HAIBUN

[Haibun] Lingkaran Setan

Menapak kaki
Sadar melangkah maju
Tanpa kembali
Menghindar kegagalan
Ada yang berlebihan

Ban mobil menggelinding dari titik ke titik,
dari bekerja ke rumah, lalu tertidur lelap
Di sepanjang jalan, gang-gang sempit,
bercermin tanpa kaca cermin,
Akar rumput kering di antara sampah berserakan
Rotasi kehidupan seperti lingkaran setan

Untuk dibahas
Memilih yang terpenting
Konteksnya hilang
Ada yang dipersulit
Melilit jadi rumit

Kemiskinan menggelantung di sayap pesawat
Parlemen ditempatkan di kokpit
Kementrian duduk di bangku dekat jendela
Pertokoan mengisi bagasi
Setiap hari pejabat pemerintah hidup tanpa stres,
Di atas sayap pengangguran penuh sesak berbaring,
Tak ada yang peduli dan perlu dipikirkan
Pesawat terbang mengudara tanpa arah tujuan

MiRa - Amsterdam, 28 Juni 2010


[Haibun] "Kebenaran" bagi sang "pemenang"

Diluar suara guntur menggelegar, yang kemudian mengingatkanku pada peristiwa mengerikan, misteri, mengabarkan pesan akhir : "luluh lantakkan kehidupan manusia, dunia akan menjadi abu berwarna merah, karena itu, nyalahkan obor api!"

Ketika itu, waktu telah ditentukan, di Jakarta, menjadi pusat komando perang antar saudara, walhasil seperti suatu kisah "kebenaran" bagi sang "pemenang",

Kejadiannya,
Apa yang diinginkan?
Tak membingungkan
Rencana aktivitas
Nama terdaftar, hilang

Kata lahir tersusun dalam darah,
mengalir, mengikuti arus dalam tubuh yang gelap,
berdenyut, mengarungi arah busur panah,
menembus bibir dan mulut.

Untuk terakhir kalinya, mereka pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal, telah kehilangan sanak saudara dan handai taulan, menjejak tanpa pijakan tapak kaki, ditinggalkannya bayangan kenangan dalam alam kelam, yang menyisakan ingatan pengagungan jiwa harumnya semerbak kayu cendana.

Selama empat puluh lima tahun, di usia itu, pencarian pembenaran atas "kebenaran" itu, tak pernah diketahui asal-usulnya, dari mana asal muasal kisah cerita misteri itu, walau ingatan di masa lalu itu, dianggapnya sebagai bencana banjir di musim hujan, dan meluap arus derasnya air sungai, yang mengalir berwarna merah darah.

Melalui kata tak bersuara, bersaksi, atas pembenaran dibalik tirai kawat berduri "kebenaran" itu, bahkan mengucap bisu dari ujung langit, yang dibatasi tembok-tembok penjara, tempat-tempat pengasingan dan pemenjaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Susunan kata-kata
Tanpa substansi
Atau diam,

Antara kekerasan,
dan penghilangan,
jiwa melayang

Cahaya lilin,
Menerangi ruangan
Nyala, tak acuh

Keberaniannya
Jiwa mengerang
Pikirannya tersiksa

MiRa - Amsterdam, 22 Juni 2010


[Haibun] Ilusi Imajinasi

Di ufuk barat
Matahari terbenam
Terbungkus mimpi

Hampa politik
Kesadaran ilusi
Menjadi nyata

Aah.. kehampaan ruang politik menukik kesadaran ilusi, terkungkung dalam khazanah budaya kekerasan, norma dan tingkah laku manusia menjadi apatis tanpa daya bercampur hina, perih dan nyerinya rasa kehidupan.

Bermakna lapar
Anak bangsa tercekik
Kemiskinannya

Ada hal nyata dicengkram mimpi ilusi, kekosongan jiwa nyatanya diisi bisikan rekayasa imajinasi, memiliki tujuan terselubung melalui janji-janji pemilu, memanipulasi menuai iman manusia, terdepolitisasi bergelut dengan impian baru demi menumpuk harapan semu, yang katanya untuk perubahan dan kemajuan hidup bernegara.

Penguasa ganas
Dagang tenaga kerja
Jadi tumbalnya

Global ekonomi mentransaksi perdagangan pasar bebas, menjerat ketidakpastian dan ketidakberdayaan hidup rakyatnya, ketidakadilan sistim kapitalisme dijadikan ulah keangkuhan para birokrat dan politik elit.

Badai korupsi
Mata pencariannya
Mendera rakyat

Jangkrik menyanyi
Lagu kemerdekaan
Di malam sunyi

MiRa - Amsterdam, 8 Juni 2010


[Haibun] Fragmentasi

Aksi reaksi
Pembedaan materi
Berkontradiksi

Kekejaman dunia
Tragedi manusia

Benci dan Cinta
Cermin transfigurasi
Merinding nyeri

Lintasan generasi
Menoreh luka nanah

Mengungkap sejarah kebenaran tragedi kemanusiaan punya banyak wajah, tergantung dari dalangnya yang menceritakan, komplot teori tak mengenal batasan hati nurani, cerita korban berdarah menuai kawan menjadi lawan, lawan menjadi kawan.

Refleksi diri
Keterasingan diri
Terfragmentasi

Air hujan menetes
Di atas daun kering

MiRa - Amsterdam, 18 Mei 2010


[Haibun]: rekaman ingatan
: In Memoriam Kawanku Lydia


Langkah menghilang
Di persimpangan jalan
Menyertai duka

Pertemuan terakhir
Langit biru berawan

Kawanku ... maáfkanku, kau telah mendahuluiku meninggalkan dunia fana ini, walau proses perkawanan kita ketika itu hanya sejenak, kuyakin tali pengikat hubungan batin yang pernah terjalin antar kita, tak akan mampu rapuh termakan usia sampai di akhir ajalku.

Di ambang pintu
Memudar dan menjauh
Bayangan samar

Setetes embun pagi
Membersit inspirasi

Aah... perkawanan di masa remaja kita, ternyata telah membuka mata batinku untuk melihat lebih terang, menembus satu kenyataan baru dalam sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara, namun kenangan demi kenangan telah terpahat indah, menghias dinding alam ruang hati nuraniku, bagaikan memercik tetesan air jernih yang memecah keheningan dalam suasana ruangan altar, kau telah menjadi saksi tentang apa adanya pada diriku.

Senyum ceria
Melepas dalam gelap
Bersinar terang

Kenangan indah
Memancar pencerahan
Tempat berkaca

MiRa - Amsterdam, 16 Mei 2010


[Haibun] Tragedi berdarah Mei 98


Peristiwa Dramatis Nasional Mei 98 mengakhiri kekuasaan Rejim Tirani Soeharto, nyatanya berawal pada Tragedi Berdarah 1965/1966 yang dirangkai jalur benang merah, membentang proses alur tindakan kekerasan, pembunuhan, pemenjaraan dan penghilangan paksa umat manusia selama 32 tahun.

Darah mengalir
Sejarah Kekerasan
Perang saudara

Politik adu domba
Hak sipil dibrangus

Aah...kini kas uang negara terjarah habis, penikmat reformasi berpesta pora di atas penderitaan busung lapar rakyatnya, ingatan rangkaian peristiwa berdarah itu, menebar proses akar kebencian, penjarahan, pemerkosaan, dan masih banyak daftar urutan kejahatan kemanusiaan lainnya.

Tuntutan hak kebenaran dan keadilan saling bertumpang tindih, merintis mekanisme proses penindasan, penghisapan tenaga kerja anak bangsanya, eksploitasi kekayaan alam berlimpah ruah kepentingan, demi stabilitas penguasa warisan kekuasaan tirani.

Berdarah dingin
Korupsi dan Kolusi
Amis beracun

Konflik kekuasaan
Berebut jatah uang

Rakyat terjerat
Ekonomi Liberal
Hutang menjamur

Hukum karma bercermin
Kapan Rakyat bergerak?

MiRa - Amsterdam, 14 Mei 2010


[Haibun] Percikan Api

Menyambut hari
Saat dikeheningan
Cuaca berawan

Berkonsentrasi dihitung menurut ukuran waktu, untuk bisa memahami, menafsirkan makna dan hakekat pengalaman hidupnya, dunia materipun dijadikan wadah pelipur lara, proses kontinuitas berkembang pesat, meniti intensitas proses produksi konsumsi, lalu adakah kemampuan daya nalar menilai suatu kebenaran untuk keadilan dan kemanusiaan?

Suatu arus
Mengarah cara pikir
Sebab akibat

Kepekaan sosial
Tak berpijak di bumi

Menjejak tapak langkah masa depan, pilihan prioritas, dipertegas bagaikan untaian tali pengikat, melilit ditubuhnya. Jalan menuju kedaulatan rakyat telah dirona peristiwa banjir darah, airmata dan jutaan nyawa pejuang melayang dalam belenggu kenistaan, peluang waktu berevaluasi diri yang telah lewat, sekarang dan untuk mendatang tak pula menyemai kesuburan jiwa berlawan. Kebangkrutan negara menjerat hutang tujuh turunan anak bangsanya, nilai luhur budaya bangsa melawan penindasan, kini menumpuk di gudang sejarah menjadi debu..

Jiwanya miskin
Keterasingan diri
Dinilai kritis

Cengkeraman nekolim
Memercik api juang

MiRa - Amsterdam, 10 Mei 2010


[Haibun] Refleksi Anak Bangsa

Ingatan itu
Bagaikan sinar petir
Mengalir deras

Cahaya halilintar diantara awan hitam, membias gemerlapan menghias khazanah di langit, menggapai bumi yang tak mungkin menjamah rasa kenyamanan hidup manusia, gemuruh menderu waktu pilu tanpa masa ceria, di alaminya dalam cermin wajah kehidupan.

Cara perpikir
Tersusun kosa kata
Perilaku insani

Pada refleksi diri
Kaca cermin meretak

Aah... introspeksi telah memberi inspirasi tentang sikap dan tindakan umat manusia, emosi hadir bersama kesadaran diri, nyatanya berbias bursa tujuan, kendala dan motivasi, yang akhirnya menempatkan orang-orang lingkungannya ke dalam kotak kotak tertentu, lalu dibiarkanlah dirinya memiliki kebebasan untuk menindas, merekayasa dan memanipulasi massa.

Karakter bangsa
Melawan penindasan
Terpecah belah

Kehidupan bernegara
Korupsi membudaya

MiRa - Amsterdam, 7 Mei 2010


[HAIBUN]: Refleksi Hari Kartini

Terjerat jiwa
Sejarah pemiskinan
Kaum wanita

Riwayat masturbasi
Wanita dilecehkan

Raga terkurung
Dijadikan pemilik
Bebas perkosa

Pembebasan dirinya
Dinyatakan berzinah

"Raden Ajeng Kartini", begitulah sebutanmu yang dijadikan hari peringatan untuk pembebasan kaum wanita sampai di abad 21, dari pemenjaraan jiwa dan raganya, sejak dilahirkan dan hidup tumbuh mendewasa, proses perjalananmu menjejak dalam taman labirin jaman feodal jawa, bersenyawa bersama warisan Budaya Kekerasan Penjajah Kerajaan Belanda.

Ketertindasan
Darah di rahim alam
Ibu Pertiwi

Kemerdekaan Bangsa
Rakyat tetap terjajah

Tenaga kerja
Pasar bebas bersaing
Luka bernanah

Kehidupan wanita
Jadi sapi perahan

MiRa - Amsterdam, 21 April 2010


[HAIBUN]: Kronik Berlawan

Tegak menantang
Pohon bambu bergoyang
Menahan taufan

Derita di pesisir
Masih terasa sama

Dalam kronik cerita kejahatan pedagang VOC, yang bersenyawa dengan penguasa lokal, menderu kembali di abad 21, libasan angin taufan kembali berlabuh di pelabuhan monumen tua, menguak luka derita lama, tanpa hati nurani penguasa pusat dan daerah tak saling bercermin diri, kemandirian hanyalah cerita catatan sejarah kemerdekaan, yang kemudian digadaikannya kekayaan alamnya demi kepentingan kapital asing, kenangan tragis ironis selama 3 1/2 abad tetap memuliakan peradaban dan budaya mandi darah antar saudara setanah air, kenangan cucuran air mata, mengalir tetesan darah juang melawan penindasan, bagaikan cahaya dibutakan dari sinar matahari.

Kemerdekaan
Jiwa perjuangannya
Diperebutkan

Kekerasan di Priok
Ada nafas berlawan

MiRa - Amsterdam, 20 April 2010


[HAIBUN] : Kemunafikan

Akar mengikat
Melilit batang pohon
Berurat saraf

Menanti aman
Gagak berteduh nyaman
Saling berlindung

Dalam kehidupan ini, tersirat makna yang tersembunyi di balik hutan rimbun
imajinasi, seperti berjalan di atap lapisan neraka, memandang bukit batu kerikil
berterjal. Bunga plastik beraneka warna warni, menghiasi ruang jiwa yang
tertidur lelap. Bermacam ragam perkara kasus korupsi, lalu menguap diatas meja hijau kekuasaan negara, ujung persoalannya hanyalah untuk menumpuk pemilikan harta karun demi kerakusan hidup penguasa zalim.

Di perbatasan
Garis hidupnya
Bercermin kemiskinan

Cahaya musim dingin
Bekunya alam nista

Senja menjejak maju
Langkah kenangan
Mimpi merdeka

Musim semi disambut cerah bersama hadirnya mentari, eksistensi manusia merefleksi dirinya, mengacu pada pembebasan mengekang, jejak langkahnya tak kunjung akhir, menapak kebenaran yang diinginkannya, untuk menjadi saksi dalam catatan mengukir keadilan.

Goresan tinta
Di atas kertas putih
Kemunafikan

Usia mempesona
Hidup hanya sekilas

Tak ada bara api yang mampu padam,lampu lentera menerangi semangat
ketegaran jiwa. Aah tinta pena itu mencatat kebebasan semu,penafsiran kebenaran menguak pemalsuan sejarah berdarah,kekerasanpun dijadikan alat penindas.

Cerah semusim
Ranting berderak patah
Fajar perkasa

Sisa percikan api
Menyulut jalan padam

MiRa, 16 April 2010


[Haibun] Unggas

Jangkrik merintih
Camar mengibas sayap
Ego tercekik

Antar benci dan cinta
Kenangan sapu tangan

Cermin diri di kanvas terlukis kesunyian dalam kegelapan, goresan bentuk sketsa gambar, memberkas darah rakyat dari ingatan masa lalunya, dianggap lebih bernyawa dari para pendahulunya, yang mampu membisikkan pesanan suara-suara gaib bermakna kemanusiaan.

Sawah dan ladang
Kehilangan petani
Mimpi ilusi

Terhimpit kelam
Kesepian berduka
Menjadi murka

Ada kunang-kunang raksasa terbang di setiap malam hari, seperti penjelajah cakra jiwa menghibur lara, kehadirannya mengunjungi sesama makhluknya, di saat sedang tertidur lelap, rangkaian cerita mimpi buruk, merujuk rasa iri dan dengki.

Di musim semi
Anggur merah meradang
Menuai rasa nyeri

Kumpulan unggas
Berenang bebas
Di danau Sarphatipark

MiRa - Amsterdam, 7 April 2010


Unggas berenang bebas
di Danau Taman Sarphati - Amsterdam, 3 April 2010
Burung camar dan sekawanan unggas
Di Kanal - Amsterdam Timur, Musim Semi - 2009


[Haibun] Sapi Perah

Langit kelabu
Saat hari terbangun
Mentari resah

Mata memandang
Awan melangkah jauh
Hampa suara

Mengukus bumi
Sapi perah merumput
Embun memudar

Limbah produksi
Pasar bebas berlomba
Mengalir darah

Ada kombinasi dinamika dalam warisan tindakan, untuk menyangkal suatu tujuan terselubung, sumber daya emansipatoris gerakan seperti dalam bungkusan kado yang terkemas rapih dan indah.

Ekstensi kontrol
Bisnis para mafia
Menumpuk riba
Bebas dalam kemelut
Kekerasan merambah

Di masa bisu tercermin pelanggaran hak asasi manusia, seperti memancarkan kesucian nyata, menuntut keadilan dianggapnya tak pernah melupakan penyangkalan diri dengan menyatakan, "Antara aku dan tubuhku harus ada perjuangan sampai mati…"

Kemerdekaan
Menantang jaman edan
Jiwa meronta
Kebebasan berpikir
Mendustakan hollocaust

Demi mengejar kebutuhan ego hidup berlebihan, pengurangan tenaga kerja dan peningkatan kapital intensip dijadikan tumbal kepentingan ekonomi Liberalisasi, kehidupan manusia mengusik kepekaan baru, moralitas baru dan penemuan kembali pada jenis nilai lebih, dengan melalui penguasaan manusia dan alam lingkungannya. Kewajiban peningkatan daya beli, sebuah karya akumulasi kapital diciptakan dengan cara penundukan proses mereproduksi sistem penindasan.

Anak jalanan
Demi sesuap nasi
Mengais sampah
Kebutuhan hidupnya
Terbelenggu durjana

MiRa - Amsterdam, 3 April 2010


[Haibun] Malioboro

Jogyakarta mengingatkanku pada pertemuan bulan April 1996 dgn Wiji Thukul, sejak tahun 1997 ia hilang dan sampai saat ini ia belum ditemukan kembali...

Malioboro
Sejarah gudeg krecek
Cermin kenangan

Misteri kehidupan
Seorang kawan hilang

MiRa - Amsterdam, 1 April 2010


[HAIBUN] Terjaga


Tiba tiba seseorang mengetuk pintu rumahku di waktu tengah malam, ketika itu kehidupan ibu kota sedang setengah terjaga, gugatan ingatan dari pintu gerbang, menderit nyeri melalui lintasan perjalanan panjang.

Aku terbangun
Dari tidur lelapku
Pengunjung datang
Sosok raut wajahnya
Tak pernah diketahui

Seperti ada yang dicari, apakah dia seorang mata-mata? atau seorang miskin meminta sesuap nasi dan tempat berlindung? Mungkin dia seorang pencuri.

Menyulut api
Pikiran berkelana
Hening, mencekam

Aaah...andaikan burung camar menjadi refleksi dirinya dihadapan cermin kaca,
kehadirannya dari perjalanan bayang-bayang masa lalunya, maka akan kusambut gembira
untuk masuk ke dalam ruangan kami.

Suara gema
Elang memanggil lembah
Berjurang terjal

Cahaya bintang
Berkelip gemerlapan
Pikiran gelap

Aku menyadarinya bahwa roda kehidupan telah mengubah cita rasa, rumah yang tertutup rapat ternyata tak terkunci, pintu misteri itu seperti rotasi bulan dan bintang yang meninggalkan kami untuk sesaát waktu, ketika kami kesulitan menghidupkan cahaya.

Mengusik kelam
Pancaran Matahari
Jiwa berkobar

Apa yang terjadi di masa lalunya, dan dari mana ia menyusuri arah jejak langkahnya, apakah ia menderita? Walau kukenal asal-usul roh kudusmu, berasal dari alam mimpi yang sama, nyatanya telah lama kuyakini, namun aku tak pernah mengetahuinya, bagaimana kau mengenali dirimu sendiri.

Pengunjung tak diundang
Sesali kelahiran

Tak ada tempat
Masa silam terhempas
Perapian dihati

MiRa - Amsterdam, 30 Maret 2010


[Haibun] MURTAD

Tonggak sejarah ekonomi menjejak cerita horor Lubang Buaya, meniti tragedi
kejahatan perdagangan budak. Ada perjalanan masa lalu memandu maraknya
gemerincing uang curian, dengan menumbalkan nilai hutang kepala Ibu pertiwi.

Tak ada air mata
Tenaga kerja
Diperdagangkan

Kau tahu semua
Jiwa bebas dikekang

Suatu kehidupan bagaikan sebuah arena tontonan, kain merah dikibarkan, tombakpun
di tangan, banteng terluka pilu. Anak zaman terdiam bisu, terbius keterasingan
diri dikeheningan himpitan kelam. Ada cemeti dengan kata-kata, namun derita
tenaga kerja Indonesia tercambuk kawat berduri.

Terikat rantai
Diperlakukan budak
Di hari kerja

Penguasa menjerat
Hukum dikuasai

Untuk sesuap nasi
Tongkat estafet
Dikematian

Gagak mengepak sayap
Mengais sampah mayat

MiRa - Amsterdam, 29 Maret 2010


[Haibun] Periuk Nasi

Periuk nasi
Riwayat kebutuhan
Mengisi perut

Budaya rakus
Mempertahankan hidup
Tikus merajalela

Ada hikayat kekuasaan represip terhadap 'masyarakat konsumsi', yang telah
berhasil menundukan gelombang pasang kebutuhan hidup sehari-hari, dengan
terus-menerus menawarkan hasil-hasil karya penciptaan kebutuhan baru. Bahkan
proses kontradiksi di dalam sistem represi, nyatanya merujuk pada peningkatan
polarisasi, dan tentunya mau tidak mau represip membutuhkan pula mekanisme
kontrolnya.

Alat represi
Mesin indoktrinasi
Kekuasaan

Integrasi sosial
Tercipta pasar bebas

Barang konsumsi
Bergelombang Tsunami
Penakluk sihir

Struktur sistim produksi
Menggugat keadilan

MiRa - Amsterdam, 27 Maret 2010


[HAIBUN] Perempuan
: Buat Mbakyuku di usia 60 tahun


Perempuan jelita, yang tak mungkin terlupakan, nuraninya selalu berbunga dan
tetap merekah sepanjang musim.

Di dalam sekam
Bagikan api unggun
Kobar membara

Di masa duka
Dari panasnya api
Berjiwa tegar

Di usiamu kini
Mentari pagi hari
Semakin cerah

Aah.. nyatanya kepedihan diketahui, namun pada masa itu begitu indahnya untuk
bisa mengalaminya, adalah suatu kenangan manis dalam rekaman ingatan bersamamu.

Pohon hidup terluka,
di pelataran rumah

Angin datang berlayar,
Daun menderu bising

Suara bising
Menuai kehangatan
Di waktu senja

Walaupun sinar cahaya mentari di hawa dingin, yang tak redup dimakan usia,
kehadirannya dalam suasana silahturahmi bersama burung dan pohon-pohon di luar,
tepat di atas tebing di bawah kiri kanan jurang berkarang terjal. Kemudian
tiba-tiba ada ikan berenang di laut merah.

Di saat ini
Jiwa eksistensinya
Untuk mendatang

Tergantung pada air
Tidak terganggu ombak

Kelembutanmu
Perempuan jelita
Mengalir jernih

MiRa - Amsterdam, 24 Maret 2010


[Haibun] Rosella

Di sepanjang perairan pelabuhan tua,
menampilkan warna-warni bersejarah.
Transmisi dilintasan sinar matahari
ada luka menganga berpapan nama.

Terbersit sukma
Pada sisa hidupnya
Cahaya lilin

Leleh mengalir
Sumbu api mengapung
Meredup sirna

Lahan dijarah
Apit apit meripit
Mengapkir fakir

Musim dingin telah mengingatkan kita,
pada segala sesuatu yang datang akan pergi.
Setumpuk kertas lusuh diatas meja tua,
tergores serat-serat masa silam, pula
terekam dalam ingatan,
yang menjadi obsesi kenangan lama.
Ada kebebasan dalam dirinya,
biarpun hanya yang tersisa-tulang, angin dan cabang ranting.

Kuncupnya bunga
Pada dikedalaman
Menyerpih serbuk

Benih bunga rosella
Menyemai jiwa juang

MiRa - Amsterdam, 19 Maret 2010


[Haibun] naluri

Tetesan air
Menyusuri naluri
Mengalir murni

Naluri dalam alam ruangan,
seperti khusuk mengheningkan cipta, dengan
diiringi alunan irama nafas detak jantung.
Kesunyian tercipta lengang.
Ia tak berujud raga,
namun cahaya lampu lilinlah yang senantiasa setia menemaninya.
hanya dengan kepekaanmu,
mampu memberi arti tersendiri tentang makna kehidupan.

Ehm...naluri,
kau bukanlah kosa-kata yang tersusun rapih, jelas, tegas dan
memiliki lejitimitas untuk siapa menguasai siapa,
biarpun kau mampu mengembangkan daya nalarmu,
untuk diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari,
demi memenuhi kebutuhan hidupmu.
Proses putaran waktupun,
begitu setia turut mengiringinya.

Sementara itu lalu lintas di alam luar,
sibuk memburu kehangatan jiwa.
Di saat naluri terjaga dalam warisan refleksi diri,
ketegaran jiwa merintis tapak jejak,
untuk menyambut cerahnya mentari pagi.

Rindu tanpa batasan
Mengusik masa lalu

Di kala hujan badai
Naluri mimpi bulan

Alarm jam berdering keras memecah kesunyian dalam suasana ruangan,
sementara itu hiruk-pikuk di alam luar,
serta merta mengusik naluri insani,
dalam alam sadar dirinya dipersiapkan untuk berlomba menumpuk laba.
Kewajiban menjerit lengking bersama alunan musik hard rock,
mesin pabrik pun tanpa lelah memproduksi massa konsumsi,
tenaga padat karya saling mendahului mengejar prestasi kerja.

Jaringan otak
Menimbun daya cipta
Hutan terbakar

Sosok manusia
Kehilangan mimpinya
Terkapar lapar

Petani miskin
Menjadi kuli kontrak
Lahan dijual

Burung tekukur
Dalam sangkar emasnya
Tersungkur jera


MiRa - Amsterdam, 16 Maret 2010


[Haibun] Pesan Terakhir

Suara mesin tram di kesunyian pagi,
setiap hari tanpa henti,
melaju di alas rel tram seperti,
sel jaringan dalam tubuh,
dirasakannya tergerak maju.

Ada yang tak bisa diketahui sebelumnya,
untuk mengetahui kebahagiaan di masa lalu,
bukan kebencian yang di perbuat dalam beberapa dekade,
tak ada cinta kasih yang bisa ditemukan pada peristiwa itu.
Aah...cinta tak bersalah,
kadang kehilangan,
bila ada ketegangan aliran listrik,
terus mengalir tanpa resah.
Rasa takut berkesinambungan,
diciptakan oleh imajinasi,
dalam gairah untuk menumpuk debu.
Luka lama tak bisa terbakar mentari,
sampai pada akhir musim hujan di gubuk kampung halaman,
terlihat para monyet berceloteh di pohon-pohon,

Ketika kepergiannya dinanti,
kelancaran waktu berganti hari,
namun tak kunjung tiba,
di setiap perjalanan ingatan ditemukan kembali,
lalu disusun daur ulang sebagai kenangan suci.

Lahir ke mati tak bisa dibatalkan,
kehidupan membuat ruang di hati,
bagaikan perjalanan tram listrik memercik api,
terperangkap di antara jalur rel dan aspal,
selama dalam prosesnya tak mungkin menghilangkan makna hidup.
Rasa terbawa langkah kaki menjejak harapan baru,
seperti bayangan wayang kulit di balik tirai kain kafan,
yang menyelimuti gumpalan seperti anggota tubuh,
terlukis dalam sosok gambar berbingkai di perantauan,
tanpa kehilangan daya ingatan,
meninggalkan pesan terakhir

Mentari terbit
Kegelapan memudar
Bunga merekah

Cahaya berkilauan
Terdengar kicau burung

MiRa - Amsterdam, 13 Maret 2010


[Haibun] Merajut kata


Berpikir, ketelitian, observasi, bercermin diri, kecerdasan.
Untaian kata-kata itu sarat makna, sangat menggugah nurani,
dirajut dengan benang kesadaran dan dibingkai dengan kebijaksanaan.
Kata-kata itu bisa menjadi begitu indahnya,
bagaikan peragaan keanggunan pakaian tradisional.

Refleksi diri dapat memberikan wawasan pada perilaku dirinya,
ketika berhubungan dengan perasaan emosi,
berinteraksi dengan orang lain,
mempunyai tujuan, kendala dan motivasi.
Namun kebanyakan orang-orang sengaja menyimpannya,
di salah satu kotak tersendiri supaya tidak terlihat oleh yang lain,
jadi dibiarkanlah dirinya bebas.

Kekuasaan
Wakil rakyat bersolek
Tidak terbatas

Sejak rajutan kata direproduksi,
cara berpikirnya pun seperti semakin lebih mendalam daripada sebelumnya. Aah..pengalamannya yang intens disepanjang musim kekuasaan negara,
dirasakannya tidak memiliki sarat makna yang lebih berarti,
buat meningkatkan kesadaran dirinya sendiri.
Bahkan egosentris dianggap lebih baik,
katanya demi kebutuhan keseimbangan situasi.
Padahal tradisi pembodohan dan uang tutup mulut,
sudah menjadi mekanisme bentuk komunikasi dari pencerminan Bangsa kita.

Paska pemilu
Century butuh tumbal
Pesta korupsi

MiRa - Amsterdam, 9 Maret 2010


Semir Sepatu

Sosok lelaki usia 15 tahun telah kehilangan ayahnya sejak tahun lalu di desa
kelahirannya. Ada pesan disampaikan kepada anak sulungnya itu,
sebelum ayahnya menghembuskan nafas terakhir:
"Nak, dalam jiwa dunia telah tercipta hidup kita semua.
Ku ingin kau tetap mampu mengisinya dengan cinta sejati,
ketegaran dan kenyamanan hidup bersama Bundamu dan ke dua adikmu"

Sosok lelaki
Kehilangan mimpinya
Sedih diukur

Dari potensi
Ada kepercayaan
Jati dirinya

"Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?"
"Sebab, di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada.
janganlah hidup dalam penghinaan dan ejekan.
Jadilah penguasa murah hati."

Demikian selintas percakapan antara sang Bunda dan anak sulungnya,
ketika anaknya akan meninggalkan kampung halaman.

Perjalanan pengembara, menapak jejak mengikuti suara hati.
Di sepanjang kelana, dilaluinya mengarungi lintasan tantangan hutan belantara bukit barisan.

Demi mengemban kewajiban mengejar mimpi harapan baru,
guna memenuhi pesan terakhir ayahnya.
Jejak langkah perjalanannya ke Ibu kota hanya berbekal sekotak kayu buatan sendiri, berisi peralatan semir sepatu.

Jiwa dunia
Beralas suka duka
Di Ibu kota

Mengais harta karun
Kegigihan bertahan

MiRa - Amsterdam, 6 Maret 2010


[Haibun] Kemerdekaan Petani Pedalaman

Politik elit
Tanah air di gadai
Rebutan harta
Gagak mengais sampah
Cendrawasih meratap

Daun terkulai
Kejinya musim kering
Akar membusuk
Beracun air keruh
Busung lapar meronta

Namun menurut petani pedalaman dari suku pakpak, penghuni di 4 kabupaten antara lain kab. Humbahas, Dairi, Pakpak barat dan Aceh singkil di Sumatra Utara, menceritakan pengalamannya, yang setelah hasil panen dibawa ke rumah, di setiap pinggir sebelah petakan sawah dibuat kolam sekitar 1 - 1,5 meter guna memelihara ikan mas. Menurut pengalaman salah satu petani, ikan mas yang memakan sisa-sisa batang padi yang membusuk dan menimbulkan bakteri dan lain lain tanpa diberi makan, dapat hidup dan makan dari pembusukan jerami-jerami padi.

Cerah mentari
Merindukan bersemi
Kemandirian
Jerami padi membusuk
Petani panen ikan

Sebelum mulai mengolah tanah kembali untuk bertanam padi, maka ikan mas
bisa di panen dengan hasil ikan mas luar biasa besar-besar nya lalu hasilnya
dapat di nikmati oleh anggota keluarga bahkan hasil panen ikan mas yang
mampu berkembang biak cepat itu bisa dijual ke pasar.

Nasakom jaya
Jiwa masa merdeka
sinar pelangi
Kuncup bunga sakura
Air mengalir jernih


MiRa - Amsterdam, 4 Maret 2010


No comments:

Post a Comment