Sunday, December 5, 2010

[Haiku] Memangsa sesama

Gagak menggaok
Terbang melayang lelah
Lapar terkapar

Malam mencekam
Awan putih berkapas
Menggumpal salju

Angin mendesir
Rindu dahan dan daun
Di pohon gundul

Sarang korupsi
Mengganas di trotoar
Pajakin warteg

Kaum marjinal
Dalam sungai membeku
Tertimbun bisu

Luka menganga
Kelam dikeheningan
Menapak tilas

Akar belukar
Kaktus di tanah tandus
Bergolak tegar

MiRa - Amsterdam, 5 Desember 2010

Wednesday, November 24, 2010

[Haiku] Bulan Purnama di Musim Dingin

Bulan purnama
Menyapa musim gugur
Cerah di hati

Bumi dan langit
Menghembus angin lembut
Serasa beku

Cuaca dingin
Pahitnya kehidupan
Racun dunia

Maju setapak
Kebijakan teladan
Bercermin mimpi

Cahaya bulan
Berselaput aura
Tidak bernyawa

Membara api
Memori bunga bersemi
Kekal abadi

MiRa - Amsterdam, 23 Nopember 2010

Friday, November 19, 2010

[Haiku] Rindu Dendam

Mendesah resah
Hidup terkatung-katung
Terhalang pulang

Waktu terbuang
Menabur rindu dendam
Bersama angin

Pohon mendesir
Irama detak jantung
Menuai kasih

Di keheningan
Denyut nafas terakhir
Menghantar pergi

Ada saatnya
Kebenaran bersaksi
Cinta dan benci

MiRa - Amsterdam, 19 November 2010

Friday, November 12, 2010

[Haiku] Surga Terbakar

Gemuruh angin
Daun terbang melayang
Tinggalkan pesan

Persahabatan
Tanpa sanak sodara
Sebatang kara

Bayangan hitam
Pantulan sinar lampu
Di dinding putih

Diburu teror
Rasa sakit dan pedih
Surga terbakar

Di pengasingan
Musim silih berganti
Tak ada sesal

MiRa -Amsterdam, 11 November 2010

Sunday, November 7, 2010

[Haibun] Semburan Api

Mimpi bencana
Jatuhnya matahari
Ditengah malam

Agh..aku tak melihat Tuhan
tapi cahaya itu bersinar binar
tergeliat agresif menyembur dasyat
semburan api yang mengalir ganas
panas membumi hangus daratan
menjarah maut umat manusia dan hewan.
Ketika suara letusan menggema buas
menggelegar seakan ingin menelan alam
abu bertebaran bagai pecahan beling
menyebar racun di bumi pertiwi
semua kehidupan meratap duka
seperti hati tersayat pisau tajam
menusuk tembus ditubuhku

Gunung merapi
Menjelma bara merah
Berwajah murka

MiRa - Amsterdam, 6 Nopember 2010

Sunday, October 17, 2010

[Haibun] Organis Kehidupan

Adil dan makmur
Kebutuhan alami
Sandang dan pangan
Organis kehidupan
Keadilan sosial

Namun catatan sejarah kelahiran kemerdekaan dari kandungan Ibu pertiwi, sudah dicemari Tragedi Kemanusiaan 1965/1966. Dan, kekayaan sumber daya manusia maupun kekayaan alam di bumi Nusantara, menjadi lahan jarahan modal asing dan anjang fasilitas ladang KKN, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Lalu apakah sikap dan perilaku penguasa saat ini mewarisi isi pesan secara tersurat dan tersirat dalam norma kehidupan manusia...

Ah...acuan yang memuat nilai haram, halal dan dosa keturunan itu dikemas pada sistem kekuasaan hidup bernegara, dalam tuntutan hak keadilan tebang pilih, mengacu sikap perilaku berwujud gila hormat, gila kekuasaan, sok pintar, cari selamat dan cari aman. Selama 45 tahun peradaban hidup berbangsa dan bernegara, menghantar ke proses pemiskinan inovasi kerja otak dan kerja badan.

Tani dan buruh
Sumber tenaga kerja
Tanpa hak hidup

Mesin industri
Pekerja padat karya
Rentan hidupnya

Tanah garapan
Tenaga buruh tani
Tak hidup layak

Akar gerakan
Daulat keadilan
Hak bernegara

MiRa - Elisabeth Samsonstr, 17 Oktober 2010

Wednesday, October 13, 2010

[HAIBUN] Cinta Kata Kerja


Dari balik tirai kaca jendela, kumelihat ke luar
sosok bayangan seakan sedang melambaikan tangan
seirama alunan suara seperti mendesis resah
begitu lesu menyapaku tanpa susunan katakata

Ah..hitungan waktu kehadiranmu begitu cepat berlalu
untuk bisa menikmati gaun kemegahan alam ciptamu
yang menghias tubuhmu dalam pesta musim semi

Pohon berdansa
Elok memukau sukma
Penghibur lara

Fata morgana
Tarian kupu-kupu
Merajut kasih

Kini kau tanggalkan gaun indah dan anggun
hiasan ornamen terbang menghampiriku
menembus sekat ruang kegelapan
Tak kuasa sentuhanmu penuh kelembutan
menandakan pesan akhirmu telah diambang pintu
badai angin menyertai perpisahan musim semi
tak sirna ketegaran akar pohon dan akar rumput

Dahan dan ranting
Menabur daun kering
Berpupuk kompos

cinta kasih yang tidak didambakan
kunanti kehadiranmu kembali
masih kuingat ungkapan kata
: cinta bukan kata benda tapi kata kerja

MiRa, Amsterdam, 13 Oktober 2010

Friday, October 8, 2010

[Haiku] Belenggu Dusta

Angin berbisik
Waktu terdiam bisu
Terbersit makna

Perjalanannya
Mengusung kehidupan
Dalam belenggu

Kemerdekaan
Menapak bercak darah
Di luka lama

Jejak ingatan
Warisan penjajahan
Memberkas dusta

Hidup dan mati
Menggugat keadilan
Di cermin diri

MiRa - Amsterdam, 7 Oktober 2010

Tuesday, October 5, 2010

[Tanka] Disinformasi

Musim beralih
Lintasan angin badai
Pohon bersiul
Ratapan tangis bayi
Ketakutan mencekam

Di kala hujan
Bulan berawan kelam
Konflik militer
Air sungai mengeruh
Luluh lantak Negara

Jiwa digadai
Peristiwa berdarah
Disinformasi
Ingatan pembunuhan
Terkubur tanpa nama

Mengayuh laju
Diselang kesibukan
Sarang korupsi
Antara kaya-miskin
Melebar tanpa batas

MiRa - Amsterdam, 3 Oktober 2010

GaneshA - grafiti dinding apartemen - Apeldoorn, 210 2010

Saturday, September 25, 2010

[Haiku] Tragedi Manusia 1965/1966

Kabut berawan
Jangkrik memekik resah
Duka mencekam

Di tepi kali
Mengalir kebencian
Jiwa tersihir

Rintihan tangis
Suasana kemelut
Titisan peluh

Desa dan kota
Riwayat yang berlawan
Retak berkeping

Gelap gulita
Bunga mawar mengering
Tak rasa cinta

Daya ingatan
Tragedi manusia
Menuntut adil

MiRa - Amsterdam, 24 September 2010

Tuesday, September 21, 2010

[Haiku] Musim Gugur

Tanah membukit
Berkarpet daun kuning
Pohon telanjang

Serasa miris
Angin dingin berhembus
Di tengah malam

Bulan purnama
Menyapa musim gugur
Selamat datang!

MiRa - E. Samsonstraat, 21 September 2010

Sunday, September 19, 2010

[Esai] Jendral Kejam dari Belanda




Pada hari Sabtu nan cerah mentari seakan tak enggan memancarkan sinarnya, saát itu kusempatkan waktu bersepeda melewati daerah Amsterdam Oud Zuid, untuk menuju Vondelpark. Kali ini aku bersepeda menelusuri Apollolaan arah Olympiaplein, yang kemudian melintasi jalan pintas ke  gedung sekolah Lyseum.

Bersepeda di rute jalan Apollolaan terasa lebih adem karena pada sisi kiri-kanan jalan ditumbuhi tanaman pohon-pohon besar dan berdaun rindang . Bila melalui jalan tersebut terkesan gelap dan kusam tapi nyaman rasanya terlindung dari sengatan teriknya matahari di musim panas. Disepanjang jalan Apollolaan itu pula berjejer bangunan rumah mewah model villa dari peninggalan zaman keemasan kolonial Belanda.

Sesampainya aku di sekitar Olympiaplein, tiba-tiba aku dikejutkan oleh semacam bentuk pandangan lain dari biasanya yang tak pernah kutemui sebelumnya. Persis di depan gedung sekolah Lyseum, terlihat ada sebuah patung tinggi semampai sosok wanita Belanda, seperti memakai gaun kebaya Jawa, tercermin ekspresi bangga di raut wajahnya dengan “peran Legislatif” di tangannya. Menurut keterangan seseorang bersama anjingnya, yang kebetulan sedang berada di tempat lokasi yang sama, mengatakan bahwa patung itu disimbolkan sebagai personifikasi kekuasaan pemerintahan Belanda di zaman penjajahan Hindia Belanda.

Patung wanita jangkung setinggi hampir empat setengah meter itu, berdiri pada alas yang disamping kiri dan kanannya terukir gambar yang katanya melambangkan Amsterdam dan Batavia. Ke dua kakinya dengan diapit oleh dua singa, oleh kalangan rakyat yang menghujat pendirian Monumen tersebut sampai saát ini, menyebutnya “Perawan Belanda dengan Anjingnya”.

Dinding dan dasar kolam juga merupakan bagian dari monumen. Di depan patung perempuan jangkung itu ada kolam air besar, yang di simbolkan sebagai pemisahan antara Indonesia dan Belanda. Lokasi monumen seluas 18, 5 meter itu dilatarbelakangi oleh dua dinding yang mengapit patung perempuan itu, dihiasi dengan gambar-gambar plakat ukiran yang menunjukkan lambang kepulauan Indonesia.

Maka, barulah kuketahui serta kumengerti makna dari monumen itu, yang kuanggap penuh dengan peristiwa misteri, dan kurasakan seketika menjadi merinding, tercermin seperti suasana lengang dan hening karena serasa begitu mencekam dan berduka buatku hadir di sekitar monumen tersebut.

Di tempat inilah rupanya yang disebut monumen van Heutsz, Yang menurut cerita sejarahnya sejak tahun 1930, katanya, menjadi bangunan kontroversia. Bahkan selama bertahun-tahun telah sering pula menjadi sasaran tempat protes aksi, bagi penentang dan menghujat peranan sosok komandan Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL, Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger) wilayah Aceh, yang dikenal kejam selama periode perang kolonial.

KONTROVESIAL

J.B. van Heutsz (1851 - 1924), dikenal oleh rakyat Belanda sebagai sosok komandan militer. Pada tahun 1873, di usia 22 tahun ia di kirim oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk tujuan penyerangan operasi militer, yang secara kekerasan dengan melakukan pembunuhan massal di Aceh dan sekitar Sumatra Timur.

Dengan kematian Van Heutsz di Swiss tahun 1924, lalu para pengagumnya mengumpulkan dana dalam jumlah besar, selain untuk biaya pemakaman, juga akan dibangun sebuah monumen peringatan van Heutsz di tempat lain tapi di kota yang sama, Amsterdam. Pada tahun 1930 monumen tersebut dibangun dengan mendapat ijin dari pemda Amsterdam, akan tetapi pelaksanaan proyek monumen sudah menimbulkan reaksi pro dan kontra.

Ada pendapat umum menyebutnya tidak pantas untuk dibangun Monumen Peringatan Van Heutsz yang seharusnya bertanggung jawab atas sekitar 70.000 kematian penduduk di Aceh. Bahkan, proses pembangunannya sempat mengalami penundaan waktu sampai 5 tahun, ini disebabkan antara lain oleh aksi pemogokan pekerja yang bekerja pada proyek pembangunan Monumen tersebut.

Ada pula pendapat lain dari yang pro pembangunan monumen tersebut, dengan ditampilkan sebuah plakat, yang pernyataannya dilihat dari gagasan kontemporer tentang masa kolonial. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah nama monumen. Tujuan ini dinyatakan dapat dilakukan, misalnya, harus menyatakan kelahiran dan kematian Jenderal Van Heutsz dan tindakannya di atas prasasti.

Pematung “Perempuan Jangkung” Frits van Hall (1899-1945), yang pula dikenal seorang Komunis dan pejuang Belanda dimasa pendudukan rejim Fasisme-Hitler, juga dianggap sebagai sosok peran yang menimbulkan reaksi pro dan kontra.

Ia sebagai pemenang bersama arsitek Gijsbert Friedhoff dalam kontes perancang pembuatan monumen van Heutsz, itupun oleh sebagian besar kawan-kawan alumni seperjuangannya zaman pendudukan rejim Fasis-Hitler, dianggap aneh atas keikutsertaan van Hall dalam pembuatan monumen van Heutsz di awal tahun 1930.

Di balik itu semua, keikutsertaan sang pematung van Hall dalam merancang monumen van Heutsz, ternyata dilatar belakangi oleh pengaruh sejarah kehidupan van Hall pribadi yang lahir di Yogyakarta, dan sejak masa kecil sampai usia 10 tahun bermukim di Hindia Belanda. Namun apakah alasan latar belakang sejarah hidup pribadinya bisa meyakinkan keraguan penilaian kawan2 seperjuangannya itu, biarpun ia pernah mengatakan pada koleganya bernama Jan Meefout bahwa plakat ukiran nama “J.B. van Heutsz” di mendatang bisa dihapus, lalu diganti dengan kata-kata “Pembebasan”, atau “Indonesia Merdeka”, sehingga gambar van Heutsz akan memiliki makna pengertian “Pembebasan”.

Tahun 1984 plakat berukir nama “J.B. van Heutsz” tersebut dicuri, dan kemudian ditemukan kembali tanpa ada huruf-huruf nama van Heutsz. Pada tahun yang sama ada pula serangan bom di monumen tersebut, kali ini dilakukan oleh kelompok Koetoh Reh (Nama sebuah kamp ketika tahun 1904 hukuman pidana Belanda dibantai).
Sebelumnya, Pada tanggal 10 Maret 1967 patung singa di sisi kanan rusak akibat serangan bom, yang dilakukan oleh club’s pasifis dari Pemuda Sosialis. Aksi serangan tesebut dimaksudkan untuk menggagalkan pernikahan Putri Beatrix dan Claus von Amsberg.

Buat bangsa kita yang sejak tahun 1945 telah memproklamasikan Merdeka dari Penjajahan Belanda, tak mungkin bisa melupakan catatan riwayat sejarah berdarah peristiwa kejahatan kemanusiaan, yang di pimpin oleh Letnan Jenderal sebagai komandan militer KNIL, bernama J.B. van Heutsz.

Dan, masih banyak lagi peristiwa berdarah lainnya yang tak mungkin bisa disebutkan kejadiannya semasa usia 350 tahun penjajahan Belanda. Ini merupakan pengalaman terpahit bagi saudara setanah air, bagi yang mengalaminya dalam perjalanan sejarah hidupnya, dengan penuh pengorbanan dirinya berjuang demi kemerdekaan bangsa dan rakyat Indoneia.

Begitu pula dengan pengalaman pahit pada paska kemerdekaan Republik Indonesia, peringatan 45 tahun peristiwa sejarah berdarah 1965/1966 telah diambang pintu. Ratusan ribu umat manusia, mengalami kematian massal, yang sampai saát ini tidak bisa dibuktikan secara data fakta tentang siapa menjadi korban kemanusiaan maupun siapa sebagai dalang pelaku pembunuhan. Kapan Pemerintah Negara Republik Indonesia mengakui peristiwa Tragedi Kemanusiaan 1965/ 1966 sebagai Kebenaran Sejarah Pembunuhan massal.

MiRa - Amsterdam, 19 September 2010

Friday, September 17, 2010

[Tanka] Musim gugur


Hujan dan badai
Musim gugur menanti
Proses alami?
Daun berganti warna
Hijau menjadi merah

MiRa - Amsterdam,16 September 2010

Pohon daun merah menyambut musim gugur di Vondelpark - Amsterdam, 16 September 2010

Monday, September 13, 2010

[Haiku] Kamar Beton

Bumi berputar
Pembakaran Ingatan
Tanpa berakhir

Darah menetes
Setiap kamar beton
Gelap dan dingin

Cahaya lilin
Di langit musim gugur
Mencari bulan

Dalam catatan
Menuntut kebenaran
Bicara adil

Jengah menanti
Pada usia senja
Berdukacita

MiRa - Amsterdam, 13 September 2010

Saturday, September 4, 2010

[Haibun] Kenangan Musim Gugur

Bulan separuh
Indah dikegelapan
Menghias langit

Cahaya remang
Dari tirai jendela
Mengusik malam

Teringat wajah
Dalam rangkuman foto
Suka dan duka

Ada rekaman ingatan abad lalu, peluh riuh mencekam malam, diterjemahkan begitu banyak kesan pahit dan manisnya kehidupan. Peristiwa kumpulan cerita gambar-gambar foto lama itu, belum pula dikukuhkan susunan urutan kejadiannya, yang mengisyaratkan kesaksian dan data fakta pada cabang-cabang kenangan kelabu, dalam duka kesedihan, merambah luka nanah di sepanjang sungai wilayah pegunungan nusantara.

Air mengalir
Jernih berubah keruh
Kerana ranah

Kenangan peristiwa mendalur ulang tragedi kemanusiaan , menyertai hadirnya kembali sosok-sosok ikon tanpa wajah dari sisi tempat lain, menapak jalan dengan memproyeksikan pengalaman masa lalu menuju ke masa depan, dalam jejak langkah arah yang tak bisa ditentukan.

Satu masa terlewati,
dari rasio tak terhitung,
pada lembaran halaman kematian,
nama terdaftar di atas meja hijau,
diserahkan ke tangan bersarung tangan.
Neraka diciptakan untuk kegagalan mahligai,
Kehidupan sosial abad ini dalam kemiskinan batin.

Bayangan diri
Di muka cermin kaca
Gema rintihan

Peristiwa misteri
Kenangan musim gugur

Lupa ingatan yang telah terjadi pada peristiwa itu,
kini makna hidup terbakar, kenangan lama dimusnahkan,
mungkin ingatan dihilangkan demi gairah memburu materi,
ketidakberdayaan dirintis tanpa memiliki nilai harga diri,
sampai saat ini tanah Ibu Pertiwi dipersembahkan pada orang asing,
dengan melalui lintasan korupsi, kolusi dan nepotisme,
mendekap daratan sumber daya kekayaan alam,
yang menebar jera sumber daya manusia,
eksistensi menjadi tahanan dirinya di tanah air sendiri,
orang tua dan anaknya menggantung diri di rumah kumuh,
perempuan yang belum menikah mereka siksa dan perkosa,
kebahagiaan dan kegembiraan menjadi kering dalam hati nurani,
senyuman dan tawa riang terbang melayang, terbawa angin badai,
di sepanjang rel kereta api, dan sepanjang jalan-jalan tak berujung,
telah membahayakan sumber kehidupan insani, walau untuk sesuap nasi.

Ada sesuatu dalam jiwa yang pernah meronta,
tak jera menuntut janji demi kemerdekaan diri,
rangkaian ingatan yang tertulis pena di garis tipis,
menjadi seperti samar-samar, tanpa substansi.

Dikala tinta emas terukir di atas kertas putih,
bangga dan murni merintis hidup sejahtera rakyat,
dari mereka yang tahu tentang makna berjuang.
keadilan untuk kemakmuran warga negara bangsa,
kehidupannya di isi dengan semangat jiwa api bara,
membawa tongkat estafet kebebasan nasional.


MiRa - Amsterdam, 3 September 2010

Monday, August 30, 2010

[Haiku] Ramadan

Nuansa alam
Bumi pesona surga
Dan musim bunga

Di ambang pintu
Menanti musim gugur
Air menggenang

Bayangan gelap
Membina kearifan
Nafas terhempas

Waktu membeku
Nasib Ibu Pertiwi
Hening mencekam

Susunan kata
Meniti jalan panjang
Lintasan kilat

Sekilas hidup
Jejak hati nurani
Terjerat jiwa

Bulan ramadan
Kemiskinan menjamur
Bagai neraka

MiRa - Amsterdam, 30 Agustus 2010

Saturday, August 28, 2010

[Haibun] Pelangi

Sehabis hujan
Menatap cakrawala
Warna pelangi

Dibawah matahari
Bercermin kehidupan

Keindahan sesaat di kaki langit, proses alamiah mengukir sketsa bentuk garis putaran setengah busur, menelusuri jejak transparansi, membias cahaya aneka warna, pada secercah sinar mentari yang menembus awan putih, seakan terbersit makna dalam karya lukisan yang memancarkan aura kebersamaan.

Penghias alam
Kecantikan sempurna
Di musim panas

Merah, oranye, kuning, dan hijau,
cermin keajaiban alam di cakrawala,
biru, lila dan ungu menghias warna,
pelangi berdurasi pendek, seperti
memberi citra warna-warni kehidupan.
Warna pelangi yang cemerlang,
riak kolam masa lalu.

Tirai berwarna
Dalam catatan inti
Sinar membusur

Setetes hidup
Di sebuah cabang cinta
Bebaskan diri

MiRa - Amsterdam, 28 Agustus 2010

Thursday, August 26, 2010

[Haibun] Kebebasan

Ketika orang berkata, "Bicaralah pada kami tentang Kebebasan."
Ada yang menjawab: "Di setiap pintu gerbang kehidupan, aroma kesuburan dan keindahan alam, bagaikan hidangan aneka ragam makanan, sebagai pembangkit semangat selera rasa dan bergairah hidup, padahal tantangan bagi kuli dan budak untuk kebebasan diri dari rasa lapar dan dahaga, tercermin jiwanya bersujut menyembah diri serta direndahkan harga dirinya, dihadapan seorang tiran yang rakus dan licik."

Penguasa zalim
Ngerinya kehidupan
Budaya kuli
Riwayat penjajahan
Politik adu-domba

Di tempat-tempat suci, dan,
ruangan dalam bayang-bayang tembok pembatas,
terlihat seperti ada yang paling bebas,
diantara orang-orang terjerat lilitan kawat berduri.

Hati berdarah didirinya,
karena ingin bebaskan diri,
dengan memanfaatkan,
keinginan antar sesama manusia.
Berhenti bicara tentang kebebasan?
Bila semua tujuannya terpenuhi.

Yang tidak adil
Belenggu penjajahan
Terfragmentasi

Kehidupan dunia
Alam Surga-Neraka

Dalam kenyataan itu,
ikatan rantai melilit kuat,
menjerat kemiskinan diri,
yang terlihat berkilauan,
di bawah pancaran sinar matahari,
serta menyilaukan mata,
menjadi pedih dan nyeri.

Kaya dan miskin
Peraturan tirani
Hidup berspiral

Bebas dan bangga
Kemenangan ilusi
Hukumnya kebal

Akal pikiran
Jiwa kemerdekaan
Dan kebangkitan

MiRa - Amsterdam, 26 Agustus 2010

Sunday, August 22, 2010

[Tanka] Bulan Puasa

Penderitaan
Saat bulan puasa
Merintih lapar
Di waktu tidur nyenyak
Mimpi memburu tikus

Harapan duka
Rindu dihibur cinta
Bunga melayu
Pembaharuan sesat
Maraknya lintah darat

Daratan lelah
Wacana diperbarui
Tikus membiak
Kucing geram mengerang
Cemas, berkuku tumpul

Menatap bulan
Dalam alam pikiran
Penuh semangat
Rasa resah menderu
Naluri terbang jauh

MiRa - Amsterdam, 22 Agustus 2010

Thursday, August 12, 2010

[HAIKU] Riwayat Kehidupan

Foto kenangan
Terucap penuh cinta
Dalam benaknya

Kehadirannya
Dikeheningan malam
Bersama kelam

Hujan mengetok
Kata-kata mengalir
Ke ambang pintu

Sejauh mata
Awan melangkah jauh
Tanpa suara

Menelusuri
Riwayat kehidupan
Pengais sampah

Sepanjang jalan
Angin membelai lembut
Daun berbisik

Pesan terakhir
Tak perlu disesalkan
Waktu berlalu

Ingat kembali
Bulan menyapa ramah
Bintang di langit


MiRa - Amsterdam, 12 Agustus 2010

Tuesday, August 10, 2010

[HAIBUN] Cermin Kemerdekaan

[HAIBUN] Cermin Kemerdekaan
: Refleksi diri buat Ibunda


Di kaki langit
Awan gelap menggantung
Tersenyum muram

Dikeheningan malam
Masa lalu mencekam

Ah..ingatan peristiwa melawan penjajahan,
massal ribuan orang, tak kenal menyerah,
medan perang menjadi lautan bara api.
Riwayat perjuangan bangsa Indonesia,
dari yang berlawan mungkin tak kembali,
darah dan jiwa raga jadi tempat kematiannya.

Pada peristiwa itu, serangan serdadu asing,
bersama bom-bom pemusnah umat manusia,
katanya, digunakan untuk perdamaian dunia,
ketika itu, tak ada yang mampu menghalanginya,
harga diri bangsanya, berkorban atau dikorbankan,
tak menjadi soal baginya, demi pembebasan rakyatnya.

Rasa senasib
Pahitnya penjajahan
Sepenanggungan

Jati dirinya, bertekad baja,
sikapnya, berwatak keras,
jiwa perlawanannya,
menjejak perjuangan,
Demi kemerdekaan.

Semua itu di dunia, tujuannya,
nasionalisme dan cinta tanah air,
patriotisme sebagai penghargaan,
persatuan dan kesatuan bangsanya.
Namun tantangan di masa kekinian,
nilai percaya diri tumbuh dalam kevakuman.
dari cermin jiwa ketegarannya, tak bermakna,
dalam citra mempertahankan dan mengisi kemerdekaan,
semangat juang tanpa tanda-tanda kehidupan kebersamaan,
ketika rakyatnya menuntut keadilan atas hak hidup sejahtera.

Roda kehidupan berorganisasi,
berpaling ke massa mengambang,
sistim hidup bernegara dan berbangsa,
berganti haluan, tak terlihat wujudnya,
terbius, seruan kemiskinan dibutatulikan.
Hal itu seperti menjadi ruang hampa udara,
tujuan kemandirian hanyalah isapan jempol,
kerakusan mengancam kekayaan alamnya,
bunga hutang negara menumpuk bukit limbah,
ilusi kemakmuran dijadikan bencana gersang,
atau mungkin ada sisi kelemahan manusia,
terlihat semakin rapuh, hati nuraninya membatu.

Tantangan hidup
Ketidakberdayaan
Tidak memudar

Dalam bayangan
Mimpi bunga di taman
Aneka warna

Jiwa semangat
Kedaulatan rakyat
Kemandirian

MiRa - Amsterdam, 10 Agustus 2010

Tuesday, August 3, 2010

[Haibun] Pikiran Manusia

Akar dan daun
Embun di tepi sungai
Berubah sejuk

Pikiran manusia
Mimpi dikegelapan

Ada yang mengatakan,
menggunakan tenaga kerja,
dari kekuatan daya tahannya,
tak ada yang bisa dibanggakan,
karena kecerdasan manusia, diukur,
kemampuan berpikir ilmu pengetahuan,
yang tidak perlu memahami semua isinya,
tentang kebenaran hakekat kehidupan manusia.

Lalu, apakah pemikiran manusia terbatas?
atau dibatasi dengan lapisan pagar berduri,
untuk menghitung jumlah kekayaan alam dalam tanah.
Kesemuanya itu, api obor menuntut hak keadilan digelapkan,
tak ada celah cahaya bisa menerangi harapan perubahan,
bekal hidup kaum pekerja untuk esok hari adalah tantangan.

Tenaga padat karya
dengan disiplin kerjanya
kebutuhan hidup minimal
tanpa ada daya beli
bahu rapuh memandu duka
beban berat masa derita

siapa menanggung?

Massa kosumsi
Tak butuh jadi penting

Di pasar bebas

Kepentingan diuji
Hasilnya tak dilacak

Api membara
Dalam sekejap mata
Ilusi padam

Ada cahaya palsu menyebar bias
dalam kegelapan, jejaknya tak diketahui

hidangan makan sepiring nasi
jiwa rakus, berselera racun

MiRa - Amsterdam, 3 Agustus 2010

Sunday, August 1, 2010

Sepenggal Ingatan

Udara pagi begitu sejuk,
aku berdiri di stasiun kereta api,
menatap ke kejauhan, seakan-akan
masa depan sedang menanti.

Setiap orang memilih arahnya,
keinginannya, demi masa depannya,
dengan apa yang telah diputuskan,
menuju pilihan jalan hidupnya,
sampai ke akhir tujuan tempatnya.

Nyatanya, begitu banyak orang tidak bahagia,
aku masih sering mendengar mereka mengeluh,
ketidak puasan dengan nasib hidupnya,
juga berlaku bagi orang-orang di sekitar mereka,
Ah...hidup ini sangat tidak adil, dan
mereka merasa sangat sendiri.

Lihatlah di sekitar lingkunganmu,
lalu kemudian kau berkaca diri,
dihadapan orang-orang itu,
kau akan merasa bertanggung jawab,
dengan apa yang dilakukannya setiap hari,
karena jalan hidup yang dilaluinya,
adalah berbeda dengan apa,
yang harus ditentukan orang lain.
Bila harga dirimu telah di tanganmu,
maka ilusi menjadi kenyataan.

MiRa - Amsterdam, 1 Agustus 2010

Monday, July 26, 2010

[Haiku] Zomerfestival

In de zomertijd
De volle maan wordt gezweet
Bij Loveparade?

MiRa - Amsterdam, 26 Juli 2010



[Haiku] Festival Musim Panas

Di musim panas
Bulan purnama berkeringat
Ketika Loveparade?

MiRa - Amsterdam, 26 Juli 2010

[Haiku] Kabinet formatie

Na verkiezingsfeest
Het klok draaiende zonder eind
Op het toneelspel

MiRa - Amsterdam, 26 Juli 2010


[Haiku] Kabinet Formasi

Setelah pemilihan partai
Arah putaran jam tanpa henti
Di permainan teater

MiRa - Amsterdam, 26 Juli 2010

Sunday, July 25, 2010

[Haibun] Absurditas

Di atas pohon
Burung camar melayang
Hati gelisah

Aku berdiri di sini, pada titik pandang yang tinggi di bawah langit biru, terbayang ingatan bencana kehidupan akibat hempasan gelombang korupsi, bagaikan besarnya gelombang laut menggulung daratan bumi pertiwi, yang membumi hangus sumber daya manusia, mengerikan peristiwa musibah itu, seakan-akan seperti penguasa jagat alam sedang murka, ataukah berduka pada alam ciptanya dalam kehidupan tanpa daya?

Peradabannya
Kehidupan sosial
Kaya dan miskin

Ada satu hal
Pertaruhan hidupnya
Tidak bermakna

Ah..pandangan dunia tentang jiwa nasionalisme dan patriotisme telah dianggap usang, ataukah menyerah pada paradigma perubahan? Ada yang mengingatkan bahwa ketinggian dimensi kesadaran manusia telah dieliminasi.

Di sepanjang garis rencana,
antara penghubung sumbu penyulut api,
menunjukkan bagaimana rentannya luka lama,
jejak semangat kemerdekaan dan berdikari,
tak lagi seperti hamparan padang ilalang,
yang tanpa mengenal lelah melambai dengan,
beraneka warna bunga yang tumbuh, serta
tak pernah mengenal kegersangan, ketegaran
menuai nilai bibit ketabahan melawan cobaan hidup.

Ingatan masa lalu, mencatat sisi lipatan,
mengikuti sepanjang barisan kumpulan kata,
yang bernada irama nafas sehamparan ilalang,
betapa kuatnya nilai kebersamaan,
menggapai asa dan manfaat bersama,

Di saat ini,
kepastian hidupnya
Rakus materi

Hidup tanpa kemudi
Dirinya dinistakan

MiRa - Amsterdam, 24 Juli 2010

Thursday, July 22, 2010

[Haiku] Paradoksal


Harumnya warna
Elang memekik keras
Bernyanyi sumbang

Semak belukar
Di bawah pohon rindang
Hati membatu

Memandang silau
Tatap mata, membuta
Terbayang galau

Nyamuk menari
Mengungkap malam hari
Irama duka

Daya kreasi
Bagaikan bayi lahir
Kekar mengakar

MiRa - Amsterdam, 22 Juli 2010

Monday, July 19, 2010

[Tanka] Harapan

Sebutir pasir
Dihempas ombak, jauh
Sampai pesisir
Yang telah dilalui
Akan terbawa serta

Di hulu sungai
Pernah mengalir jernih
Tetesan air
Ada harapan baru
Di seberang lautan

Kumpulan bintang
Membentang sinar binar
Di langit gelap
Tak mungkin tergapai
Mimpi mentari cerah

MiRa - Amsterdam, 19 Juli 2010

Friday, July 16, 2010

[Haibun] Pesan Terakhir

Di kekosongan
Masuk akal pikiran
Bersarat makna

Putih sabar menunggu
Biarkan tinta kering

Saling memandang
Mata berbinar jalang
Kesengsaraan

Genggamlah tanganmu, bersama
dalam aliran darah kita,
untuk menggugat keberanian,
membebaskan penderitaan,
keadilan harus ditegakkan.
Walaupun angin topan,
menembus rasa duka lara,
jiwa semangatmu tak akan punah.

Ah..ku pikir, kau merasa,
Semuanya benar-benar nyata.
Ataukah hanya mimpi,
yang dihimpit cermin diri,
dari masa lalunya

Dalam hidupnya
Yang tidak tampak
Menjadi fakta

Di bumi pertiwi,
kekayaan alammu,
terkuras habis,
air jernih,
menjadi,
keruh.

Langit memerah
Matahari merona
Berbunga api

Pesan terakhir
Mengarah jejak langkah
Untuk mendatang

Musim silih berganti
Anak zaman menantang

MiRa - Amsterdam, 15 Juli 2010

Sunday, July 11, 2010

[Haibun] Warga Negara

Bangkit, lihatlah
Kekayaan alammu
Berlimpah ruah
Sumber aneka ragam
Berlumur limbah nista

Engkau, yang mulia,
penentu arah jalan air sungai mengalir,
penjelajah sumber air jernih,
yang kemudian menjamah sumber daya alam,
sebagai kekayaan bangsamu,
namun tangan-tangan kotormu,
menodai kesuburan alam fana,
dizinah dan dijarah isi perut bumi pertiwi,
tanpa jiwa prikemanusiaan.
Di tempat ini,
tanah airmu tak lagi punya belantara,
laut melepas pantai, erosi
jiwa kehidupan rakyatmu,
mengering, kurus kerontang,

Ingatkah kau, yang mulia,
Sejarah kemerdekaan,
diperjuangkan untuk semua,
bangsa dan negara dibangun,
dengan darah juang rakyatmu,
membangkitkan berlawan,
berpijak anti penindasan

Kini hak-hak keadilan dikhianati,
baja bergolak dalam arena rebut kuasa,
di bawah ancaman moncong senjatamu,
Konstitusi dibuat,
tidak menegaskan tentang hak sipil,
dirintis dalam kumpulan individu,
memimpikan tanah garapan,
menjadi lahan korupsi,
demi menjamin kesejahteraan koruptor.

Lintasan pegunungan yang menjulang megah,
sumber daya alam berkubang nista dosa,
penguasa daya guna mencincang lumat jiwa dan raga wargamu,
susunan kata-kata terukir selama 45 tahun,
bertinta lumuran darah, yang
mencatat cerita dusta niscaya,
nyatanya rakyatmu terkubur,
dalam timbunan waktu usia uzur,
rentan tenaga kerjanya, lalu
menjadi korban perdagangan orang,
demi penikmat jiwa durjana.

Ah..bukankah Negara ini bagaikan sebuah taman bunga,
kita semua bunga yang berbeda warna, dan
memiliki kekuatan jati dirinya,
untuk merintis kehidupan mandiri,
yang setara, adil dan makmur.

Warga negara
Berdamai dengan alam
Sepanjang musim
Biarlah bunga mekar
Indah merekah harum

MiRa - Amsterdam, 10 Juli 2010

Thursday, July 8, 2010

[Haiku] Pencerahan

(1)
Langit membiru
Mata masih terjaga
Burung berkicau

(2)
Berbagi payung
Samping kantor polisi
Pesta prasmanan

(3)
Di teras kaca
Hening bersama Bunda
Angin semilir

(4)
Menuju rumah
Di simpang jalan rawa
Kodok menyapa

(5)
Di atas metro
Sepanjang kabel listrik
Burung berbaris


MiRa - Amsterdam, 27 Juni 2010

Monday, July 5, 2010

[Haibun] Di Pasar Bebas

Pintu pasar bebas sistim ekonomi kapitalisme semakin terbuka lebar, arus badai produk import mengalir deras, meluber tak tertanggulangi di Ibu pertiwi, bagaikan air bah yang meluap liar, menerjang garang dan mengganas melibas produk lahan sektor dalam negeri.

Di pasar bebas
Ekonomi liberal
Buruh di pecat
Sumber alam dikuras
Tergantung barang impor

Aah...kehidupan sosial ekonomi liberalisasi, nyatanya di dukung dan ditunjang oleh sistim pemerintah paska Orde Baru, peran individu dan mekanisme pasar telah mendominasi kekuatan penawaran dan permintaan barang konsumsi impor, dengan harga dijajakan lebih murah dari pada barang barang produk dalam negeri, memproses kehancuran usaha sektor industri padat karya.

Kalah bersaing
Yang dari pengusaha
Jadi pedagang

Diperdagangkan
Semuanya dijarah
Broker politik

Pemecatan kerja, pengangguran yang kehilangan sumber mata pencahariannya, telah merubah nasib rakyat semakin terjerumus dalam jurang kemiskinan dan ketidakberdayaan, bahkan harga kebutuhan bahan pokok, menghimpit roda kehidupan masyarakat pengangguran dan miskin, lalu sampai kapankah berakhir?

Mulia dan megah,
Hidup pengabdi uang
Membungkuk damai

Eksploitasi
Dari barat ke timur
Dikhianati

Bebaskan jiwa budak!
Kemenangan direbut

MiRa - Amsterdam, 5 Juli 2010

Saturday, July 3, 2010

[Haibun] Imigrasi

Rembulan di senja hari, Amstelkade - 25 Mai 2010


Di balik cadar
Mulutnya komat-kamit
Begitu pucat
Hidangan makan malam
Berisi kepedihan

Ah.. kisah pahit
Tak ada yang peduli
Dan dilupakan
Beranjak dari duduk
Dia terhuyung-huyung.

Di hari kerja
Menuai kebencian
Terjerat krisis
Kemiskinan membukit
Kesenjangan sosial

Kelahiran imigran diperbudak!
Uang dan kekuasaan menjadi bencana kejahatan manusia
Keindahan sayap kupu-kupu dicukur,
terkubur dalam usia kepompong.

Orang kaya tidak membayar tenaga kerja kita
Bunga uangpun hasil rampasan kekayaan alam,
yang dimiliki nenek moyang kita.
Kelaparan waktu tak pernah mati

Awan kelabu
Menyelimuti bulan
Di kegelapan
Tenang, menyapa aneh
: "Jangan berdiri di angin!"

Hatinya surut
Memori matahari,
Mengalir kering
Keheningan membisu
Waktu mengalahkan kita.

Keberuntungan,
sistim kapitalisme
Jiwa apatis
Lintasan kehidupan
Menggali kuburannya

Bercermin diri
Kecemasan menggumpal
Miskin dan hina
Musim silih berganti
Ada saat melawan!


MiRa - Amsterdam, 20 Juni 2010

Haibun buat Mawie Ananta Jonie


Kita berkumpul
Suasana bersama
Di Hari ini

Kehangatan musim semi di Almere, tercipta rangkaian bunga kehidupan, menjalin citra kenangan perjalanan panjang sampai usia kini, perputaran jarum jam, berdetak tanpa henti, dari pondok Melati menebar bibit jiwa kemanusiaan, bersemi menyambut kuncup bunga bermekaran, takjub, memberi lebih kaya warna pada dimensi kehidupan baru, meniti generasi anak dan cucu.

Dari kampung halaman
Kehadirannya
Telah dilaluinya

Menukik tapak jejak
Semangat perjuangan

Perjalanannya
Proses alamiahnya
Silih berganti

Ingatan masa lalu
Mengusik cita rasa

Bersama puisi, bercermin pada makna hidupnya, merintis sampai tunas kecil, tumbuh dan subur di taman rumah penyair Mawi Ananta Jonie, selamat Ulang tahun ke 70!

MiRa - Amsterdam, 5 Juni 2010

Catatan:
Puisi ini adalah salah satu karya, dibacakan pada acara pesta Ulang tahun Penyair Mawie Ananta Jonie ke 70 tahun, di Almere, tgl 5 Juni 2010

[Haibun] Amnesia Lumpur Beracun

Berkontradiksi
Perubahan ilusi
Nihil logika

Struktur ribet
Bencana lumpur panas
Tanpa solusi

Aah..akibat jalur berpikir dipersimpangan jalan, dirintis arus komunikasi error, maka sistim perubahan menapak pada jejak keputusan berpihak, mengatas namakan untuk kebenaran, keadilan dan hak Azasi Manusia, nyatanya politik elit menjadi wadah anjang rebutan rezeki penjualan kesengsaraan rakyatnya.

Tipu muslihat
Persepsi anomali
Berkedok bisnis

Saling berkepentingan
Buta mata hatinya

Melawan penindasan, menepis daya ingatan budaya kesadaran kolektif, kebangkitan semangat persatuan dan kesatuan demi mempertahankan kemerdekaan jati diri bangsa, untuk perjuangan keadilan sosial seperti mengalami amnesia bernuansa hampa udara, dirasakan hanyalah saling menyakiti dan melukai antar saudara setanah air.

Penetrasi kapital
Gas bumi murka
Dosanya penguasa

Integrasi korupsi
Budaya kebatilan

Kaya dan miskin
Ketidaksetaraan
Diperjuangkan

Pergolakan sosial
Cermin kemandirian

MiRa - Amsterdam, 2 Juni 2010

[Haibun] Lumpur Lapindo

Lumpur Lapindo
Di seberang lautan
Panas mengganas

Semburan gas beracun
Hancur meluluh lantak

Aah... Letusan liar lumpur panas itu, meluap ganas tanpa henti, mengalir deras, menggelegar murka, membrangus hangus, ludes desa kampung halaman bersama lahan pertanian, tatanan kehidupan umat manusia porakporanda.

Pemboran sumur gas bumi, nyatanya gagal total, akibat eksplorasi dan ekploitasi di Porong - Sidoarjo, jiwa tamak pemodal bermoral lintah darat, demi mengeruk keuntungan sistim kapitalisme.

Bisnis pemodal
Konspirasi korupsi
Dan politisi

Akibat ulah kafir
Tragedi manusia

Gelombang awan hitam pekat di kaki langit, kelam mencekam menyertai
nestapa duka lara, pedih dan nyeri kehilangan sanak keluarga yang dikasihi.

Dari rumahnya
Diungsikan, terlantar
Dipaksa pergi

Rakyat penduduk
Dijarah dan ditipu
Hak Keadilan?

Rawan bencana
Anak jaman melawan!
Ibu Pertiwi

MiRa - Amsterdam, 29 Mei 2010

[Haibun] Misteri



Setiap perjalanan, ingatan direbut kembali, kemudian dimasukkan dalam kuil kenangan, diawali dengan kelahiran, kematian dan reinkarnasi tak mungkin bisa dibatalkan.

Misteri kehidupan
Terbungkus kusut
Tanpa pegangan

Matahari terbit
Mawar dipangkas
Pandangan dikaburkan

Ada keanehan membuat ruang di hati, kali ini dalam tindakan, dihilangkan dari kehidupan, lalu melemparkannya ke rumput liar.

Menghambat rasa
Implikasi tercipta
Kenyamanannya

Di seberang jalanan
Kegelapan memudar

Depan jendela
Dari tempat dudukku
Burung berkicau

Waktu dan percakapan
Tak ada kejelasan

MiRa - Amsterdam, 24 Mei 2010

[Haibun] Kisah anak Serdadu

Sebuah film dokumenter, berjudul "Mijnheer de vader" (Tuan papa) mengulas tentang sejarah kolonial Hindia Belanda, di mana narasi serdadu Belanda pada tahun 1950, meninggalkan sekitar 8000 anak-anaknya di ufuk timur.

Pohon di puncak
Menggelinding ke bawah
Tangkai berembun
Jauh dari lautan
Angin mendesis tenang

Cermin dari cerita curahan hati, mengulas refleksi sketsa lukisan bertinta merah, mengukir goresan kisah suratan takdir dirinya, tanpa pengakuan hukum legalitas sebagai anak kandung "Tuan Papa"nya, telah mengusik ingatan riwayat hidupnya, meniti nasib anak bangsa, yang kelahirannya menjadi korban cinta dalam agresi perang kolonial.

Menabur debu
Angin dari utara
Masuk kubangan
Anak korban serdadu
Polisionil aksi

Selama perang kolonial 1946-1949, peristiwa penyerangan kolonialis, mengerahkan 130 ribu serdadu Belanda, menjadikan kota Surabaya lautan api, jiwa terbakar mengusung semangat kaum pemuda, berjuang demi mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia yang selama 350 tahun telah terjajah.

Serdadu Londo
Menebar keresahan
Perang dan cinta

Diterlantarkan
Kehilangan ayahnya
Tabu dan rindu

Darah merangkak
Pergi lebih kreatip
Biar mengalir?

MiRa - Amsterdam, 2 Juli 2010

Sumber: http://player.omroep.nl/?aflID=11120021&tt888=true

[HAIBUN]: Musim Bunga


Daun bersemi
Hijau menghias kota
Bunga merekah

Ingatan malam hari
Sinar bulan membayang

Aaah...terik matahari melayukan bunga dan daun-daunan, hingga tunduk tanpa daya. Hukum alam telah mengajarkan pada kita semua, bahwa hidup manusia dihitung dalam batasan waktu menuju kuburan, sekali pergi tak mungkin kembali lagi.

Mengenang masa
Usia melebur duka
Berbina jasa

Megah merah, berdarah
Hayat dikandung badan

Kuingat pesan akhirmu, Ayah, bahwa kehormatan, kemasyuran dan nama harum bukanlah titik akhir idaman hidupmu, walaupun hidup, mati, hina dan mulia adalah pemberian alam.

Kilatan petir
Di antara mega hitam
Awan menggumpal

Cermin berbalut luka
Kalah berlapis dendam

Waktu menjejak hening, raga terlentang di tempatnya, menyatu dalam gundukan tanah subur, bunga-bunga mungil menghias cantik di atas pusaramu. Ketika roch termenung dihadapan makam tak berpapan nama, perjalanan hidupnyapun tak berteduh.

Menuju pulang
Merambah jalan bebas
Tiada buntu

Menanti akhir hidup
Maut belum menjemput

Perahu laju
Menyisir sungai
Tekadku menggelora

Walau tongkat estafet
Rapuh dimakan waktu


MiRa - Amsterdam, 25 April 2010

Keterangan foto:
Laburnum anagyroides
Golden Chain Tree
Amstel Kade, berlatar belakang Rumah di atas Air dan taman Bunga - April 2010

Wednesday, June 30, 2010

[Tanka] Di Musim Panas

Regenerasi
Segala sesuatu
Bukan yang baru
Terdiam, bau lembab
Bumi, terbakar rakus

Krisis kritis
Harga jual melejit
Raga tersiksa
Lihat, bidang berduri!
Kawat besi melilit

Dalam cahaya
Ruang bercermin
Busung lapar mengerang
Di ujung kontradiksi
Membebaskan derita

MiRa - Amsterdam, 24 Juni 2010

[Haiku] Buruh Migran Menggugat


Di bawah atap
Wakil rakyat terbius
Bulan menangis

Sampah menggunung
Merambah kehidupan
Sungai mengering

Burung pelatuk
Suara menggelegar

Mengetuk pohon

Jejak semangat
Buruh migran menggugat
Menuntut adil

Rumput ilalang
Melangkah derap maju
Kuasa langgeng


MiRa - Amsterdam, 8 Maret 2010

[Haiku] Bugenvil


Sakit dan demam
Melihat cuaca cerah
Rasa menggigil

Di rumah lama
Kenangan masa lalu
Buku di bakar

Datang dan pergi
Tangis si kecil sendu
Tak kunjung tiba

Merah merona
Bugenvil payung alam
Tegar menanti

Tertidur lelap
Mimpi memetik hari
Ayah menyapa

Pohon berdaun
Di atas batu nisan
Parkit menatap

MiRa - Amsterdam, 6 Maret 2010

[Haiku] Salju di musim semi

Mentari pagi
Gigi menggigil ngilu
Luluh dan retak

Kuncupnya bunga
Berselimut salju
Di musim semi

Burung merpati
Merajut dahan pohon
Bunda tersenyum

Menanti senja
Aku menatap cermin
Koruptor lenyap

MiRa - Amsterdam, 17 Februari 2010

[Haiku] Bengawan Solo

Air mengalir
Bengawan Solo merah
Angin menghembus

Mengepak sayap
Kastel tetap berdoa
Gema mengudara

Tanah garapan
Ditinggal kerbau lapar
Pendatang tamak

Catatan lama
Batu tulis terukir
Pohon sekarat

Bunga kahyangan
Menatap cermin diri
Pelangi sirna

MiRa - Amsterdam, 18 Februari 2010

[Haiku] Misteri Pohon Jenaka

Pohon cemara
Hidup bersama luka
Angin mendesis

Ahli nujum bertapa
Di Kubangan Misteri

Elok gemulai
Pohon hutan berdansa
Berpayung jamur

Alunan musik mistik
Bersenandung jenaka

Celah cahaya
Menggugat kebisingan
Bulan purnama

Peristiwa berdarah
Menyimpan duka lara

Bunga ditanam
Gundukan pemakaman
Misteri vulkan

Air mengalir kering
Gemerisik ilalang

MiRa - Amsterdam, 22 Maret 2010

[Tanka] Kuncup Daun


Kotak kenangan
Mengiringi ingatan
Berpindah tempat
Terlintas tapak jejak
Disaksikan mentari

Beranda jiwa
Mengukir Kehidupan
Tercermin wajah
Kuncup daun merekah
Bunda memandang senyum

MiRa - Amsterdam, 5 April 2010

[Haiku] Rumah bawah Jembatan

Air di sungai
Bening mengalir tenang
Ke laut lepas

Di atas air
Menyusuri rel listrik
Metro meluncur

Teras berpayung
Rumah bawah jembatan
Teduh mengapung

Teringat sketsa
Gubug di pinggir kali
Berdinding kardus

Di kali Malang
Berlimbah anyir darah
Nyawa pemulung

Moncong senjata
Rumah kumuh tergusur
Hidup bergolak


MiRa - Amsterdam, 28 April 2010

[Haiku] Aksi Mogok Kerja Tukang Sampah


Limbah di jalan
Enam hari lamanya
Menghias kota

Menumpuk sampah
Di sepanjang trotoar
Tinggi menggunung

Anjing dan kucing
Keluar masuk kandang
Memburu mimpi

Mengepung kota
Tikus berkeliaran
Berpesta pora

Pengangkut sampah
Menuntut naik gaji
Mogok bekerja


MiRa - Amsterdam, 12 mei 2010

[Tanka] Di Musim Semi

Sinar mentari
Menapak jejak fajar
Berseri seri
Dari seberang danau
Samar suara suling

Angin menyapa
Berteduh bawah pohon
Lembut, tersenyum
Ah..rindu Pegunungan
Jauh di ufuk timur

Malam merayap
Alam mengusik jiwa
Sinar berkelip
Mata menatap binar
Sketsa bentangan bintang

MiRa - Elisabeth Samsonstr, 4 Juni 2010

[Haiku] Cermin Taman Labirin

Di kuncup bunga
Merintis kontradiksi
Mata hatinya

Terjaga dalam kelam
Ganas dunia malam

Anak menghilang
Akal sehat terbakar
Mamak merintih

Warisan darah rakyat
Arca berisi raga

Lalang buana
Terbang labil melayang
Berpetualang

Taman bunga labirin
Jiwa bercermin diri

Dalam dirinya
Kenangan masa lalu
Menyimpan duka

Genangan air mata
Mengalir madu racun

MiRa - Amsterdam, 22 April 2010

[Haiku] Ilustrasi Memori

Burung tekukur
Terbang melayang pergi
Hadir dinanti

Bayi menangis lapar
Mengusik keheningan

Di kegelapan
Awan melangkah angkuh
Berjubah kabut

Hiruk-pikuk di jalan
Menebar kedengkian

Fitnah dan benci
Bergolak tanpa henti
Menantang hidup

Baik menjadi jahat
Jati diri tergadai

Langit kelabu
Dipematangan sawah
Belum memudar

Banjir lumpur Lapindo
Menuntut keadilan

Bayangan senja
Sorot mata memandang
Melebur lara

Terdengar gemerisik
Air di atas batu

Anak dan cucu
Merajut cinta kasih
Di gubug tua

Menatap masa depan
Melawan kebatilan

MiRa - Amsterdam, 23 April 2010

[Tanka] Kemandirian

Bulan berslaput awan
Membias sinar
Tersenyum getir
Batas mata memandang
Awan melangkah jauh

Mata hati bercermin
Nasib si miskin
Tiada daya
Bermimpi hidup mapan
Jiwa rapuh meronta

Akar kenangan
Penggusuran pemukim
Digenggam erat
Pahit getirnya hidup
Siapa yang peduli

Kemandirian
Merajut ketegaran
Jiwa melawan
Hak hidup dirampas
Keadilan dituntut

MiRa - Amsterdam, 30 April 2010

[Haiku] Jurang stagnasi

Di musim panas
Pada hari yang panjang
Bermimpi pendek

Mentari pagi, terbit
Membias sinar binar

Daya antisipasi
Jurang stagnasi
Di hujan badai

Jalan yang dilalui
Tak mungkin kan kembalii

Semut di cabang pohon
Berlalu-lalang
Berpayung daun

Angin merebak harum
Mawar merah berduri

MiRa - Amsterdam, 18 Mei 2010

[Haiku] Alam Menggugat

Kisah petani
Membangun lahan tani
Mengimpor beras

Air keruh beracun
Mengalir di Kubangan

Pohon meranti
Hidup bersama luka
Angin mendesis

Menebang batang pohon
Hutan terbakar ludes

Celah cahaya
Sinar bulan purnama
Menggugat kelam

Berkobar dalam sekam
Api tak mungkin redup

MiRa - Amsterdam, 25 Mei 2010

[Tanka] Musim semi di pelataran rumah

(1)

Pesona bunga
Hujan di musim semi
Segar merekah
Senyum melepas lelah
Lemah lunglai menyurut

(2)

Menanti cerah
Di pelataran rumah
Menatap langit
Burung pipit mencicit
Meninggalkan sarangnya

(3)

Angin semilir
Ingat nasib bencana
Lumpur Lapindo
Malam kelam berduka
Dilanda mimpi nyeri

MiRa - Amsterdam, 2 Juni 2010



" Burung pipit mencicit"
Elisabeth Samsonstr - Amsterdam, 1 Juni 2010

[Tanka] : Palestina Berduka

(1)

Suara gema
Memanggil dari jauh
Sinyal mendekat
Mata hati, pikiran
Bertautan menyatu

(2)

Kenangan lalu
Di batas tembok
Rahim bumi berdarah
Palestina bergolak
Tak ada kedamaian


(3)

Kesedihan meluap
Dalam bayangan gelap
Ratapan duka
Karma ulah manusia
Berbulan madu

(4)

Kilau cahaya
Teriknya musim panas
Batuan mandul
Wajah dikerumunan
Bercermin peperangan

(5)

Di kaki langit
Biru tidak berujung
Berawan putih
Tak ada lebih baik
Untuk bermimpi esok


MiRa - Amsterdam, 3 Juni 2010

Burung merpati di heinekenplein - Amsterdam