasisme, seperti  membantu dalam memberi fasilitas persembunyian atau perlindungan di rumahnya, melakukan sabotase dan kerja spionase, membuat pemalsuan dokumen, melakukan serangan2 terhadap lembaga distribusi melalui cara perjuangan fisik bawah tanah, dll

Pusat latihan militer di Leiden diadakan di ruang bawah tanah sebuah pabrik wol. Pos pasukan komando dan para editor media 'De Bevrijding' (Pembebasan) bertempat di rumah Nazir Datoek Pamontjak dan Hadiono Koesoemo Oetoyo, yang disebut sebagai pusat operasi bawah tanah. Diantaranya, perlawanan di Rotterdam di bawah komando T. Jusuf Muda Dalam, didapat kiriman persenjataannya dari Leiden, misalnya kebutuhan, seperti senapan mesin, pistol, granat dan amunisi . Sepeda adalah sarana transportasi dan pengangkutan persenjataan satu-satunya, dengan menghindari  celah rute pengontrolan ketat dari  Pos-pos Kontrol pemeriksaan militer Jerman.

100 Orang Indonesia meninggal

Walau perlawanan warga Indonesia ketika itu dilakukan sangat hati-hati, namun ada pula orang-orang yang tidak beruntung . Mereka tertangkap, disiksa dan dimasukkan ke dalam penjara atau bahkan diangkut ke kamp konsentrasi . Dan mereka tidak pernah kembali ! Begitu pula bernasib buruk bagi orang2 Indonesia yang ketika itu tidak turut serta dalam perjuangan melawan militer fasisme, telah pula menjadi korban tawanan perang . Orang Indonesia Biasa - non - aktivis yang tertangkap kemudian dijebloskan dalam penjara di Vught , Scheveningen, Amsterdam dll. Bahkan, tak sedikit pula yang mati, karena mengalami kelaparan, penyakit TBC atau sebagai akibat penyiksaan fisik karena mereka tidak memberikan informasi yang diinginkan oleh kaum fasisten. Sekitar 100 orang Indonesia hilang atau meninggal dunia selama periode pendudukan fasisme Jerman di Belanda. Pada masa itu jumlah penduduk warga Indonesia di Belanda kurang -lebih 800 orang.

Pada paska pendudukan rezim Fasisme Jerman, Pemerintah Belanda telah memberi penghargaan dan tanda jasa kepahlawanan ke orang-orang Indonesia yang turut berjuang melawan Fasisme, dan beberapa orang yang berjasa itu telah pula mendapat kepercayaan serta dipilih oleh rakyat Belanda untuk menduduki posisi penting dalam pemerintahan Belanda. Misalnya,   Mr R. M. Soejono , ayah dari yang dibunuh bernama Irawan, adalah seorang menteri dalam pemerintahan Belanda di pengasingan - Inggris . R. M. Setiadjit menjadi anggota Dewan Penasihat Agung ilegalitas - Belanda, kemudian juga menjadi anggota DPR - Belanda . Soenito dipilih sebagai anggota Dewan Penasehat Nasional Belanda, Rustam Effendi dipilih menjadi anggota DPR.

Daftar nama pemimpin PI lainnya, yang perlu di ingat dan di kenang atas jasa2nya dalam perjuangan melawan fasisme Jerman:  P. Loebis , Sidartawan , Djajeng Pratomo , Moen Soendaroe , Dradjat Doerma Keswara , Poetiray , Kajat , Hamid dan Bima Jodjana . Dan, jangan lupa seorang mahasiswa Irawan Soejono  sebagai anggota Pasukan dalam negeri Belanda,  yang pada 13 Januari 1945 ditembak di jalan di kota Leiden oleh seorang tentara SS  Ia ditembak mati ketika ia sedang memindahkan mesin stensil yang baru selesai mencetak pamflet,.Korban lain yang kita tidak akan dilupakan adalah : Makatita , Latuparisa , Mas Soemitro , Ds Max Wignyosoehardjo , dan Annie Manusama.

Wawancara Herman Keppy dengan Iwan Faiman


slametfaiman
Kiri bawah: Slamet Faiman (sebelah kanannya: M.Hatta)

Raden Slamet Faiman ( Karang Anjer, 3 September 1909 - Amsterdam,10 September 1985) adalah seorang nasionalis yang aktip di Perhimpunan Indonesia dan aktivis komunis. Pada masa perang ia tinggal di Van Eeghenlaan 4 di Amsterdam . Anaknya Iwan mengatakan : " Sejak sebelum masa perang beliau telah aktip dalam kelompok organisasi Indonesia melawan fasisme. saya sendiri memiliki laporan dari Yayasan '40 - '45, dan dalam data tersebut menunjukkan bahwa ayah saya membantu orang2 Yahudi untuk disembunyikan di tempat-tempat persembunyian, juga membantu dalam pembuatan pemalsuan dokumen identitas. Beliaupun pernah pula membantu Irawan Soejono untuk bersembunyi di tempat tinggalnya pada sebelum ia ditembak oleh Jerman. Selain itu ayah saya juga membantu istri orang Indonesia bernama L. Notohadinegoro - Brilleman Ada juga pernyataan dari seorang penulis terkenal bernama Bert Schierbeek, yang , menyatakan bahwa Dick ter Beek memiliki foto ayah saya yang sedang dipindahkan oleh militer fasis."

Klarifikasi tertulis dari Raden Mas Djajeng Pratomo

djajengstenniepratomo
        Djajeng en Stennie Pratomo 


Raden Mas Djajeng Pratomo (Bagan Siapiapi, 22 februari 1914):
"Pada bulan Juni 1941, Sicherheitsdienst (SD) dari kaum nazi mengadakan penggeledahan di berbagai tempat tinggal mahasiswa Indonesia di Leiden. Mereka mencari empat anggota pimpinan dari grup perlawanan Indonesia 'Perhimpunan Indonesia'. Dua di antara mereka tertangkap, yaitu R.M. Sidartawan dan P. Lubis, sedang yang lain dapat meloloskan diri.
Pagi-pagi hari tanggal 18 Januari 1943 SD mengadakan penggeledahan kembali di tempat tinggal orang-orang Indonesia di Den Haag. Mereka menangkap dua orang mahasiswa dan dua orang buruh: R.M. Sundaru, R.M. Djajeng Pratomo, Kajat, dan Hamid. Empat orang tawanan ini diseret dari kamp konsentrasi yang satu ke kamp yang lain: Schoorl, Amersfoort, Vught, Neuengamme, Buchenwald, Oranienburg-Saxenhausen, Dachau. Dua orang dari mereka tewas karena siksasn dan penderitaan di kamp-kamp tsb. Sidartawan di Dachau dan Mun Sundaru di Neuengamme."

Sumber:
 http://www.ravagedigitaal.org/1992/115/Indonesische_115.htm
 http://www.hermankeppy.com/index.php?id=nederlands-indie-tegen-duits-nederland

MiRa - Amsterdam, 05 Mei 2014

No comments:

Post a Comment