Saturday, June 25, 2011

[Tanka] Melawan Perbudakan

Pekerja migran
Menuntut keadilan
Hidup hak layak
Hukuman eksekusi
Siapa yang peduli?

Kebiadaban
Rezim penjual budak
Buruh bersatu
Melawan perbudakan
Demi martabat bangsa

MiRa - Amsterdam, 25 Juni 2011

INFO TERKAIT:


http://us.detiknews.com/read/2011/06/19/124055/1663347/10/kronologi-pemancungan-ruyati

Minggu, 19/06/2011 12:40 WIB

Kronologi Pemancungan Ruyati

Nurul Hidayati - detikNews

Jakarta - Ruyati menghembuskan nafas dengan tebasan pedang pada Sabtu kemarin. Perempuan 54 tahun itu dihukum karena membunuh majikan perempuannya.

Berikut ini kronologi kasus Ruyati, yang dihimpun detikcom, Minggu (19/6/2011):

2008
Ruyati binti Sapubi berangkat ke Arab Saudi sebagai TKW dengan menggunakan jasa pengirim tenaga kerja PT Dasa Graha Utama Bekasi. Menurut LSM Migrant Care, umur Ruyati dimudakan 9 tahun.

31 Desember 2009
Kontak terakhir Ruyati dengan keluarganya di Bekasi. Ruyati pernah mengeluh pada keluarganya bahwa majikannya yang sekarang ini suka berlaku kasar padanya.

10 Januari 2010
Ruyati binti Sapubi membunuh majikan perempuannya bernama Khairiya Hamid binti Mijlid dengan alat pemotong daging.

Mei 2010
Ruyati diadili pertama kali, terancam hukuman qisas yaitu hukuman yang setimpal dengan apa yang dilakukannya. Pendeknya, membunuh dijatuhi hukuman dibunuh.

Maret 2011
LSM Migrant Care mengingatkan sejumlah TKI terancam hukuman mati di Arab Saudi termasuk Ruyati.

April 2011
Menkum Patrialis Akbar pergi ke Arab Saudi untuk melobi pemerintah Arab Saudi agar mengampuni para TKI yang melanggar hukum. Kemlu RI menegaskan telah memberikan bantuan hukum dan kekonsuleran pada Ruyati.

Mei 2011
Ruyati diadili lagi, dijatuhi hukuman qisas.

Sabtu, 18 Juni 2011
Ruyati dieksekusi pukul 15.00 WIB di Kota Makkah, menjadi orang ke-28 yang dieksekusi pada tahun ini. Jenazah langsung dimakamkan.

Minggu, 19 Juni
Pagi hari, Kemlu menghubungi keluarga Ruyati di Bekasi, memberitahukan pemancungan itu. Kemlu RI mengecam pemancungan itu karena tidak diberitahu pemerintah Saudi dan akan memanggil Dubes Saudi di Jakarta. Keluarga Ruyati meminta jenazah dimakamkan di Indonesia.


(nrl/nvt)

***
Sumber: http://us.nasional.vivanews.com/news/read/228162-gus-dur-selamatkan-adi-dari-tiang-gantung


Gus Dur bertemu PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, dan menelepon Raja Arab Saudi.

Peran Abdurrahman Wahid, atau akrab disapa Gus Dur, melindungi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri tidak diragukan lagi. Gus Dur pernah menyelamatkan Siti Zaenab, TKI asal Desa Martajasah, Bangkalan, Madura, dari hukuman mati tahun 1999.

"Ada informasi yang masuk ke telinga Gus Dur. Waktu itu akan ada eksekusi. Kemudian keluarga Zaenab diundang langsung ke Istana oleh Gus Dur," kata Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah kepada VIVAnews.com, Selasa, 21 Juni 2011.

Untuk mencegah hukuman mati, selain mengirim surat, Gus Dur juga langsung menelepon Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdulaziz al-Saud. "Gus Dur cuma menelepon sekali saja, dan ditanggapi dengan baik," ujar Anis.

Menurut Anis, Gus Dur tahu karena peran raja di Arab Saudi adalah sangat sentral. Untuk itu, sebagai Kepala Negara waktu itu, Gus Dur melakukan hal yang tepat. "Di Arab, otoritas raja adalah segala-galanya. Kalau raja memberikan maaf, maka putusan eksekusi bisa dicegah," jelas Anis.

Dia menceritakan, waktu itu Gus Dur dalam komunikasinya tidak panjang lebar. Menurut Anis, Gus Dur langsung ke inti permasalahan. "Komunikasi itu layaknya Kepala Negara atas mandat konstitusi dan agama. Gus Dur langsung ke substansinya," ujar Anis.

Namun, bukan hanya Zaenab yang selamat dari hukuman mati. Gus Dur juga pernah menyelamatkan TKI yang bekerja di Malaysia dari ancaman hukuman mati. TKI itu adalah Adi bin Asnawi. Kasusnya juga sama, pembunuhan.

"Kali ini Gus Dur langsung berkunjung ke Malaysia untuk bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia (Abdullah Ahmad Badawi)," jelas Anis.

Adi adalah TKI asal Desa Kediri Kecamatan Kediri Lombok Tengah, NTB. Ia bisa kembali ke Tanah Air dan lolos dari hukuman gantung pada 9 Januari 2010.

Lolosnya Adi dari hukuman mati setelah melalui proses hukum yang panjang di Malaysia selama delapan tahun, 2002-2010. Adi dituduh terlibat dalam pembunuhan majikannya, Acin. Dia mulai bekerja di Malaysia sejak tahun 1996 pada Acin yang beralamatkan di Teluk Langsa Port Dicson Negeri Sembilan, Malaysia.

Peran Gus Dur melindungi TKI di Malaysia juga tak berhenti pada kasus Adi. Gus Dur juga pernah memperjuangkan 81 orang buruh migran Indonesia yang bekerja di Malaysia. Ke-81 buruh itu dideportasi.

"Mereka dipulangkan tanpa gaji setelah bekerja berbulan-bulan di Malaysia. Kemudian Gus Dur kembali ke Malaysia pada 5 Maret 2005 untuk bertemu Wakil Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Najib Tun Razak," ujar Anis.

Gus Dur waktu itu mengupayakan agar buruh yang dideportasi itu mendapatkan haknya. "Gus Dur seingat saya langsung melobi ke sana," tegas Anis.

Namun setibanya di Indonesia, ke-81 buruh itu juga tidak ditampung oleh pemerintah. "Buruh seharusnya ditampung Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, tapi tidak dilakukan. Alasannya tempatnya penuh. Kemudian Gus Dur menampungnya di Pondok Pesantrennya, Ciganjur," ujar Anis.(np)


Nasib Ruyati Sudah Diinformasikan Sejak Maret

"Ini memperlihatkan, yang dipidatokan Presiden SBY di ILO tidak sesuai dengan realitas."

Minggu, 19 Juni 2011, 11:18 WIB
Syahid Latif

TKW terlantar di Jeddah, Arab Saudi (ANTARA/SAPTONO)

VIVAnews - Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migrant Berdaulat (Migrant Care) menilai pemerintah teledor dalam melindungi nasib pembantu rumah tangga (PRT) Indonesia di luar negeri.

"Dalam kasus Ruyati binti Sapubi, sebenarnya Migrant Care telah menyampaikan perkembangan kasus ini ke pemerintah Indonesia sejak bulan Maret 2011, namun ternyata tidak pernah ada tindak lanjutnya," ujar Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah dalam siaran pers, Jakarta, Minggu, 19 Juni 2011.

Menurut Anis, eksekusi mati terhadap Ruyati binti Sapubi menunjukkan adanya keteledoran dalam diplomasi perlindungan PRT migran Indonesia. Dalam kasus ini, publik tidak pernah mengetahui proses hukum serta upaya diplomasi yang pernah dilakukan pemerintah Indonesia.

Keteledoran serupa menurutnya juga pernah terjadi pada kasus eksekusi mati Yanti Iriyanti, PRT migran Indonesia asal Cianjur--yang juga tidak pernah diketahui publik sebelumnya. Bahkan, hingga kini jenasah Yanti Iriyanti belum bisa dipulangkan ke Tanah Air.

Bukti tumpulnya diplomasi luar negeri indonesia makin terlihat dari gagalnya pemerintah dalam mencegah ancaman hukuman mati terhadap salah satu TKI lain, Diyem. Pemerintah kala itu lebih berkonsentrasi dalam pembayaran diyat (uang darah) ketimbang mengupayakan upaya litigasi di peradilan maupun diplomasi.

Hal itu membuat Migrant Care khawatir pemerintah tidak mampu mencegah ancaman hukuman mati terhadap 23 WNI lainnya di Arab Saudi.

Migrant Care lebih jauh menilai eksekusi mati Ruyati menjadi tamparan keras bagi pemerintahan Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya di Sidang ILO ke-100 pada tanggal 14 Juni 2011 lalu menyatakan bahwa di Indonesia mekanisme perlindungan terhadap PRT migran Indonesia sudah berjalan, tersedia institusi dan regulasinya.

"Namun buaian pidato tersebut tiba-tiba lenyap ketika hari Sabtu, 18 Juni 2011, muncul pemberitaan di berbagai media asing mengenai pelaksanaan eksekusi hukuman mati dengan cara dipancung terhadap Ruyati binti Sapubi, PRT migran Indonesia yang bekerja di Saudi Arabia. Peristiwa ini jelas memperlihatkan bahwa apa yang dipidatokan Presiden SBY di ILO tidak sesuai dengan realitas," kata dia. (kd)

VIVAnews

***
http://www.investor.co.id/national/pemerintah-harus-minta-maaf-pada-rakyat/14455

Pemerintah Harus Minta Maaf pada Rakyat

Senin, 20 Juni 2011 | 15:28

Santunan Ahli Waris TKI Ruyati Rp90,2 Juta .

JAKARTA - Guru Besar FISIP-UI, Iberamsjah mengimbau pemerintah agar meminta maaf kepada rakyat Indonesia terkait hukuman pancung terhadap Ruyati binti Satubi yang dilakukan pemerintah Arab Saudi.

"Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Luar Negeri, Menakertrans dan Kepala BPN2TKI harus meminta maaf kepada rakyat Indonesia karena tidak bisa melindungi rakyatnya yang bekerja di luar negeri," kata Iberamsjah usai diskusi publik di Rumah Perubahan, Jakarta, Senin.

Menurut dia, pemerintah harus membela "mati-matian" TKI yang mendapatkan hukuman di luar negeri, khususnya di Arab Saudi.

"Selama ini Presiden Yudhoyono selalu bermain "cantik" terus. Saya tidak tahu siapa yang ditugaskan apakah dubesnya atau konsulnya. Orang Arab itu feodal sekali, kalau rajanya bilang A, ya A. Jadi tidak bisa mengandalkan kawat diplomatik. Percuma saja," ujarnya.

Ia menambahkan, pemerintah harus bertanggungjawab dengan adanya hukuman pancung yang menimpa Ruyati hingga pemerintah Indonesia kecolongan.

Merendahkan Indonesia
Pengamat masalah Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, menilai hukuman pancung yang dilakukan terhadap TKW Indonesia di Arab Saudi, Ruyati, menunjukkan sikap Arab Saudi yang merendahkan Indonesia.

"Apalagi sejak proses hukum dimulai hingga eksekusinya, ternyata pihak pemerintah Indonesia tidak pernah mendapatkan pemberitahuan," kata Machmudi melalui siaran pers yang dikirim kepada Antara di Jakarta, Senin.

Dosen Fakultas Ilmu Budaya UI itu mengatakan, rendahnya posisi tawar Indonesia berhadapan dengan pemerintah Arab Saudi dapat dilihat dari berbagai kasus yang menimpa WNI di Arab Saudi. Mulai dari kasus penyiksaan, pemerkosaan hingga pembunuhan terhadap WNI dan penyelesaiannya selalu tidak menguntungkan warga Indonesia.

"Seringkali kasus pembunuhan yang dituduhkan kepada warga negara Indonesia berawal dari kasus-kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh warga Arab Saudi. Hanya saja karena tidak adanya perlindungan hukum bagi para tenaga kerja Indonesia, maka sebagian besar kasus-kasus itu berujung pada hukuman mati," paparnya.

Padahal, lanjut dia, pada umumnya WNI yang dituduh melakukan pembunuhan itu terpaksa melakukannya hanya karena membela diri. Menurut dia, hukum di Arab Saudi cenderung memberikan diskriminasi terhadap WNA, terutama Indonesia.

"Mereka sangat keras dalam menerapkan hukuman "qishas" kepada warga negara Indonesia tetapi tidak untuk kasus pembunuhan yang dilakukan oleh warga Arab Saudi," tuturnya.

Padahal, kata Machmudi, pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang Saudi sering dibarengi dengan penyiksaan dan tindakan-tindakan lain yang tidak manusiawi.

Ia mencontohkan, kasus yang menimpa Darsem binti Tawar, dimana Darsem dapat lolos dari hukum pancung asalkan mau membayar diyat sebesar 2 juta riyal (Rp 4,6 miliar) sementara untuk kasus pembunuhan disertai penyiksaan yang dilakukan oleh warga Arab Saudi selalu berujung damai dan cukup membayar diyat tidak lebih dari 185.000 riyal (Rp 450 juta).

Artinya, kata dia, pemerintah Arab Saudi menganggap satu nyawa warganya setara dengan 10 nyawa warga Indonesia.

"Kasus-kasus kematian tidak wajar yang dialami tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi tidak sedikit. Untuk tahun 2008 saja sebanyak 81 kasus dan tahun 2010 mencapai 156 kasus," ucapnya. (*/gor)

***
Sumber: http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/03/15/perlindungan-hukum-dan-penyelesaian-kasus-penyiksaan-tenaga-kerja-indonesia-di-semarang/


MAKALAH METODE PENELITIAN DAN PENULISAN HUKUM

Disusun oleh:

Nama : Bolmer Suryadi Hutasoit
NIM : 8111409160
Mata Kuliah : Metode Penelitian dan Penulisan Hukum

Oleh : Suhadi, Saru Arifin

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SEMARANG, 2011

JUDUL

Perlindungan Hukum Dan Penyelesaian Kasus Penyiksaan Tenaga Kerja Indonesia Di Semarang


LATAR BELAKANG

Stop PenindasanSudah banyak kasus penyiksaan yang menimpa para Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Tidak terdapat perubahan atas berbagai kasus sebelumnya yang terjadi, justru belakangan kasus penyiksaan TKI semakin meningkat. Pemerintah seolah tidak belajar atas kesalahan-kesalahan dimana terjadinya kasus yang sama sebelumnya. Seakan-akan sudah merupakan hal yang lumrah apabila terjadinya penyiksaan TKI setiap tahun. Disebutkan sudah terdapat regulasi yang mengatur mengenai perlindungan atas penempatan TKI. Tetapi faktanya kasus-kasus yang sama tetap saja terjadi dan tidak grafiknya tidak menurun justru meningkat. Perlu dipertanyakan kinerja pemerintah dalam penanganan berbagai yang telah terjadi sebelumnya.


RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah atas latar belakang diatas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah tindakan pemerintah menangani kasus sebelumnya dan tindakan seharusnya dalam memberikan perlindungan hukum serta tindakan seharusnya menangani masalah yang terjadi saat ini?
2. Bagaimanakah ketentuan yang sah menurut hukum agar seseorang bisa menjadi sesorang buruh migran yang mendapat asuransi dan perlindungan hukum yang layak?
3. Apakah yang menjadi faktor permasalahan kasus penyiksaan TKI grafriknya justru semakin meningkat?

TUJUAN

Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuannya adalah :

1. Mencari tahu tindakan seharusnya pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum terhadap TKI dan tindakannya dalam menangani masalah saat ini serta tindakan pemerintah menangani masalah sebelumnya.
2. Melakukan crosscheck terhadap ketentuan serta regulasi yang ada yang memuat bagaimana sesorang dapat menjadi seorang buruh migran yang sah dan legal serta mendapat asuransi dan perlindungan hukum yang layak.
3. Atas meningkatnya grafik kasus yang terjadi belakangan ini, dicari apa yang menjadi faktor terjadinya hal tersebut.

MANFAAT

Masalah
Adapun manfaat dalam hal ini berorientasi pada pemecahan masalah yang solutif dan efisien. Berdasarkan fakta yang terjadi dilapangan dicari fakor- faktor penyebab terjadinya masalah dan alasan masalah justru semakin marak terjadi. Atas fakor permasalah yang ada digali dan dicari problem solving. Dalam hal ini juga dituntut peran serta dari masyarakat dalam pencari solusi. Tidak hanya berperan kritis dengan berbagai masalah yang terjadi tetapi juga memberikan kritik dan saran. Karena ketika pemerintah masyarakat bergandengantangan dalam penyelesaian masalah niscaya akan dicapai hasil yang maksimal dan tentu tidak akan merugikan salah satu pihak. Dengan ini juga membuka wawasan masyarakat dengan hukum positif di Indonesia terutama mengenai undang-undang yang mengatur tentang perlindungan dan penempatan TKI di luar negeri.


TINJAUAN PUSTAKA

Buruh MigranTenaga Kerja Indonesia (TKI) adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Pengertian merupakan defenisi yuridis mengenai TKI menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Sedangkan penempatan buruh migran dalam Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan buruh migran sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan.

Dengan adanya undang-undang ini memberikan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengatur penempatan buruh migran. Dalam penempatan tersebut “ Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri� sesuai Pasal 31 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tenang Ketenagakerjaan. Kemudian dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) dijelaskan bahwa “Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi. Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.�

Untuk menghindari ketidakamanan yang akan diderita oleh buruh migran (khususnya Pembantu Rumah Tangga) maka Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menegaskan bahwa “Orang perseorangan dilarang menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri�. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 dinyatakan bahwa tujuan penempatan dan perlindungan calon buruh migran adalah:

* memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
* menjamin dan melindungi calon buruh migran sejak di dalam negeri, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia;
* meningkatkan kesejahteraan buruh migran dan keluarganya.

Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 dinyatakan bahwa “Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan buruh migran di luar negeri.� Dan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 bahwa Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya perlindungan buruh migran di luar negeri.

Demi menjamin perlindungan lebih lagi terdahad TKI diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 mengatur tentang penempatan buruh migran di luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah Republik Indonesia atau ke negara tujuan yang mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing. Namun meskipun seperti itu, masih saja terdapat penganiayaan terhadap para buruh migran yang sudah jelas dan terang mendapat perlindungan hukum. Perlindungan tersebut dilakuakan dengan penyelengaraan keadilan dan ketertiban untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat sesuai dengan tujuan negara menurut Prof. Subekti, S.H.

Perlindungan hukum terhadap para TKI juga sudah dimuat dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban:

* menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI, baik yang berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri;
* mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI;
* membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri;
* melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan
* memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan.

PerlindunganPerlindungan bagi TKI yang bekerja di luar negeri diawali dan terintegrasi dalam setiap proses penempatan TKI, sejak proses rekrutmen, selama bekerja dan hingga pulang ke tanah air. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 bahwa setiap calon TKI mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perlindungan tersebut seperti tertuang dalam ayat (1) dilaksanakan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan masa setelah penempatan.


METODE PENELITIAN

Dalam hal ini dilakukan dengan memakai metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis. Dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Penetapan lokasi dan sampel

Penelitian ini akan mengambil sampel atas berbagai referensi yang memuat tentang kasus-kasus penyiksaan TKI yang telah terjadi.

2. Pendekatan Studi

Penelitian ini menggunakan pendekatan naturalistik kualitatif dan kuantitatif, dengan model analisis yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari data kasus yang telah terjadi.

3. Identifikasi Masalah

Tahap ini merupakan pengumpulan informasi dengan pendekatan terhadap objek-objek yang akan diteliti. Seberapa besar isu yang timbul dalam masyarakat tentang itu. Bagaimana respon singkat dari orang-orang yang terkait ataupun tidak.

4. Observasi dan Survei

Tahap ini merupakan inti dari semua yang dikerjakan pencarian data yang diharapkan. Dengan cara mencari kasus penyiksaan TKI yang diteliti, seberapa banyak data yang diharapkan yang muncul dan dibutuhkan.

5. Pengumpulan Data

Tahap ini merupakan penghitungan kasar dan pencatatan data yang didapat dari setiap kasus penyiksaan TKI yang diteliti.

6. Analisis Data

Analisis data merupakan penghitungan yang dilakukan dengan melakukan perbandingan dari jumlah yang diteliti ataupun perkembangan data dari yang pernah diteliti sebelumnya.

7. Evaluasi Data

Tahap pemeriksaan keakuratan data yang sudah dihitung, ketepatan, dan kelayakan data untuk dijadikan ilmiah yang memenuhi tujuan dan keluaran serta kegunaan yang diharapkan.

8. Keabsahan Data

Data yang telah terkumpul diuji validitasnya dengan melakukan crosscheck dengan berbagai sumber data lain dan fakta dilapangan.

9. Penyajian Data

Penyajian data ini merupakan tahap penulisan dan penuangan data dalam bentuk ilmiah yang dapat dipertangungjawabkan keberadaanya serta originalitasnya.

10. Penulisan Laporan Penelitian

Tahap ini memberikan sistematika dan kronologis dan hal-hal yang terjadi dilapangan selama penelitian berlangsung yang disajikan dengan bukti-bukti penelitian dari gambar dan foto. Kemudian melampirkannya sebagai hasil dari penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

http://elfatsani.blogspot.com/2009/04/perlindungan-hukum-bagi-buruh-migran.html diakses tanggal 23 Desember 2010, pukul 12:34

http://hukum.kompasiana.com/2010/12/15/perlindungan-hukum-terhadap-tenaga-kerja-indonesia-sektor-pembantu-rumah-tangga-di-luar-negeri-bagian-ii/ diakses tanggal 23 Desember 2010, pukul 13:03

Kansil, C.S.T., 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri

Disimpan dalam Fakultas Hukum, Hukum, Indonesia, Keadilan, Perempuan, Sosial, Tulisan, Undang-Undang · Ditandai dengan Metode Penulisan dan Penelitian Hukum, MPPH, Perlindungan, PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENYELESAIAN KASUS PENYIKSAAN TENAGA KERJA INDONESIA DI SEMARANG


http://sastrapembebasan.wordpress.com/
http://tamanmiryanti.blogspot.com/
Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/

From: Mawar Liar Merah
Sent: Sun, June 19, 2011 12:14:42 PM
Subject: Rieke: Ruyati Dipancung, ''Shame on You SBY''

Rieke: Ruyati Dipancung, 'Shame on You SBY'
Minggu, 19 Juni 2011 | 11:11 WIB

foto

Rieke Dyah Pitaloka. TEMPO/Fully Syafi

TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR Bidang Tenaga Kerja dan Kesehatan, Rieke Dyah Pitaloka miris mendengar kabar Ruyati, tenaga kerja wanita asal Indonesia yang dipancung pada 18 Juni 2011. "Shame on you, SBY," katanya melalui sambungan telepon hari ini.

Rieke menyesalkan kejadian pahit yang menimpa tenaga kerja Indonesia berulang. "Ini bukan kasus yang pertama dan sudah seperti trafficking yang dilegalkan saja," katanya geram. Pemerintah, kata dia, harus bertanggung jawab.

Politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menilai pidato Presiden SBY soal buruh di Sidang PBB 14 Juni 2011 yang mendapat standing ovation dari seluruh peserta pun sia-sia. "Ini obituari bagi rakyat," katanya.

Padahal pidato SBY di Jenewa saat itu merupakan momen baru karena baru pertama kali Indonesia diundang sebagai pembicara kunci dalam konferensi seabad berdirinya Badan PBB soal buruh atau International Labour Organization (ILO). "Anda adalah Presiden pertama Indonesia yang bicara di forum ini," kata Juan Somavia, Direktur Jendral ILO dalam sambutannya.

Dalam pidatonya, Presiden SBY menyampaikan 6 program prioritas Indonesia dalam menangani permasalahan bagi buruh. Enam program itu adalah bagian dari upaya pemerintah untuk melindungi para buruh migran. Baik dari sektor kesehatan, perlindungan, hingga pendapatan.

Tapi, kenyataannya belum sepekan setelah itu, kabar duka datang dari Arab Saudi. Ruyati binti Saboti Saruna dipancung lantaran kasus pembunuhan. "Pemerintah selama ini tidak transparan, bagaimana dengan nasib Ruyati lainnya," kata Rieke.

RUDY

No comments:

Post a Comment